Tren ini juga muncul di bidang non-akademis seperti seni dan olahraga .
Menurut data Kementerian Pendidikan , lebih dari 50% siswa sekolah dasar akan terdaftar di program non-akademik pada tahun 2024-2025. Anggaran untuk sektor ini akan meningkat dari 4,39 triliun won pada tahun 2022 menjadi 4,87 triliun won pada tahun 2024. Rata-rata, biaya pendidikan swasta untuk anak sekolah dasar akan mencapai 442.000 won, hampir dua kali lipat dari tahun 2015.
Survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan juga menemukan bahwa 65,1% orang tua mendaftarkan anak-anak mereka di kelas non-akademik untuk mengembangkan minat, bakat, dan memperluas pemahaman budaya mereka. Pelatih Kim Soo-yong, yang telah mengelola akademi Go swasta sejak 2018, menekankan bahwa orang tua ingin anak-anak mereka mengembangkan konsentrasi dan minat yang sehat.
Namun, harapan orang tua tidak berhenti pada hasrat. Seorang orang tua di distrik Mapo mengatakan bahwa banyak keluarga saat ini menginginkan anak-anak mereka berprestasi, baik secara akademis maupun kaya akan pengalaman. Oleh karena itu, kelas lompat tali, yang dirancang untuk mempersiapkan diri menghadapi tes kebugaran fisik di sekolah, juga telah menjadi pilihan bagi anak berbakat.
Meskipun tes ini tidak memengaruhi nilai, orang tua tetap ingin anak-anak mereka meraih hasil yang tinggi. Beberapa akademi taekwondo bahkan mengintegrasikan kelas lompat tali untuk memenuhi kebutuhan ini.
Patut dicatat, program seni dan olahraga tidak mengurangi daya tarik pembelajaran ekstrakurikuler, melainkan justru menjadi bidang baru pembelajaran ekstrakurikuler. Ketika renang dimasukkan dalam program wajib belajar, kelas renang privat pun meningkat. Di acara-acara seni sekolah, para guru juga mendorong orang tua untuk mencari kelas ekstrakurikuler guna mempersiapkan anak-anak mereka dengan lebih baik.
Meskipun sekolah negeri menawarkan klub ekstrakurikuler, jumlahnya terbatas dan pendaftarannya sulit, sehingga orang tua harus mencari pusat ekstrakurikuler di luar sekolah. Sebagai contoh, di sebuah sekolah di Bangbae-dong, Seoul, hanya terdapat 20 tempat untuk kelas seni kreatif, yang mencakup sekitar 17% dari total siswa.
Selain aspek pendidikan, lembaga pendidikan juga berperan dalam memenuhi kebutuhan pengasuhan anak. Siswa sekolah dasar seringkali selesai sekolah pada sore hari, sementara orang tua bekerja hingga malam hari. Lembaga bimbingan belajar merupakan salah satu cara untuk mengisi kesenjangan ini. Menurut Kementerian Pendidikan, 18,1% orang tua mengaku telah mendaftarkan anak-anak mereka untuk mengikuti bimbingan belajar guna menyediakan layanan pengasuhan setelah sekolah.
Maraknya lembaga non-akademik mencerminkan pergeseran lanskap pendidikan swasta di Korea Selatan. Dari lompat tali hingga lompat tali, dari seni hingga olahraga, orang tua ingin anak-anak mereka tidak hanya berbakat secara akademis tetapi juga memiliki keterampilan dan pengalaman yang menyeluruh.
Namun, pertanyaan tentang keseimbangan antara pendidikan sekolah dan akademi tetap terbuka, karena pasar swasta terus menunjukkan daya tarik yang unggul dalam hal kualitas dan kemudahan.
Menurut statistik tahun 2020, setiap siswa sekolah dasar di Korea rata-rata mengikuti 2,3 pusat bimbingan belajar privat. Bahasa Inggris memimpin dengan 57,5%, diikuti oleh matematika, piano, seni rupa, dan taekwondo. Pada tahun 2023, siswa sekolah dasar akan menghabiskan rata-rata 7,5 jam per minggu untuk bimbingan belajar privat. Data Statistik Korea menunjukkan bahwa total pengeluaran untuk pendidikan swasta pada tahun 2024 akan mencapai 29,2 triliun won, di mana siswa sekolah dasar akan mencapai 13,2 triliun won, lebih tinggi daripada siswa sekolah menengah pertama dan atas.
Sumber: https://giaoducthoidai.vn/giao-duc-tu-nhan-han-quoc-mo-rong-da-dang-post747797.html
Komentar (0)