Di tempat-tempat seperti Benteng Quang Tri, Sungai Thach Han, Pemakaman Truong Son, dll., sejarah telah menjadi pengalaman nyata, membantu anak-anak memahami secara mendalam nilai perdamaian , rasa syukur, dan tanggung jawab generasi muda saat ini.
Siswa kelas 9, 10, 11, dan 12 dipandu melalui situs bersejarah penting Quang Tri , tanah yang membawa jiwa ribuan prajurit yang gugur demi perdamaian hari ini.
Selama perhentian pertama di Monumen Ho Chi Minh, Quang Binh (lama) dan Monumen Ibu Suot, para siswa mendengarkan kisah seorang ibu yang mendayung perahu di tengah bom dan peluru, membawa tentara menyeberangi sungai di hari-hari yang paling ganas. Sosok Ibu Suot yang berdiri tegak di tengah api dan asap menjadi simbol semangat "ketika musuh datang, bahkan perempuan pun ikut berperang". Bagi banyak siswa, inilah pertama kalinya sejarah bukan sekadar garis waktu, sebaris teks tebal, tetapi hadir sebagai pribadi, sebuah kisah yang penuh emosi dan kebanggaan.

Selanjutnya, delegasi menuju Benteng Quang Tri, tempat berlangsungnya perang 81 hari 81 malam, tempat pertempuran paling sengit dalam sejarah perang anti-Amerika. Dalam upacara persembahan dupa yang khidmat, barisan mahasiswa yang mengenakan bendera merah dengan bintang kuning menundukkan kepala kepada arwah para korban.

Suasana hening merasuk jauh ke dalam pikiran muda, sehingga rasa syukur yang sulit diukur itu menjadi emosi sejati dan jelas.
Salah satu momen paling mengharukan dari perjalanan ini adalah upacara pelepasan lentera di tepi selatan Sungai Thach Han. Saat hari mulai gelap, ribuan lentera perlahan jatuh dari tangan setiap siswa ke air. Setiap lentera merupakan penghormatan bagi para prajurit yang gugur di sungai.
Beberapa anak diam-diam menggenggam tangan mereka, beberapa berkata lembut "terima kasih", beberapa melepaskan lentera dan terharu hingga meneteskan air mata ketika mendengarkan guru berbicara tentang prajurit muda yang belum berusia dua puluh tahun.

Memahami secara mendalam nilai perdamaian
Kegiatan berbagi setelah upacara menunjukkan perubahan yang jelas dalam pemahaman anak-anak tentang nilai perdamaian, lebih menghargai setiap momen damai, dan merasa lebih dewasa hanya setelah satu malam pengalaman.
Di Taman Makam Martir Nasional Truong Son, para mahasiswa menyaksikan luasnya pemakaman, tempat peristirahatan terakhir lebih dari sepuluh ribu martir. Deretan makam membentang sejauh mata memandang, membuat banyak mahasiswa tak kuasa menyembunyikan haru mereka.
Seorang anak menangis dan berkata: "Saya belum pernah melihat perang sebesar ini. Di sini, saya mengerti apa artinya berdagang demi perdamaian."
Pelajaran semacam itu tidak dapat dipelajari di kelas biasa, tetapi terbentuk ketika berdiri di tengah ruang bersejarah, menyalakan dupa di tengah gerimis atau terik matahari, dan merasakan kesakralan negara.
Tak hanya mengenang masa lalu, perjalanan ini juga bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab atas masa kini. Di SMA Quang Tri dan SMP Luong The Vinh (Quang Tri), sekolah memberikan hadiah yang bermakna kepada siswa-siswa yang berada dalam situasi sulit. Buku catatan, beasiswa... adalah dorongan yang tulus, sebuah ikatan batin antar siswa.

Banyak kisah nyata yang dibagikan, membantu siswa Luong The Vinh memahami bahwa rasa syukur bukan hanya cara untuk mengenang generasi yang telah gugur tetapi juga tindakan kebaikan kepada mereka yang hidup saat ini.
Seluruh perjalanan ini dilakukan secara sistematis dengan dukungan Dewan Direksi, wali kelas, pemandu wisata, dan pengawas. Setiap siswa diwajibkan untuk menaati kedisiplinan, menjaga sopan santun, menjaga lingkungan, dan menjunjung tinggi semangat "Tanggung Jawab - Disiplin - Rasa Syukur".
Aktivitas kelompok, pertukaran, dan berbagi membuat siswa semakin dekat. Banyak guru mengatakan bahwa siswa tumbuh dengan jelas setiap harinya, menjadi lebih proaktif, disiplin, kompak, dan emosional.
Perjalanan "Menyalakan Api Pemuda - Menghargai Para Pahlawan" merupakan bukti nyata metode pendidikan modern yang membawa siswa ke tempat terjadinya sejarah, agar mereka dapat merasakan, merenungkan, dan tumbuh dewasa sendiri.
Banyak siswa mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah melupakan momen pelepasan lentera di Sungai Thach Han atau berdiri diam di depan deretan makam yang tak berujung di Truong Son. Itulah saat-saat ketika rasa syukur bersemi di hati setiap orang.

Setelah pengalaman itu, para siswa kembali ke Hanoi dengan kaki yang lelah tetapi hati yang dipenuhi dengan hal-hal baru.
Perjalanan ini telah "menyalakan api", seperti tersirat dalam namanya, api cinta tanah air, api rasa syukur, api tanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat. Dalam konteks masyarakat yang terus berubah, menabur benih-benih kemanusiaan seperti itu pada generasi muda sangatlah penting.
Yang terpenting, perjalanan ini akan mengingatkan setiap siswa bahwa: Sejarah hadir dalam setiap langkah yang kita ambil, dalam diri orang-orang yang diam yang menukar darah dan tulang mereka demi perdamaian. Bersyukur atas masa lalu juga merupakan cara bagi setiap orang untuk menjalani hidup yang lebih baik untuk masa kini dan masa depan.
Source: https://tienphong.vn/thap-lua-tuoi-tre-tri-an-anh-hung-khac-sau-long-biet-on-lich-su-cua-hoc-sinh-luong-the-vinh-post1796925.tpo






Komentar (0)