Pada sore hari tanggal 20 Maret, tim Indonesia memasuki pertandingan melawan Australia dengan harapan tinggi. Namun, kegagalan Kevin Diks dalam mengeksekusi penalti dan banyaknya kesalahan pertahanan membuat tim nasional Indonesia terpuruk. Mereka kalah 1-5 dari Australia, dan ini juga merupakan kekalahan terberat yang pernah diderita Indonesia di kualifikasi Piala Dunia 2026.
Di mana para pejuang Indonesia?
Harus diakui, kekalahan satu pertandingan tidak akan merampas peluang tim Indonesia. Dengan sisa pertandingan babak kualifikasi ketiga, mereka masih berpeluang lolos ke Piala Dunia dengan tiket langsung. Namun, kekalahan 1-5 dari tim seperti Australia kini menjadi kejutan bagi para penggemar Indonesia.
Tim Indonesia diliputi kekecewaan pascakekalahan telak.
Dengan sederet pemain naturalisasi berkualitas dan pelatih ternama dunia seperti Patrick Kluivert, tim Indonesia jelas mengincar 3 poin. Setelah kebobolan gol dari tendangan penalti Boyle yang sukses, tim Indonesia kehilangan semangat dan kebobolan gol kedua tepat 2 menit kemudian. Lebih dari 1 menit kemudian, mereka kebobolan gol ketiga.
Masih ada setengah pertandingan tersisa, tetapi tak seorang pun percaya Indonesia mampu menyamakan kedudukan atau menciptakan keajaiban. Semangat juang bangsa nusantara belum terlihat jelas. Thom Haye bermain sangat berkelas, tetapi kurang antusias di lini tengah. Bahkan bintang berkualitas seperti Jay Idzes bermain lemah.
Di lini depan, Marselino Ferdinan muda belum menunjukkan performa terbaiknya sejak pindah ke Inggris. Oxford United dan Championship tampaknya terlalu berat bagi talenta muda kelahiran 2004 ini. Ia berusaha keras, tetapi performanya tidak lagi se-eksplosif saat bermain di liga domestik.
Di babak kedua, tim Indonesia "bertahan" selama 15 menit pertama, lalu kembali terpuruk. Langkah para pemain terasa berat.
Apakah memecat pelatih Shin Tae-yong merupakan suatu kesalahan?
Pelatih Shin Tae-yong menerima kompensasi yang besar dan meninggalkan tim nasional Indonesia. Namun, ia tetap fokus pada proyek yang telah ia tekuni sepanjang hidupnya. Pada sore hari tanggal 20 Maret, pelatih Korea tersebut masih menonton pertandingan tim Indonesia dan menyemangati mantan anak didiknya setelah kekalahan tersebut.
Indonesia bermain imbang melawan Australia.
Kepindahan ini dengan cepat menimbulkan keretakan internal di timnas Indonesia. Banyak orang secara implisit memahami bahwa pelatih Patrick Kluivert diundang ke Indonesia karena pengaruhnya yang besar terhadap kelompok pemain asal Belanda. Tentu saja, mantan pemain ini sangat terkenal di negeri tulip dan mudah terhubung dengan para bintang naturalisasi.
Kluivert memang pemain bintang, tetapi sebagai pelatih, ia hanya "rata-rata". Selama 15 tahun terakhir, "ahli strategi" ini hanya dua kali menjadi pelatih kepala untuk tim nasional Curacao dan Klub Adana Demirspor (Turki). Tak heran jika Pelatih Patrik Kluivert belum memiliki prestasi gemilang.
Riwayat pekerjaan Tuan Kluivert dihiasi dengan pengalaman melatih di Belanda, Ajax Amsterdam, AZ Alkamaar, tetapi semuanya pada posisi asisten.
Memecat pelatih Shin Tae-yong dan menunjuk Patrick Kluivert adalah kesalahan Federasi Sepak Bola Indonesia?
Pelatih Shin Tae-yong, meskipun namanya kurang dikenal dunia, telah memenangkan Piala Asia 1 sebagai pelatih. Performa tim nasional U-20, U-23, dan Korea di bawah asuhan Shin sangat mengesankan.
Bahkan ketika pelatih Shin Tae-yong datang ke Indonesia, ia juga banyak membantu memajukan sepak bola Indonesia. Kegagalan di Piala AFF 2024 menjadi alasan bagi Federasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) untuk memecat Tuan Shin. Lebih dalam lagi, mereka ingin sepenuhnya meng-Belanda-kan tim Indonesia.
Satu kekalahan bukan berarti impian Piala Dunia Indonesia berakhir. Namun, tim yang tampil buruk setelah pertandingan pertama di bawah pelatih baru membawa banyak pertanda buruk.
Apakah pergantian pelatih Shin Tae-yong merupakan kesalahan PSSI?
[iklan_2]
Sumber: https://vtcnews.vn/sa-thai-hlv-shin-tae-yong-la-sai-lam-cua-ldbd-indonesia-ar932889.html
Komentar (0)