Taman - harta karun yang belum dimanfaatkan
Dalam kehidupan perkotaan modern, taman dianggap sebagai "paru-paru hijau" yang memiliki makna ekologis sekaligus memenuhi kebutuhan rekreasi, relaksasi, dan hiburan masyarakat. Ruang ini semakin menjadi bagian penting dalam perjalanan penemuan wisatawan, terutama kaum muda, sekelompok pengunjung yang selalu mencari destinasi dinamis, dapat berfoto, menikmati kuliner , dan berpartisipasi dalam acara budaya.
Dr. Jackie Ong, Dosen Senior Manajemen Pariwisata dan Perhotelan di RMIT University Vietnam, mengatakan: “Taman ideal karena mudah diakses, fleksibel, seringkali gratis, dan cocok untuk berbagai kalangan. Taman dapat menjadi aset pariwisata yang berharga jika dimanfaatkan dengan baik.”
Namun, pada kenyataannya, sebagian besar taman di kota-kota besar masih berfungsi sebagai ruang publik dan belum menjadi objek wisata. Di Hanoi, Taman Thong Nhat memiliki lokasi sentral dan area yang luas, tetapi kurang memiliki cerita yang menarik dan fasilitas yang ramah wisatawan. Wisatawan internasional yang berkunjung ke ibu kota jarang memasukkan taman ini dalam rencana perjalanan mereka.
Di Kota Ho Chi Minh, Taman Tao Dan terkenal dengan festival bunganya selama Tahun Baru Imlek, tetapi masih cukup sepi sepanjang tahun, hanya melayani kebutuhan olahraga dan hiburan warga. Taman Bach Dang, yang terletak di sepanjang Sungai Saigon dengan lokasi "emas", terutama berperan sebagai tempat persinggahan atau transit bagi pengunjung dan belum menciptakan pengalaman yang berbeda. Sementara itu, Kebun Binatang, sebuah warisan budaya dan ekologi yang berusia lebih dari 150 tahun, belum dipromosikan dengan baik sebagai destinasi warisan yang terkait dengan pendidikan biologi dan ekowisata.
Menurut Dr. Daisy Kanagasapapathy, Dekan Asosiasi Departemen Manajemen Pariwisata dan Perhotelan di RMIT, masalahnya bukan pada kurangnya ruang terbuka hijau di Vietnam, melainkan kurangnya daya ungkit untuk mengubah taman menjadi produk wisata. Saat ini, sebagian besar wisatawan hanya berkunjung secara kebetulan dan tidak menetap lama. Tanpa desain tematik, penceritaan budaya, aktivitas eksperiensial, dan infrastruktur yang sinkron, taman-taman akan sulit menyesuaikan diri dengan jadwal perjalanan pengunjung.
Selain itu, banyak pendapat juga berpendapat bahwa taman ini belum dimanfaatkan secara optimal dari segi ekonomi. Jika direncanakan secara strategis, taman ini dapat menghasilkan pendapatan langsung dari penyelenggaraan acara, penyewaan ruang, layanan makanan, dan secara tidak langsung dari pengeluaran wisatawan sekitar. Namun, di Vietnam, sumber pendapatan ini hampir tidak diperhitungkan dalam pengelolaan taman.
Di sisi lain, taman kota tidak hanya melayani warga, tetapi juga berfungsi sebagai "jendela budaya" kota. Taman yang tertata rapi dapat menceritakan kisah sejarah, mencerminkan identitas lokal, atau menciptakan kembali ruang artistik. Hal ini menjadi faktor yang sangat diminati oleh wisatawan mancanegara, karena mereka tidak hanya ingin menikmati pemandangan, tetapi juga ingin merasakan budaya lokal secara autentik.
Pelajaran global dan dorongan bagi Vietnam
Menurut para ahli tata kota, taman ini berpotensi menjadi destinasi global dari negara-negara tetangga. Singapura, khususnya, telah menjadikan Gardens by the Bay sebuah ikon, menarik hampir 12 juta pengunjung pada tahun 2024; sementara Kebun Raya, sebuah situs warisan UNESCO, masih dikunjungi jutaan pengunjung setiap tahunnya.
Di Jepang, Namba Parks di Osaka menyulap atap pusat perbelanjaan setinggi delapan lantai menjadi taman vertikal, tempat festival bunga sakura tahunan meraup pendapatan jutaan dolar. Korea Selatan juga berhasil menyulap tepian Sungai Han menjadi serangkaian taman yang semarak dengan truk makanan, pasar malam, dan festival budaya, yang kini menjadi pusat pertukaran sosial dan ekonomi di Seoul.
Pelajaran ini menunjukkan bahwa taman, jika dirancang secara kreatif, dapat berubah dari sekadar ruang hijau menjadi “magnet” wisata sekaligus meningkatkan daya saing internasional.
Kota Ho Chi Minh menghadapi peluang untuk mewujudkannya. Menurut Dinas Konstruksi Kota, dalam periode 2020-2025, Kota ini telah mengembangkan lebih dari 237 hektar taman umum, menanam dan merenovasi 42.500 pohon, jauh melampaui rencana yang ditetapkan. Pada tahun 2025 saja, targetnya adalah menambah 5 hektar taman, 2 hektar ruang hijau, dan sekitar 6.000 pohon. Hal ini menjadi fondasi bagi kota untuk tidak hanya menambah area hijau tetapi juga memanfaatkan taman sebagai produk pariwisata.
Dari segi orientasi, Dinas Pariwisata Kota Ho Chi Minh telah mengidentifikasi pengembangan wisata budaya-sejarah dan wisata malam, di mana taman tepi sungai dan taman pusat merupakan ruang ideal untuk menyelenggarakan acara dan mempromosikan budaya kuliner. Tata kota baru kota ini juga bertujuan untuk mempertahankan 7 m² pepohonan hijau per orang, yang bertujuan untuk mewujudkan "kota hijau" yang sesungguhnya.
Khususnya, dorongan besar diharapkan dari jembatan penyeberangan sepanjang 720 meter yang menghubungkan Dermaga Bach Dang dan Thu Thiem, yang terinspirasi oleh daun kelapa air, dan akan mulai dibangun pada tahun 2025. Dengan desain yang menampilkan platform pandang, jalur sepeda, dan fasilitas modern, proyek ini menjanjikan akan menjadi ikon arsitektur baru di sepanjang Sungai Saigon, menarik pengunjung ke Taman Bach Dang, mengubah tempat ini menjadi "panggung alami" untuk acara budaya, festival, dan kuliner.
Para ahli berpendapat bahwa Taman Bach Dang dapat menjadi objek wisata malam dengan pasar malam, pertunjukan cahaya, musik live, dan jajanan kaki lima. Taman Tao Dan perlu dijaga "kehangatannya" dengan pameran dan pekan raya budaya sepanjang tahun. Kebun binatang perlu ditingkatkan statusnya menjadi pusat warisan dan konservasi hayati, yang terhubung dengan kegiatan edukasi dan ekowisata.
Selain itu, Pemerintah Kota perlu menyelaraskan infrastruktur seperti sistem pencahayaan artistik, rambu multibahasa, toilet standar, dan kursi santai beratap. Taman harus terhubung dengan jalan setapak, museum, teater, dan pasar tradisional, sehingga menciptakan perjalanan budaya yang lancar dan memperpanjang masa tinggal pengunjung. Di era digital, taman juga perlu ramah anak muda, melalui titik-titik check-in yang kreatif, dikombinasikan dengan promosi melalui KOL, fotografer, dan blogger perjalanan.
Terlihat bahwa Kota Ho Chi Minh sedang menghadapi "momen emas" untuk mengubah taman menjadi "magnet" yang menarik pengunjung. Sebagaimana ditegaskan oleh Dr. Daisy Kanagasapapathy: "Pertanyaannya bukan lagi apakah taman dapat menjadi destinasi wisata, tetapi kapan kota-kota seperti Hanoi dan Kota Ho Chi Minh akan memanfaatkan peluang untuk memimpin tren pariwisata hijau ini."
Sumber: https://baotintuc.vn/kinh-te/bien-cong-vien-do-thi-thanh-thoi-nam-cham-hut-khach-du-lich-20250922140629565.htm






Komentar (0)