Pada pertemuan dengan para pemilih di Hanoi sebelum sidang ke-10 Majelis Nasional ke-15 pada tanggal 30 September, Sekretaris Jenderal To Lam menghabiskan banyak waktu berbicara tentang masalah tanah dan proyek terbengkalai yang menyebabkan pemborosan.
Sekretaris Jenderal menunjukkan fakta bahwa Negara mengelola harga bensin, listrik dan banyak komoditas lainnya, tetapi harga tanah ditetapkan kepada dewan dan perusahaan konsultan untuk menetapkan harga sesuai dengan pasar.
Hal ini mengakibatkan terjadinya manipulasi pasar dan inflasi harga, sehingga mengakibatkan kesulitan bagi kehidupan masyarakat ketika barang-barang lain yang tidak dikelola oleh Negara ikut mengalami kenaikan harga.

Sekretaris Jenderal To Lam bertemu dengan para pemilih di Hanoi pada tanggal 30 September (Foto: Manh Hung).
Sekretaris Jenderal bertanya: "Baru-baru ini, Hanoi melelang tanah seperti di Dong Anh, di sana-sini, jadi apakah lelang semacam itu benar-benar adil?"
Sekretaris Jenderal mencontohkan petak-petak tanah yang sangat kecil dan tersebar yang tidak dapat digunakan untuk apa pun, tetapi dilelang. "Para pialang tanah" datang ke pelelangan, menaikkan harga sebidang tanah tersebut sangat tinggi sehingga tanah mereka yang luasnya ribuan hektar di sebelahnya dapat dijual dengan harga yang sangat tinggi.
"Masyarakat berpikir bahwa kampung halaman mereka ada di sana, mereka tinggal di sana, tetapi sekarang mereka tidak bisa lagi membeli tanah di kampung halaman mereka karena harganya telah melambung tinggi. Para "broker tanah" melambungkan harga dengan sangat tinggi, yang kemudian memicu spekulasi dan penimbunan... menjadi kaya karenanya," ujar Sekretaris Jenderal, seraya menekankan perlunya mengelola kekurangan dan melakukan penyesuaian untuk memulihkannya.
Sekretaris Jenderal juga menyinggung fakta bahwa banyak proyek dan pekerjaan ditunda, menyebabkan pemborosan besar ketika ribuan hektar lahan tidak dimanfaatkan. Berdasarkan peninjauan, terdapat hampir 3.000 proyek sejenis di seluruh negeri, dan baru-baru ini hanya lebih dari 1.000 proyek dengan nilai hampir 1 kuadriliun VND yang telah diselesaikan.
Menurut Sekretaris Jenderal, instansi pusat juga sedang mengkaji amandemen Undang-Undang Pertanahan dan Undang-Undang Tata Ruang/Tata Ruang. Amandemen undang-undang tersebut tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa atau dangkal, melainkan harus sesuai dengan realitas pembangunan.
Menekankan sudut pandang yang konsisten bahwa tanah adalah milik seluruh rakyat, dimiliki dan dikelola oleh Negara, dan tidak dapat diprivatisasi, Sekretaris Jenderal bertanya: "Mengapa semua tanah Negara menjadi milik pribadi?"
Sekretaris Jenderal menegaskan bahwa Negara harus menjamin hak pemanfaatan lahan secara adil dan efektif bagi seluruh rakyat, dengan menghindari pemborosan. Selain itu, Negara harus memaksimalkan efisiensi sumber daya lahan untuk membangun negara.
"Tanah tidak boleh dijual kepada orang asing, dan orang asing tidak boleh memiliki tanah Vietnam. Jika Anda membeli rumah atau pintu, Anda harus membeli dari lantai dua ke atas atau membeli rumah di atas tanah. Anda tidak berhak memiliki tanah. Setiap jengkal tanah suci juga milik kita," tegas Sekretaris Jenderal.
Menurut Sekretaris Jenderal, untuk secara efektif mempromosikan sumber daya lahan bagi pembangunan nasional, lahan tersebut tidak boleh disia-siakan.
"Masyarakat bisa memantau, kenapa lahan utama dibiarkan menganggur selama 10 tahun, 20 tahun? Dengan rumput yang tumbuh seperti ini, siapa yang bertanggung jawab? Itu pemborosan sumber daya nasional, sumber daya negara," Sekretaris Jenderal mengangkat isu tersebut, sekaligus menuntut agar "sampah harus ditangani".
"Kami sangat sedih melihat banyak proyek terkait lahan terbengkalai dan terbuang sia-sia setiap hari dan setiap jam," ujar Sekretaris Jenderal, seraya menegaskan bahwa "lahan harus memiliki pengelola, dan harus ada yang bertanggung jawab atas lahan yang terbengkalai dan menyebabkan pemborosan."
Sumber: https://dantri.com.vn/thoi-su/tong-bi-thu-to-lam-gia-dat-bi-thoi-len-kinh-khung-qua-20251001000032947.htm
Komentar (0)