SGGPO
Meskipun jumlah donasi organ dari orang yang mengalami kematian otak baru-baru ini meningkat, kurang dari 3% pasien yang membutuhkan transplantasi organ menerima organ untuk operasi karena kekurangan donor yang parah.
Kartu donasi organ dibagikan gratis di fasilitas medis di Jepang. Foto: YOMIURI SHIMBUN |
Media Jepang mengutip data dari Jaringan Transplantasi Organ negara itu yang menyatakan bahwa sejak undang-undang donasi organ resmi berlaku pada tahun 1997, Jepang baru saja mencatat donasi organ ke-1.000 dari orang yang mengalami mati otak. Menurut Jiji Press, donor organ ke-1.000 adalah seorang pria berusia 60-an di Jepang bagian barat. Setelah ia dinyatakan mati otak menurut undang-undang tersebut, para dokter mentransplantasikan jantung, paru-paru, hati, dan ginjalnya kepada pasien yang membutuhkan transplantasi organ.
Di Jepang, transplantasi organ pertama dari orang yang secara hukum telah meninggal otaknya dilakukan pada tahun 1999. Namun, jumlah donasi organ per tahun berkisar antara 3 hingga 13 antara tahun 1999 dan 2009, karena memerlukan pernyataan tertulis dari pendonor sendiri. Undang-undang mewajibkan pendonor untuk membuktikan keinginan mereka untuk menjadi pendonor organ selagi masih hidup.
Namun, amandemen undang-undang tahun 2010 mengizinkan donasi organ dilakukan dengan persetujuan anggota keluarga pendonor, dan juga mengizinkan donasi organ dari anak-anak di bawah usia 15 tahun. Berkat amandemen tersebut, jumlah pendonor organ meningkat menjadi 32 pada tahun 2010 dan mencapai rekor tertinggi, yaitu 97 pada tahun 2019.
Meskipun jumlah donasi organ dari orang yang mengalami kematian otak baru-baru ini meningkat, kurang dari 3% pasien yang membutuhkan transplantasi organ menerima organ untuk operasi karena kekurangan donor yang parah.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)