Masih banyak orang yang menyambut Mourinho di bandara, membuktikan bahwa masa baktinya belum berakhir. Tak hanya warga Portugal, tetapi juga para penggemar di seluruh dunia masih menantikan kabar terbaru tentang Mourinho, yang membuktikan bahwa masa baktinya belum berakhir.
Mourinho butuh pasukan yang loyal untuk sukses
Namun, berada di media bukan berarti ia masih sangat dihormati secara profesional. Mungkin Mourinho sendiri menyadari betul bahwa banyak orang merasa ia mewakili masa lalu, dibandingkan dengan generasi pelatih yang lebih muda. Para pembuat kebijakan di klub-klub besar belum mencari Mourinho sejak ia meninggalkan Man Utd pada 2018.
Namun Mourinho tetaplah Mourinho, tetaplah "Special One". Ia punya banyak alasan untuk meyakini bahwa ia tak lagi bersinar seterang sebelumnya.
Sejak periode keduanya di Chelsea, Mourinho merasa belum mendapatkan dukungan yang dibutuhkannya untuk meraih kesuksesan. Tentu saja, banyak juga yang berpendapat bahwa "Special One" harus introspeksi, karena perilakunya yang terkadang sensitif telah mengubah Mourinho menjadi "musuh dunia".
Kini, jika dipikir-pikir kembali, keluhannya tentang Man Utd dan Spurs saat itu terasa benar. Ternyata, ketika ia kembali ke Inggris untuk melatih Chelsea, Man Utd, atau Tottenham, Mourinho dihalangi oleh kekuatan tersembunyi yang menghalanginya meraih kesuksesan. Mungkin masa Mourinho belum berakhir, hanya saja waktu belum kembali kepadanya.
Mourinho adalah pelatih yang menjunjung tinggi disiplin, bahkan sampai ke titik besi. Karena itu, jika ia ingin sukses, kepemimpinan klub harus memberinya kekuasaan penuh dan para pemain harus menaatinya sepenuhnya.
Ketika tiba di Porto, Mourinho tiba di sebuah klub besar di Portugal – sebesar Benfica tetapi tidak begitu disegani di Eropa. Ia meyakinkan para pemainnya bahwa mereka bisa melakukan sesuatu yang luar biasa. Ikatan yang erat dan loyalitas yang tinggi mengubah tim yang relatif kurang dikenal menjadi juara Liga Champions pada tahun 2004.
![]() |
Mourinho berhasil ketika ia mendapat dukungan penuh dari anak didiknya. |
Di Inter, Mourinho mewarisi skuad berbakat yang tidak memiliki silsilah Eropa. Ia menyalakan api semangat dalam diri mereka, mengubah mereka menjadi "pasukan" setia yang siap berjuang sampai akhir. Loyalitas para pemain Inter kepada Mourinho paling nyata ketika ia pergi setelah memenangkan Liga Champions, dengan Marco Materazzi berlinang air mata.
Atau di Chelsea untuk pertama kalinya, Mourinho membangun skuad yang "tak terkalahkan" dengan pemain-pemain seperti John Terry, Frank Lampard, dan Didier Drogba. Ia menciptakan ikatan istimewa dengan mereka, membuat mereka rela melakukan segalanya untuknya dan tim. Meskipun ia tidak bisa memenangkan Liga Champions karena nasib buruk, ia mengubah tim itu menjadi kekuatan di Inggris dengan 2 gelar Liga Primer.
Loyalitas dan semangat tim yang dibangun Mourinho menjadi kunci kesuksesan di tahun pertamanya melatih Roma. Loyalitas ini terbukti dalam perjalanan memenangkan Liga Konferensi Eropa, gelar Eropa pertama Roma. Setelah final, gambaran Mourinho dan para pemainnya yang berpelukan dan menangis bersama menunjukkan betapa istimewanya ikatan ini.
Singkatnya, loyalitas para pemain adalah fondasi yang kokoh, sebuah "senjata empuk" ciptaan Mourinho. Ini merupakan prasyarat bagi kesuksesan tim-tim seperti Porto dan Roma di masa lalu. Namun, jika senjata empuk ini tidak digunakan, betapa pun hebatnya tim tersebut, Mourinho tak berdaya.
Yang paling ditakutkan Mourinho adalah pengkhianatan
Ketika meninggalkan Inter Milan untuk Real Madrid pada tahun 2010, Mourinho dianggap sebagai pelatih nomor satu di dunia. Posisi tersebut memberinya kepercayaan diri untuk "bertengkar" dengan menyingkirkan para veteran kesayangannya seperti kapten Iker Casillas dan kemudian Sergio Ramos. Hal ini membuat Mourinho kehilangan dukungan dari para pemain Spanyol dan Mourinho terpaksa pergi.
Ketika Mourinho kembali ke Chelsea untuk kedua kalinya, barisan pemain lamanya telah pergi. Eden Hazard, Diego Costa, dan Cesc Fabregas menunjukkan "performa buruk" yang tidak biasa segera setelah kejuaraan 2015. Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang "pemberontakan" di ruang ganti untuk "mengusir" kursinya.
![]() |
Mourinho tidak berdaya jika murid-muridnya mengkhianatinya. |
Di Man Utd, meskipun membantu klub memenangkan Liga Europa pada tahun 2017, ia kemudian berselisih dengan Paul Pogba. Mourinho secara terbuka mengkritik sikap dan penampilan gelandang Prancis tersebut, sementara Pogba dianggap sebagai bintang tim. Hal ini menyebabkan perpecahan yang mendalam di ruang ganti dan ia menanggung akibatnya.
Bentrokan Mourinho dengan para pemain untuk menentukan kekuatan pelatih membuatnya gagal dalam dekade terakhir. Klub-klub besar tidak berani merekrut seseorang dengan kepribadian seperti Mourinho, sehingga pada dekade ini, ia hanya bisa memimpin Roma atau Fenerbahce, yang tidak memiliki cukup sumber daya untuk memenuhi persyaratan taktis.
Kembali ke Benfica kini menjadi akhir karier Mourinho. Sambutan yang diterimanya dari pelatih asal Portugal itu menunjukkan bahwa ia masih dianggap legenda di tanah kelahirannya. Jika para pemain Benfica menunjukkan keyakinan dan loyalitas, Mourinho bisa terlahir kembali. Jika tidak, mustahil.
Sumber: https://znews.vn/mourinho-lieu-da-het-thoi-post1586110.html
Komentar (0)