(CLO) Banyak jurnalis bercita-cita untuk melakukan lebih dari sekadar melaporkan berita; mereka juga ingin dapat mendorong perubahan positif dalam masyarakat.
Jadi bagaimana mereka dapat mencapai hal ini tanpa mengorbankan objektivitas dan profesionalisme jurnalistik? Berikut enam kiat dari para ahli industri untuk membantu jurnalis mengejar tujuan ini secara efektif.
1. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip inti
Terlepas dari tujuan mereka, jurnalis harus menghormati prinsip-prinsip dasar jurnalisme, termasuk akurasi, kebenaran, dan pemikiran kritis.
Vivienne Francis, direktur One World Media dan dosen senior di London College of Media, menekankan bahwa prinsip-prinsip ini tidak dapat diabaikan, betapapun bersemangatnya seorang jurnalis terhadap suatu subjek.
"Mereka harus mengingat prinsip-prinsip dasar jurnalisme: kebenaran, akurasi, dan mengajukan pertanyaan kritis. Kita tidak boleh melupakan itu," kata Paus Fransiskus.
Dalam konteks yang dipenuhi berita palsu dan disinformasi, Profesor Zvi Reich dari Universitas Ben-Gurion menekankan bahwa komitmen terhadap kebenaran adalah "kebaikan publik terbesar" yang dapat diberikan oleh jurnalisme. Ia berpendapat bahwa alih-alih bias atau pelaporan sepihak, jurnalis seharusnya fokus pada penyediaan informasi yang akurat untuk meningkatkan kesadaran publik.
Ilustrasi: Pexel
2. Mengenali bias dan menjaga transparansi.
Siapa pun yang menulis tentang isu sosial akan memiliki perspektif dan sudut pandang sendiri, baik secara sadar maupun tidak sadar. Jurnalis Harriet Grant berpendapat bahwa sangat penting untuk menyadari hal ini dan memastikan transparansi kepada pembaca.
"Anda mungkin dianggap radikal atau 'berorientasi kampanye' jika Anda meliput hal-hal yang menantang status quo. Tetapi ingatlah bahwa mempertahankan status quo juga merupakan sebuah sikap," kata Grant.
Salah satu cara untuk mengendalikan bias adalah dengan mengakses berbagai sumber dan mendengarkan sudut pandang yang berbeda. Hal ini tidak hanya membantu menciptakan artikel yang lebih seimbang, tetapi juga memungkinkan jurnalis untuk memverifikasi keakuratan dan validitas argumen mereka.
Profesor Reich membandingkan transparansi dalam jurnalisme dengan standar industri makanan: "Saat ini, Anda tidak akan menerima produk makanan tanpa daftar bahan yang tercantum dengan jelas. Jurnalis membutuhkan transparansi serupa mengenai posisi dan perspektif mereka saat melakukan pelaporan."
3. Lakukan riset mendalam dan dengarkan mereka yang terkena dampak langsung.
Jurnalis yang peduli dengan keadilan sosial sebaiknya mulai dengan berbicara dengan mereka yang secara langsung terdampak oleh isu-isu yang mereka liput.
Vivienne Francis menyarankan, "Tidak ada titik awal yang lebih baik daripada saksi hidup, mereka yang benar-benar merasakan isu-isu ini." Wawancara dengan mereka tidak hanya memberikan perspektif otentik tetapi juga menawarkan detail spesifik yang membuat cerita lebih menarik.
Selain itu, jurnalis perlu terus meningkatkan pengetahuan profesional mereka dan mencari informasi baru. Menurut Profesor Reich, "ini bukanlah jurnalisme konvensional," tetapi membutuhkan dedikasi jangka panjang dan sikap belajar yang berkelanjutan. Jurnalis perlu secara proaktif mengakses penelitian, dokumen, dan para ahli di bidang mereka.
4. Bangun hubungan dengan sumber informasi, tetapi jangan sampai kehilangan peran Anda sebagai jurnalis.
Salah satu tantangan terbesar dalam jurnalisme keadilan sosial adalah menjaga batasan antara jurnalis dan sumber, terlepas dari organisasi atau individu yang terlibat dalam isu yang dilaporkan.
Harriet Grant menyatakan bahwa ketika meliput suatu isu dalam jangka waktu yang lama, jurnalis dapat mengembangkan hubungan yang dekat dengan sumber mereka. Dalam beberapa kasus, hal ini dapat menyebabkan bias atau kesulitan dalam menjaga objektivitas.
"Ini sulit. Terkadang Anda harus sedikit mundur dan berkata, 'Saya seorang jurnalis, dan saya yang memutuskan bagaimana menyajikan dan menulis artikel ini,'" kata Grant.
Jurnalis dapat berkolaborasi erat dengan organisasi, pakar, atau aktivis sosial, tetapi mereka tetap perlu menjaga independensi dalam pelaporan dan analisis isu-isu yang ada.
5. Bersiaplah menghadapi tantangan dan kritik.
Jurnalis yang menekuni jurnalisme keadilan sosial sering menghadapi berbagai rintangan, mulai dari skeptisisme dari rekan kerja hingga reaksi negatif dari publik.
Profesor Reich menunjukkan bahwa sebagian besar "jurnalis obsesif"—mereka yang mendedikasikan sebagian besar karier mereka untuk mengejar isu tertentu—bukanlah pendatang baru. Mereka seringkali adalah reporter berpengalaman yang telah kecewa dengan jurnalisme tradisional dan memutuskan untuk menempuh jalan mereka sendiri.
Vivienne Francis menekankan bahwa dalam jurnalisme, jurnalisme keadilan sosial terkadang kurang dihargai dibandingkan bidang lain, yang menyebabkan kritik dari rekan-rekan. Oleh karena itu, sangat penting bagi jurnalis untuk memiliki sistem dukungan yang kuat dari rekan-rekan dan individu yang memiliki pandangan serupa.
6. Ingatlah bahwa jurnalisme dapat membuat perbedaan.
Meskipun menghadapi banyak tantangan, jurnalisme keadilan sosial memiliki kekuatan untuk mengubah persepsi, memerangi prasangka, dan mempromosikan solusi untuk isu-isu mendesak.
Menurut Francis, jika dilakukan dengan benar, jurnalisme tidak hanya mencerminkan realitas tetapi juga berkontribusi untuk memperbaiki dunia . Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menantang stereotip dan menyoroti kelompok yang kurang terwakili hingga mengambil pendekatan etis terhadap orang-orang yang rentan.
Meskipun tidak selalu mudah, dengan ketekunan dan rasa tanggung jawab, jurnalis dapat berkontribusi pada perubahan positif sambil tetap menjaga profesionalisme profesi.
Ngoc Anh (menurut IJN, JR)
Sumber: https://www.congluan.vn/nhung-loi-khuyen-cho-cac-nha-bao-muon-tao-ra-su-thay-doi-tich-cuc-trong-xa-hoi-post336497.html






Komentar (0)