Suara pahat dan pahat membangunkan suasana hening di Lem Coffee. Di sana, banyak orang menyentuh kayu untuk pertama kalinya dan membiarkan emosi mereka membimbing mereka di bawah bimbingan seniman Dinh Nhat Tan - seorang seniman H're yang telah berkecimpung di dunia ukir kayu di Dataran Tinggi Tengah selama 15 tahun.
Kegiatan ini diinisiasi dan disponsori oleh Bapak Tan sendiri. Di atas papan kayu berukuran 20x20 cm, pengunjung dapat menggambar hal-hal favorit mereka: bisa berupa bunga, elang yang terbang tinggi di angkasa, atau gambar gajah beserta pengasuh dan penjinaknya… Kemudian, pengunjung dipandu untuk memahat di atas kayu.
Seniman Dinh Nhat Tan mengiringi setiap goresan pahat dan ukirannya. Ia menunjukkan cara memegang alat dan menjaga keselarasan balok, sehingga dari kayu kasar dan kasar, sebuah karya seni yang bernyawa perlahan muncul.



Sambil menghargai setiap potongan kayu, seniman Dinh Nhat Tan perlahan berbagi: Ukiran kayu Tay Nguyen memiliki dua sumber. Satu sumber spiritual, hadir di dunia patung makam—tempat jiwa dan keyakinan masyarakat kita ditempatkan dalam keabadian.
Unsur yang lain bersifat dekoratif, hadir pada pilar rumah, pegangan tangga atau benda-benda yang dikenal, dan memperindah kehidupan sehari-hari.
"Di sini, saya hanya meminjam bahasa seni pahat rakyat untuk membantu Anda mengenalnya dengan cara yang paling sederhana. Yang terpenting adalah menuangkan jiwa dan emosi Anda ke dalam setiap ukiran, untuk menceritakan kisah Anda sendiri pada setiap potongan kayu," ujar Tan.
Bapak Y Sol (provinsi Dak Lak ) adalah salah satu orang pertama yang berpartisipasi dalam pengalaman ini. Ia memilih untuk memahat seekor gajah dengan seorang pawang—sebuah patung yang melambangkan tanah Dak Lak dan juga akrab dengan kehidupan sehari-hari di desanya.
Ayah Y Sol adalah seorang penjinak dan pengasuh gajah, sehingga dalam ingatannya, gambaran hewan jinak dan sahabatnya yang setia menjadi tak asing. Y Sol berkata: "Berkat Pak Tan, saya bisa menuangkan ide-ide di kepala saya ke dalam ukiran kayu. Setiap goresan pahat mengingatkan saya pada masa kecil saya di desa."


Bagi Ibu Vo Thi Diem Huong (juga dari Dak Lak) yang mencoba mengukir kayu untuk pertama kalinya, ini merupakan perjalanan yang menantang tetapi juga mengasyikkan.
Dari goresan pahat awal yang canggung hingga bentuk ikan yang perlahan muncul, ia membutuhkan waktu hampir sehari untuk menyelesaikannya. "Itu adalah pengalaman yang membuat saya terus berimajinasi. Keindahan ukiran kayu terasa sederhana sekaligus menggugah pikiran, membuat saya ingin mempelajari lebih lanjut tentang budaya Dataran Tinggi Tengah," ujarnya.


Memilih gambar elang yang terbang di bawah sinar matahari, Bapak Dinh Dai Da (suku H're, Provinsi Quang Ngai ) melihatnya sebagai simbol kekuatan dan kegigihan. Ia berbagi: "Saat menyentuh ukiran kayu rakyat, saya dapat merasakan kegigihan orang-orang. Sebagai balasannya, saya merasakan momen-momen di mana saya benar-benar tenggelam dalam karya tersebut, melupakan waktu, hanya emosi dan kayu yang tersisa," ujarnya.
Di ruang hutan pinus hijau di sebelah "mata Pleiku", lokakarya ukiran kayu seperti ruang tenang bagi para peserta untuk bersantai dan mendengarkan dialog antara kayu dan hati mereka.

Kelas dasar hanya berlangsung satu hari, cukup bagi pengunjung untuk merasakan sepotong budaya Dataran Tinggi Tengah yang unik. Bagi mereka yang ingin mempelajari lebih lanjut, seniman Dinh Nhat Tan juga membuka kelas lanjutan, yang membawa siswa ke dunia seni rakyat yang penuh simbol.
Bukan hanya pengalaman kreatif, lokakarya yang diprakarsai seniman Dinh Nhat Tan juga merupakan jembatan yang menghubungkan dengan keindahan murni budaya Dataran Tinggi Tengah.
Sumber: https://baogialai.com.vn/cham-vao-ve-dep-dieu-khac-go-dan-gian-tay-nguyen-post565780.html






Komentar (0)