
Pakar Tiongkok mengkritik kebijakan naturalisasi Indonesia - Foto: Sina
China gagal lolos ke Piala Dunia 2026. Segera setelah itu, para ahli dan media Tiongkok membahas berbagai opsi untuk menghidupkan kembali sepak bola negara tersebut. Di antara opsi yang sedang dipertimbangkan adalah naturalisasi, dengan mengambil contoh keberhasilan sepak bola Indonesia dengan gelombang naturalisasi besar-besaran.
Namun, banyak pakar sepak bola Tiongkok langsung menolak opsi ini, dengan alasan bahwa naturalisasi hanyalah solusi sementara dan cepat atau lambat akan menjadi bumerang. Sina Sports menulis: "Pemain naturalisasi bukanlah obat mujarab. Sepak bola Filipina telah mencoba metode ini sejak lama. Tetapi mereka bahkan tidak bisa mengalahkan Guam."
Sepak bola Tiongkok juga telah tersesat. Elkeson dan Alan mengenakan seragam tim nasional Tiongkok, tetapi kita tetap kalah dari Suriah. Sepak bola bergantung pada sistem pembinaan pemain muda, bukan pada beberapa pemain asing untuk mengubah nasib kita."
Media Tiongkok juga menyebut sepak bola Indonesia sebagai contoh. Situs web The New Plot Opens menulis: "Liga Indonesia berada di titik terendah. Infrastrukturnya ketinggalan zaman, sistem pembinaan pemain muda lumpuh, dan kemampuan pemain lokal tidak tinggi. Mereka sepenuhnya bergantung pada pemain naturalisasi untuk mempertahankan penampilan."
Ini seperti orang kaya baru yang mengenakan merek terkenal untuk pamer. Hasilnya mungkin membaik dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang itu jelas merupakan pemborosan usaha.
Keinginan Asosiasi Sepak Bola Indonesia untuk meraih kesuksesan dengan cepat justru berbalik menjadi bumerang. Naturalisasi massal menyebabkan konflik di ruang ganti. Pemain lokal secara terbuka mengeluh tentang kurangnya kesempatan yang mereka dapatkan. Pemain Belanda memandang rendah pemain lokal, dan konflik sering terjadi di lapangan latihan.
Para ahli Tiongkok percaya bahwa sepak bola harus dikembangkan dengan cara yang sama seperti di Jepang atau Korea Selatan. Mereka menyatakan: "Jepang telah fokus pada pengembangan pemain muda selama 30 tahun dan sekarang dapat bersaing dengan Jerman. Korea Selatan menekankan sistem sepak bola sekolah dan talenta seperti Son Heung-min terus bermunculan."
Indonesia ingin mengambil jalan pintas, tetapi pada akhirnya hanya memperburuk keadaan. Kebijakan naturalisasi akan menjadi bumerang cepat atau lambat. Para pemain Eropa atau Afrika ini datang untuk bekerja demi bonus tinggi...
Ketika impian Piala Dunia mereka hancur, mereka akan menjadi yang pertama mengemasi barang-barang dan pergi. Kekacauan yang tertinggal harus dibersihkan oleh pemain lokal dan siklus buruk ini tidak akan pernah berakhir."
Sumber: https://tuoitre.vn/chinh-sach-nhap-tich-som-muon-gi-cung-se-phan-tac-dung-20250614103927899.htm










Komentar (0)