Buahnya tumbuh berkelompok.
Di kampung halaman saya di Barat, hutan bakau tumbuh berderet-deret, berselang-seling dengan banyak tanaman lain yang terendam, termasuk kelapa air. Hutan bakau adalah spesies pohon yang sangat kuat vitalitasnya. Akarnya yang kuat tumbuh rapat, melekat erat dan dalam ke tanah. Sebanyak apa pun air yang ada, hutan bakau tetap hijau.
Semasa kecil, di sore musim panas yang terik, kami sering memanjat pohon bakau untuk mencari sarang burung, lalu melompat ke sungai. Malam harinya, kami akan mengamati kunang-kunang dan menyalakan lampu, membuat pohon bakau tampak seperti sedang mengadakan festival lentera.
Bagi anak-anak desa seperti saya dan saudara perempuan saya, kami sering menikmati camilan lezat ini dengan cara yang sederhana. Satu orang memanjat pohon, yang lain memegang topi atau baju kerucut untuk menangkap buah di bawah pohon. Kami memegang buah di tangan, cepat-cepat mengusapkannya ke baju, mencelupkannya ke garam, lalu memasukkannya ke mulut untuk digigit.
Di pedesaan yang miskin, tak ada camilan. Buah yang dimakan dengan garam rasanya asam, sepat, dan asin, tetapi kami, anak-anak, menganggapnya anehnya lezat. Mulut yang lengket karena getah, wajah-wajah yang meringis karena masamnya masa-masa polos itu, meninggalkan segudang kenangan dalam diriku.
Batang pohon bakau berbunga ketika buah bakau hendak matang.
Saat musim hujan tiba, bunga Sonneratia mekar, saat kuncupnya masih ungu, dan saat mekar, warnanya putih bersih. Ada dua jenis Sonneratia yang oleh penduduk desa saya disebut jambu biji Sonneratia dan jambu cakram Sonneratia. Jambu biji Sonneratia memiliki buah berukuran sedang, sedangkan jambu cakram Sonneratia berukuran sebesar piring.
Anak-anak suka menyantap Bần đitờ yang matang. Buah Bần yang lunak, dibelah, dan dicelupkan ke dalam garam dan cabai, memiliki rasa asam dan sepat, serta aroma yang samar. Sedangkan untuk orang dewasa, petik Bần yang asam, lalu tambahkan sepiring kecap ikan untuk camilan yang dapat dinikmati bersama teman-teman. Buah Bần yang matang memiliki rasa yang kaya dan harum, bercampur dengan rasa sepat dari biji Bần, membuat kecap ikan terasa begitu memikat.
Dalam ingatanku, barisan bakau yang hijau dan riak airnya berpadu dengan hijaunya pedesaan. Kampung halamanku, kenangan akan nenek dan ibuku, serta nyanyian nina bobo di samping tempat tidur gantung di sore musim panas, sejauh apa pun aku pergi, kampung halamanku selalu membuatku bernostalgia dengan barisan bakau yang terpantul di sungai.
Asam jawa yang sudah masak diberi garam atau garam cabai menjadi santapan favorit banyak anak-anak di wilayah sungai.
Di belakang rumah kakek-nenek dari pihak ibu, terdapat banyak pohon bakau. Ibu bercerita bahwa dulu, tanah di belakang rumah kakek-nenek dari pihak ibu masih liar, sehingga banyak terdapat pohon bakau. Sekitar bulan Juni dan Juli, ketika pohon bakau sudah matang, ibu akan memetik pohon bakau untuk dimasak menjadi sup asam bagi seluruh keluarga. Setelah dewasa, saya dan saudara perempuan saya mulai menikmati hidangan ini karena masih banyak pohon bakau di rumah kakek-nenek dari pihak ibu. Sup asam dengan pohon bakau ini sederhana, tetapi cocok sekali dengan nasi, terutama jika disantap dengan ikan bakar.
Sudah lama sekali saya tidak menikmati sup asam dengan mimosa air. Hati saya dipenuhi nostalgia. Cita rasa pedesaan begitu kaya dan penuh gairah!
Bahan-bahan untuk memasak sup asam sangat sederhana.
Resep sup asam Ibu sangat sederhana: cukup rebus air dalam panci, masukkan beberapa buah Bần matang, masak hingga lunak, lalu keruk dan haluskan untuk mendapatkan sari asamnya. Tunggu air mendidih, masukkan ikan, sayuran liar pilihan Anda, dan masak apa pun yang tersedia.
Cara terbaik untuk membuat sup asam adalah memasaknya dengan ikan lele atau lele belang. Jika Anda tidak punya ikan tersebut, ikan gabus atau lele juga sama lezatnya. Tunggu hingga ikan hampir matang, lalu masukkan sayuran, bumbui sesuai selera, tambahkan sedikit ketumbar dan beberapa iris cabai, lalu sajikan.
Supnya yang panas, aroma pakis air, berpadu dengan rasa asam, pedas, dan manis dari kuah asamnya, menciptakan cita rasa yang istimewa. Tak ada yang lebih nikmat daripada menyesap semangkuk sup pakis air asam hangat di tengah teriknya siang di musim panas.
Sup asam lezat dengan ikan lele kukus.
Bagi saya yang tinggal di daerah pinggiran sungai, ke mana pun saya pergi, bayangan pepohonan bakau yang hijau segar dan harum buah bakau yang matang masih terus terbayang dalam benak.
Artikel dan foto: THUY TIEN
[iklan_2]
Tautan sumber






Komentar (0)