Harga rumah di Dubai telah melonjak 225% sejak mencapai titik terendah akibat pandemi pada kuartal ketiga tahun 2020, menurut data yang dirilis Rabu oleh konsultan properti tersebut. Emirat ini mempertahankan posisi teratas dalam peringkat tersebut selama delapan kuartal berturut-turut.
Tokyo berada di posisi kedua dan ketiga dengan peningkatan tahunan sebesar 26,2 persen, dan Manila dengan peningkatan sebesar 19,9 persen. Peningkatan signifikan lainnya terjadi di Shanghai, Tiongkok, yang naik 6,7 persen, dan Singapura, yang naik 4,2 persen.
Meskipun harga rumah mewah di Dubai meningkat hampir 50%, segmen di Hanoi dan Kota Ho Chi Minh ini tidak diperingkat. Foto: Getty Images
Kota Ho Chi Minh dan Hanoi tidak ada dalam daftar.
"Masuknya warga negara asing ke Singapura, didorong oleh sektor jasa keuangan dan profesional yang sedang berkembang pesat, telah berdampak lebih besar pada pasar sewa daripada pasar penjualan rumah," catat laporan tersebut, seraya menambahkan bahwa perbedaan tersebut sebagian disebabkan oleh pajak atas pembelian oleh pembeli asing. Sejak akhir April, warga negara asing yang membeli properti di Singapura harus membayar bea meterai tambahan sebesar 60%, dua kali lipat dari tarif sebelumnya sebesar 30%.
Harga rumah di Hong Kong telah turun 1,5% selama setahun terakhir karena melonjaknya stok properti yang belum terjual dari berbagai proyek pembangunan baru. Dalam upaya mendorong permintaan, pemerintah Hong Kong menaikkan rasio pinjaman terhadap nilai properti (LTV) menjadi 70% untuk properti hunian senilai HK$15 juta ($1,9 juta) atau kurang.
Namun, analis Knight Frank mengatakan meskipun perubahan tersebut mungkin disambut baik oleh para pembeli, kemungkinan langkah tersebut akan “meningkatkan secara signifikan” pertumbuhan masih belum pasti.
Penurunan lainnya terjadi di New York, turun 3,9%, dan San Francisco, turun 11,1%. Frankfurt di Jerman berada di posisi terbawah, turun 15,1%. Secara keseluruhan, harga tahunan rata-rata naik 1,5% di 46 pasar dalam Knight Frank Prime Global Cities Index.
“Pasar perumahan global masih berada di bawah tekanan akibat peralihan ke suku bunga yang lebih tinggi,” kata Liam Bailey, kepala riset global di Knight Frank.
Namun, ia mencatat bahwa hasil indeks tersebut mengonfirmasi bahwa harga didukung oleh permintaan dasar yang kuat, pasokan yang lemah menyusul terganggunya proyek konstruksi baru selama pandemi, serta kembalinya pekerja ke kota.
"Karena ketidakpastian tentang arah inflasi tampaknya telah mereda dalam beberapa bulan terakhir, koreksi harga di banyak pasar kemungkinan tidak akan terlalu terasa dibandingkan perkiraan tiga bulan lalu," tambah Bailey.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)