Tepat pukul 10 malam, kamar sewaan Bapak Trinh Van Luu (63 tahun, Hung Yen ), seorang pasien kanker laring, meski lampu dalam keadaan mati, namun terus bergema dengan suara orang membalikkan badan.
Ada sesi radioterapi pukul 23.00, jadi tak lama setelah makan malam, Pak Luu dan putranya membersihkan diri dan pergi tidur, berharap bisa tidur beberapa jam untuk memulihkan tenaga. Namun, ketika waktu sesi radioterapi semakin dekat, mereka berdua masih terjaga, tidak bisa tidur.
"Ini tidak sesuai dengan rutinitas harian saya, lalu lintasnya bising, dan saya selalu khawatir tidak bisa tidur dan melewatkan sesi radioterapi, jadi sulit untuk tidur beberapa jam," kata putra Bapak Luu.
Akomodasi sementara bagi Bapak Luu dan anaknya selama masa perawatan ini adalah sebuah kamar yang luasnya kurang dari 5 meter persegi, yang hanya cukup untuk sebuah tempat tidur dan sebuah rak kecil.
Didiagnosis kanker laring pada September 2023, Tn. Liu menjalani laringektomi dan diseksi kelenjar getah bening sebelum menjalani radioterapi. Kerusakan akibat penyakit tersebut terlihat jelas pada tubuh pria berusia enam puluhan tersebut.
Alarm berbunyi pukul 22.15. Seperti biasa, ayah dan anak itu berpakaian, mengambil tas berisi perlengkapan yang dibutuhkan, dan memulai perjalanan terapi radiasi malam hari.
Di tengah malam yang gelap, dari gang-gang gelap di sekitar Rumah Sakit K, suara langkah kaki dan suara-suara semakin bergema. Seperti Pak Luu, mereka adalah pasien kanker dan keluarga mereka yang dijadwalkan menjalani radioterapi pukul 23.00.
Dari gerbang RS K, pasien yang menjalani radioterapi pukul 22.00 juga mulai beranjak pergi. Saat membantu suaminya yang menderita kanker nasofaring menyeberangi Jalan Cau Buu, Ibu Hoa (nama samaran) hampir tersandung dua kali karena gelap dan penglihatannya yang sudah kabur karena usia.
Suami Ibu Hoa memulai terapi radiasi pada 16 Oktober, sekali sehari. Wanita dengan dua jenis rambut berbeda ini mengatakan ia beruntung karena radiasinya tidak terlalu larut malam.
"Setahu saya, ada sesi terapi radiasi setiap jam atau lebih. Setiap minggu atau lebih, pasien mengubah jadwal terapi radiasi mereka. Untungnya, suami saya tidak perlu menjalani terapi radiasi terlalu larut malam," ujar Ibu Hoa.
Kembali ke kamar sewaan, suami Nyonya Hoa duduk di tempat tidur, wajahnya tampak lelah. Kulit pria berusia 58 tahun itu gelap akibat efek samping terapi radiasi.
Sementara suaminya beristirahat, Nyonya Hoa buru-buru mencampur susu dan mengambil obat. Proses yang disebutnya sebagai pemulihan pasca-radiasi ini biasanya berlangsung selama 30 menit, sebelum pasangan itu sempat tidur siang.
"Setelah terapi radiasi, dia sangat lelah. Wajahnya hitam dan melepuh. Dia menderita kanker nasofaring dan tidak bisa makan, jadi dia hanya bisa minum susu untuk memulihkan tenaganya," kata Ibu Hoa.
Pada saat ini barisan tunggu di depan ruang radioterapi sudah mulai terisi, sebagian orang memanfaatkan kesempatan tersebut untuk tidur siang.
Setelah menunggu sekitar 30 menit, tibalah giliran Pak Luu untuk menjalani perawatan radiasi. "Waktu tunggunya memang lama, tetapi ketika tiba waktunya untuk perawatan radiasi, hanya butuh sekitar 10 menit," ujar putranya.
Pukul 23.30, ayah dan anak itu saling mendukung kembali ke kamar sewaan. Melihat ayahnya yang lelah dan kesakitan setelah radiasi, pemuda itu kembali khawatir. "Dia semakin lemah karena penyakitnya. Ini baru beberapa suntikan radiasi pertama, kudengar semakin banyak suntikan, semakin lelah dia. Semoga dia bisa bertahan," renungnya.
Sudah lewat tengah malam, tetapi Tuan Liu masih tidak bisa tidur karena orang-orang di luar terus keluar masuk untuk bergantian menjalani terapi radiasi.
[iklan_2]
Sumber: https://dantri.com.vn/suc-khoe/dem-trang-xa-tri-cua-nhung-phan-nguoi-mang-k-20241031175346616.htm
Komentar (0)