
Dr. Birgit Aust, dari Pusat Penelitian Tempat Kerja Nasional Denmark, membagikan beberapa studi baru terkait kesehatan mental di tempat kerja - Foto: UEH.ISB
Pada tanggal 10 Desember, konferensi ilmiah internasional "IMAGINE! Membayangkan Masa Depan: Pekerjaan dan Kesehatan Mental" diselenggarakan oleh Komisi Kesehatan Kerja Dunia tentang Organisasi Kerja dan Faktor Psikososial di Sekolah Talenta UEH.ISB (Universitas Ekonomi Kota Ho Chi Minh).
Berbagai risiko kesehatan dan kesehatan mental
Profesor Michael Quinlan, profesor emeritus hubungan kerja di Universitas New South Wales (Australia), membagikan data historis yang menunjukkan bahwa risiko psikososial di tempat kerja telah ada sejak abad ke-19.
Dia mengutip catatan buruh miskin dari era "kerja paksa" dan membandingkan perbedaan mendasar antara model pengemudi berbasis platform dan tenaga kerja sementara saat ini, seperti layanan transportasi daring.
Menurut Profesor Quinlan, bentuk-bentuk pekerjaan tidak tetap modern, seperti pendapatan yang tidak stabil, kurangnya suara, pengawasan teknologi, dan risiko kehilangan pekerjaan yang tinggi, menciptakan lingkaran setan stres yang tidak dapat dihindari oleh individu.
Studi yang ia kutip di konferensi tersebut menunjukkan bahwa pekerja migran, perempuan, dan pekerja kontrak jangka pendek adalah kelompok yang paling parah terkena dampak masalah kesehatan mental.
Dari perspektif biologis, Profesor Frida Marina Fischer, Sekolah Kesehatan Masyarakat, Universitas São Paulo (Brasil), menyajikan serangkaian bukti yang menunjukkan bahwa tubuh manusia dipaksa untuk bekerja melawan ritme biologis alaminya.
Dia menyatakan bahwa bekerja shift malam, shift bergilir, atau tidur kurang dari enam jam dalam jangka waktu lama dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena serangan jantung, stroke, diabetes tipe 2, obesitas, dan beberapa jenis kanker.
Sebuah studi terhadap setengah juta orang di Inggris juga menunjukkan bahwa pekerja shift malam memiliki risiko hampir dua kali lipat tertular COVID-19 dibandingkan dengan mereka yang bekerja pada jam kerja reguler. "Ini adalah batasan biologis, bukan masalah kemauan," kata Fischer.

Bapak Seong-Kyu Kang dari Komisi Kesehatan Kerja Internasional berbicara pada upacara pembukaan pada malam tanggal 10 Desember - Foto: TRONG NHAN
Pendekatan ilmiah terhadap manajemen kesehatan mental.
Profesor Madya Michelle Tuckey dari Universitas Australia Selatan (Australia) menganalisis penyebab perilaku negatif seperti kekasaran, penghinaan, pengucilan, atau perundungan di tempat kerja.
Menurutnya, perilaku-perilaku ini bukan disebabkan oleh "kepribadian," melainkan berasal dari desain dan pengoperasian pekerjaan yang tidak memadai, seperti penugasan peran yang ambigu, beban kerja yang berlebihan, keterampilan manajemen yang buruk, dan proses yang tidak logis.
Sebuah eksperimen lapangan yang dilakukan oleh timnya di 327 departemen sebuah jaringan supermarket menunjukkan bahwa ketika organisasi meningkatkan transparansi, meningkatkan rasa hormat, dan mendorong koordinasi internal, perundungan menurun secara signifikan.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa pencegahan pelecehan harus dimulai dari tingkat sistemik, bukan dengan memberikan nasihat untuk mengubah sikap individu.
Dari perspektif intervensi, Dr. Birgit Aust, dari Pusat Penelitian Lingkungan Kerja Nasional Denmark, berpendapat bahwa solusi yang berpusat pada individu seperti meditasi, keterampilan mengatasi masalah, dan konseling psikologis hanya menawarkan manfaat jangka pendek.
Sebaliknya, langkah-langkah seperti perancangan ulang pekerjaan, penyesuaian jam kerja, perampingan staf, peningkatan kendali karyawan, peningkatan komunikasi, dan peningkatan kemampuan manajemen adalah hal-hal yang benar-benar membawa perubahan substantif.
Dia juga memperingatkan bahwa banyak intervensi organisasi gagal karena kurangnya sumber daya, dukungan kepemimpinan yang tidak memadai, atau implementasi yang tidak tepat, yang menyebabkan lingkungan kerja yang lebih buruk.
Konferensi internasional "IMAGINE! Visualizing the Future: Work and Mental Health" yang berlangsung dari tanggal 10 hingga 12 Desember ini mempertemukan lebih dari 300 delegasi internasional dari 25 negara di 6 benua, melanjutkan kesuksesan acara pertama pada tahun 2023 di Tokyo.
Profesor Madya Bui Quang Hung, kepala Universitas Ekonomi Kota Ho Chi Minh, mengatakan bahwa dunia kerja sedang mengalami transformasi mendalam akibat dampak teknologi, transformasi digital, perubahan iklim, dan konsekuensi pasca-pandemi. Tekanan pada kesehatan mental semakin meningkat, terutama bagi generasi pekerja muda.
"Lokakarya ini juga mencerminkan kepedulian yang mendalam terhadap kesehatan mental, kesejahteraan kerja, dan martabat manusia dalam organisasi modern," katanya.
Sumber: https://tuoitre.vn/300-chuyen-gia-nha-khoa-hoc-den-tp-hcm-trao-doi-ve-suc-khoe-tinh-than-khi-lam-viec-20251210182459712.htm






Komentar (0)