Mungkin istriku punya kekasih di masa lalu.
(Dia menyebut istrinya sebagai mantan kekasihnya)
Sama sepertiku, aku juga sama di masa lalu
Mencintai seorang gadis sekarang dia sudah menikah
Di awal puisi, penulis membahas ciri psikologis umum dalam kehidupan pernikahan, yaitu ketika mengenang masa lalu, mengenang kisah cinta sebelum keduanya bersatu. Kenyataan ini tak dapat diubah, karena setiap orang memiliki masa lalu emosional pribadi sebelum "menikah".
Cinta dan kasih sayang suami istri memiliki karakteristik terbesar dan paling menyeluruh, yaitu unik, hanya satu kekasih atau satu istri, satu suami. Kasih sayang semacam ini tidak mau berbagi dengan siapa pun, tidak bisa memiliki orang kedua, terkesan sangat egois, sangat egois, tetapi itulah cinta, kasih sayang suami istri. Maka seseorang berseru: "Sekalipun aku duduk dan memimpikan seorang teman baru, / Maka mencintaimu terlalu lama itu sia-sia."
Namun di sini, sang penyair berbicara tentang hal yang paling tabu: momen-momen distraksi—bahaya yang mengancam cinta dan kebahagiaan keluarga. Apa yang akan terjadi?
Mungkin istriku sedang lemah hati pada suatu saat.
Sebaiknya pikiran dirahasiakan, bukan diceritakan tentang mimpi
Mantan istriku punya barang-barang yang tidak kumiliki.
Dia tidak mengatakannya karena dia takut aku akan sedih.
Masa lalu mungkin telah lama berlalu dalam aliran waktu yang tak berujung. Lalu, mungkin ada seribu satu alasan, masa lalu yang seolah tertidur tiba-tiba terbangun. Itulah momen-momen patah hati manusia, sangat nyata dan sangat manusiawi yang hampir semua orang alami. Dan dalam ingatan, citra mantan kekasih mungkin tampak lebih ideal daripada di kehidupan nyata, lebih dari suami yang berbagi ranjang dengannya. Namun, sang istri juga tahu untuk tidak mengatakan hal-hal yang tidak seharusnya dikatakan. Ketika membandingkan keduanya, alasannya mudah dipahami dan sangat manusiawi, halus: karena ia takut membuat suaminya sedih.
Saya juga ada kalanya merasa kesal.
Saat bertemu mantan kekasih, dengan hal-hal yang tidak dimiliki istrinya.
Memikirkan masa lalu terkadang terasa seperti penyesalan.
Saya tidak mengatakan apa-apa karena saya takut istri saya akan sedih.
Pernikahan berbeda dari cinta dalam hal ini. Jika cinta hanya menunjukkan warna-warna cerah, bahkan dalam pernikahan yang dianggap paling ideal sekalipun, masih ada awan gelap yang menyelimuti langit kehidupan pernikahan. Suami dalam puisi tersebut, tokoh liris yang menyebut dirinya "Aku", sekaligus istri, meskipun ia seorang pria, jenis kelamin yang lebih kuat, yang dianggap lebih kuat, tetap tak terhindarkan dari momen-momen patah hati, masih teringat akan cinta masa lalu sebelum menikah.
Kisah tentang momen-momen yang membingungkan ini tampaknya akan mengancam kebahagiaan keluarga dan menyebabkan keretakan dalam pernikahan. Namun, tidak, kisah ini tetap berada di jalur yang aman, menenangkan pembaca.
Setelah memikirkannya sejenak, aku semakin mencintai istriku.
Dan merasa bersalah
(Tentunya istri saya mengerti apa yang tidak saya katakan.
Dia juga lebih mencintai dan memperhatikanku)
Perasaan lain yang sangat nyata dalam kehidupan pernikahan, setelah momen-momen yang membingungkan, setiap orang merasakannya dan merasa bersalah, mereka lebih memperhatikan pasangannya, dan lebih bertanggung jawab atas kebahagiaan keluarga yang berusaha mereka jaga dan kembangkan. Itulah perasaan, hati nurani orang-orang yang hidup bertanggung jawab terhadap satu sama lain dan diri mereka sendiri. Mereka tidak membiarkan perasaan membingungkan sementara menggoda mereka, menyeret mereka keluar dari orbit aman. Rasanya seperti mimpi singkat, awan yang berlalu di langit musim panas. Semuanya kembali normal, seperti bandul yang berayun, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
Tetapi mengapa harus menyalahkan momen-momen gangguan?
Setiap orang punya waktu untuk mencintai dan waktu untuk mengingat.
Setiap orang memiliki momen di luar suami dan istri.
Jangan salahkan momen-momen gangguan!
Bait terakhir bagaikan sebuah penegasan, sebuah pengakuan tulus yang seringkali tak perlu diucapkan, namun tetap membuat orang merasa simpatik dan penuh pengertian. Setiap orang pernah mengalami momen seperti itu, bahkan dalam pernikahan yang ideal sekalipun. Akui saja realitas psikologis ini (dan meskipun Anda tidak mengakuinya, realitas itu tetap ada), untuk melihat kompleksitas dan betapa berharganya pernikahan, cinta antara suami dan istri. Itulah pesan yang biasa dan sangat manusiawi dari puisi ini.
Karya ini merupakan penemuan kehidupan sehari-hari yang halus, melihat fenomena yang begitu familiar sehingga terasa umum namun tetap terasa asing ketika dibaca, namun digambarkan dengan jujur, tanpa hiasan apa pun, sehingga memikat pembaca. Puisi ini telah menyentuh perasaan terdalam setiap orang, emosi yang sangat nyata yang pernah atau akan dialami kebanyakan orang. Emosi-emosi tersebut sangat manusiawi, memperkaya kehidupan pernikahan, entah kita mau atau tidak, dan semakin meningkatkan nilai serta makna mulia kehidupan pernikahan, membuat mereka yang menjalaninya lebih berpengalaman dan menghargai apa yang mereka miliki.
Sumber: https://baodaklak.vn/van-hoa-du-lich-van-hoc-nghe-thuat/van-hoc-nghe-thuat/202510/nhung-phut-xao-long-bai-tho-doc-dao-cua-mot-nha-bao-e7c0829/






Komentar (0)