Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) baru saja merilis pedoman tata kelola dan etika AI (kecerdasan buatan). Dokumen ini berfungsi sebagai panduan bagi organisasi di kawasan yang ingin merancang, mengembangkan, dan menerapkan aplikasi teknologi AI untuk tujuan komersial dan non- militer .
Pedoman tersebut dirilis setelah sesi penutupan Pertemuan Menteri Digital ASEAN ke-4 yang diadakan di Singapura pada awal Februari untuk membahas masalah digital yang muncul, termasuk AI dan penipuan dunia maya.
Isi pedoman ini berfokus pada dorongan konektivitas dalam ASEAN dan promosi interoperabilitas pada teknologi AI antar yurisdiksi.
Dokumen ini mencakup rekomendasi tentang inisiatif nasional dan regional yang dapat dipertimbangkan untuk diterapkan oleh pemerintah anggota ASEAN guna merancang, mengembangkan, dan menerapkan sistem AI secara bertanggung jawab.
Rekomendasi ini meliputi pembinaan dan pengembangan bakat AI, peningkatan keterampilan tenaga kerja, serta penelitian dan pengembangan teknologi kecerdasan buatan.
Proposal regional mencakup pembentukan kelompok kerja untuk mengembangkan dan menerapkan pedoman umum tentang tata kelola dan etika AI. ASEAN juga menghimbau perusahaan teknologi untuk menerapkan struktur penilaian risiko AI dan pelatihan tata kelola AI. Tindakan spesifik terkait isu ini akan diputuskan oleh perusahaan dan regulator lokal.
Faktanya, minat terhadap kecerdasan buatan telah melonjak sejak tren ChatGPT. Asisten virtual OpenAI telah menjadi hit dan viral karena kemampuannya melakukan percakapan dengan respons berkualitas tinggi.
Inilah saatnya masyarakat mulai peduli tentang cara menerapkan kecerdasan buatan, bersama dengan isu-isu terkait hukum dan etika AI, cara menggunakan kecerdasan buatan secara bertanggung jawab.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)