Kinhtedothi - Pada sore hari tanggal 26 November, dengan 407/451 wakil Majelis Nasional berpartisipasi dalam pemungutan suara yang mendukung (mencakup 84,97% dari jumlah total wakil Majelis Nasional), Majelis Nasional memilih untuk mengesahkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (diamandemen).
Sebelumnya, saat menyampaikan Laporan tentang penjelasan, penerimaan dan revisi rancangan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (perubahan), Ketua Komisi Keuangan dan Anggaran Le Quang Manh menyampaikan bahwa terkait tarif pajak (Pasal 9), banyak pendapat yang menyetujui usulan penerapan tarif pajak sebesar 5% terhadap pupuk.
Beberapa pendapat menyarankan untuk mempertahankan peraturan yang berlaku; yang lain menyarankan penerapan tarif pajak 0% atau 1%, 2%. Beberapa pendapat menyarankan penilaian komprehensif terhadap dampak peraturan ini terhadap petani dan produksi pertanian serta akuatik. Beberapa pendapat mengkhawatirkan kemungkinan bisnis memanfaatkan kebijakan ini, menaikkan harga, dan memengaruhi petani.
Terkait usulan penerapan tarif pajak pertambahan nilai sebesar 0% (atau 1%, 2%) terhadap pupuk, Komite Tetap Majelis Nasional melaporkan: Jika pupuk dikenakan tarif pajak 0%, maka akan memberikan manfaat bagi produsen pupuk dalam negeri maupun importir karena keduanya akan mendapatkan pengembalian pajak pertambahan nilai masukan yang telah dibayarkan dan tidak perlu membayar pajak pertambahan nilai keluaran.
Namun, dalam kasus ini, Negara harus mengeluarkan uang setiap tahun untuk mengembalikan pajak kepada pelaku usaha. Selain merugikan anggaran Negara, penerapan tarif pajak 0% untuk pupuk bertentangan dengan prinsip dan praktik pajak pertambahan nilai, yaitu tarif pajak 0% hanya berlaku untuk barang dan jasa yang diekspor, bukan untuk konsumsi dalam negeri. Penerapan tarif pajak 0% ke arah ini akan merusak netralitas kebijakan perpajakan, menciptakan preseden buruk, dan tidak adil bagi industri manufaktur lainnya.
Menurut penjelasan lembaga penyusun, pengaturan tarif pajak tambahan sebesar 2% akan memerlukan restrukturisasi Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, seperti merancang klausul tersendiri tentang tarif pajak, dan menambahkan pengaturan restitusi pajak pertambahan nilai untuk kasus ini. Pengaturan tarif pajak sebesar 1% atau 2% untuk pupuk juga tidak sejalan dengan tujuan reformasi pajak pertambahan nilai, yaitu mengurangi jumlah tarif pajak, bukan meningkatkan jumlah tarif pajak dibandingkan dengan peraturan yang berlaku saat ini, sebagaimana dijelaskan kepada delegasi Majelis Nasional.
Berdasarkan pendapat para anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dalam Laporan No. 1035/BC-UBTVQH15 tertanggal 28 Oktober 2024, Komite Tetap Dewan Perwakilan Rakyat menjelaskan dan melaporkan dampak perubahan tarif produk pupuk dari bebas pajak menjadi 5% kena pajak. Pemerintah juga menerbitkan Berita Resmi No. 692/CP-PL untuk melengkapi penjelasan tersebut dan memberikan data pendukung yang spesifik.
Untuk menyampaikan pandangan DPR secara tepat dalam menyikapi persoalan di atas, Ketua Badan Anggaran dan Keuangan menyampaikan bahwa Sekretaris Jenderal DPR telah melayangkan permintaan pendapat para anggota DPR mengenai dua pilihan, yakni mengenakan pajak sebesar 5% dan tetap menggunakan ketentuan yang berlaku saat ini.
Melalui sintesis pendapat, ditunjukkan bahwa 72,67% dari total anggota DPR menyetujui usulan Komite Tetap DPR dan Pemerintah untuk menetapkan tarif pajak sebesar 5% untuk pupuk, mesin, peralatan khusus untuk produksi pertanian, dan kapal penangkap ikan. Oleh karena itu, hal ini tercermin dalam Klausul 2, Pasal 9 Rancangan Undang-Undang.
Terkait dengan ambang batas penerimaan negara bukan objek pajak pertambahan nilai, Ketua Badan Anggaran dan Keuangan (BPK) mengatakan, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku saat ini mengamanatkan penerimaan negara bukan objek pajak pertambahan nilai sebesar Rp100 juta/tahun.
Menurut perhitungan Kementerian Keuangan, jika pendapatan negara bukan pajak sebesar 200 juta VND/tahun, maka pendapatan anggaran negara akan berkurang sekitar 2,630 miliar VND; jika pendapatan negara bukan pajak sebesar 300 juta VND/tahun, maka pendapatan anggaran negara akan berkurang sekitar 6,383 miliar VND.
Oleh karena itu, untuk memastikan peningkatan yang wajar pada ambang batas pendapatan tidak kena pajak, relatif konsisten dengan rata-rata tingkat pertumbuhan PDB dan CPI dari tahun 2013 hingga saat ini, Rancangan Undang-Undang tersebut menetapkan ambang batas pendapatan sebesar VND 200 juta/tahun sebagaimana dinyatakan dalam Rancangan Undang-Undang tersebut.
[iklan_2]
Sumber: https://kinhtedothi.vn/quoc-hoi-chot-quy-dinh-doanh-thu-tu-200-trieu-dong-nam-tro-xuong-khong-phai-nop-thue-gia-tri-gia-tang.html
Komentar (0)