ChatGPT "macet" yang menyebabkan banyak anak muda kebingungan dalam memproses informasi, kesulitan memahami setiap kata karena sudah lama tidak menggunakan otak, atau bahkan rapat yang membuat karyawannya linglung. Kisah ini terdengar seperti lelucon, tetapi itulah kenyataannya.
Kecerdasan buatan, terutama bentuk AI generatif seperti ChatGPT, dengan cepat mengubah lanskap media berita, berdampak besar pada proses produksi dan penyebaran berita secara global. Perubahan ini mencakup berbagai tahap, mulai dari pembuatan konten hingga distribusi dan keterlibatan audiens.
Bagaimana kecerdasan buatan memengaruhi pembuat konten?
Dalam seminar "Kekuatan Kecerdasan Buatan bagi Pekerja Media Muda" yang diselenggarakan oleh Universitas Ilmu Sosial dan Humaniora pada 12 Juni, Bapak Bui Cong Duyen, Direktur Produk ONECMS Convergence Newsroom, Perusahaan Saham Gabungan NEKO Technology, menyampaikan bahwa kantor berita besar seperti Associated Press (AP), Bloomberg, dan Reuters telah banyak menerapkan jurnalisme otomatis yang dikendalikan oleh kecerdasan buatan.
Wordsmith dari Automated Insights adalah platform terkemuka yang digunakan oleh AP untuk menghasilkan ribuan laporan keuangan setiap kuartal, memastikan liputan yang luas dan tepat waktu. Demikian pula, The Washington Post telah mengembangkan Heliograf, sebuah sistem kecerdasan buatan yang secara otomatis menghasilkan artikel untuk acara rutin seperti olahraga dan hasil pemilu, dengan kecepatan dan akurasi yang luar biasa. Selain itu, model bahasa berskala besar seperti GPT-4 dari OpenAI menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan artikel berita yang kompleks dan mirip manusia tentang berbagai topik, memahami konteks, dan fleksibel dalam berbagai aplikasi jurnalisme,” ujar Duyen.
Selain itu, AI membantu mempersonalisasi konten dan berinteraksi dengan audiens. The New York Times menggunakan AI untuk rekomendasi berita yang dipersonalisasi, sebuah strategi yang krusial dalam mendorong langganan digital mereka.
Meskipun personalisasi meningkatkan keterlibatan dan loyalitas, hal ini juga berisiko menciptakan “gelembung filter” atau “silo topik”.
“Keberhasilan personalisasi dalam mendorong langganan digital menyoroti dampak langsung kecerdasan buatan terhadap keberlanjutan finansial organisasi berita,” saran Duyen.
Selain efek "ajaib" yang dapat membantu meningkatkan efisiensi kerja berkali-kali lipat, tidak dapat dipungkiri bahwa kecerdasan buatan juga dapat membawa dampak negatif. Dalam beberapa tahun terakhir, terutama dengan munculnya ChatGPT, anak muda dapat dengan mudah membuat konten hanya dengan beberapa baris kode.
Foto-foto yang menggunakan teknologi deepfake menarik jutaan interaksi dan share. Kanal-kanal TikTok dengan konten yang diproduksi oleh kecerdasan buatan, yang baru ada beberapa bulan, telah menarik banyak tayangan dan interaksi dengan angka yang diimpikan oleh banyak produsen konten dan bahkan agensi pers besar. Efektivitasnya memang nyata, tetapi di platform "palsu", foto-foto palsu, informasi palsu," kata Bapak Duyen.
Tanpa ChatGPT, ini seperti "ikan yang keluar dari kolam"
Tidak hanya itu, ketergantungan yang berlebihan pada kecerdasan buatan juga dapat menyebabkan “kecerdasan sesungguhnya” – otak manusia – jatuh ke dalam kondisi kelelahan jika tidak aktif dalam jangka waktu lama.
Prof. Dr. Hoang Anh Tuan, Rektor Universitas Ilmu Sosial dan Humaniora (Universitas Nasional Vietnam, Hanoi ) berbagi cerita ketika dalam 2 hari terakhir ia membaca banyak kasus anak muda yang terjerumus ke dalam situasi membingungkan ketika tenggat waktu tiba dan ChatGPT tiba-tiba membeku dan tidak merespons perintah.
Mereka berbagi: Beberapa tahun yang lalu, keterampilan seperti mencari informasi, menemukan ide, menulis artikel, mengedit, dan mengoreksi dulunya familiar dan cukup mudah. Sekarang, keterampilan tersebut menjadi sulit dan menyiksa. Atau bahkan rapat di mana karyawan duduk terpaku karena ChatGPT sedang tidak berfungsi.
"Kisah ini terdengar cukup lucu, tetapi merupakan peringatan bagi semua orang, terutama kaum muda yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalani kehidupan. Jangan biarkan "Tanpa ChatGPT, saya seperti ikan yang ditarik keluar dari kolam". Terapkan teknologi, tetapi jangan lupakan kemanusiaan. Menerapkan teknologi berarti menjadikannya alat, bukan menggantikan otak Anda," tegas Profesor Hoang Anh Tuan.
Menurut Profesor Dr. Hoang Anh Tuan, 100 tahun telah berlalu, kita berdiri di ambang abad baru, di mana jurnalisme dan media bukan hanya kisah sebuah profesi, tetapi juga masalah teknologi, etika, dan keberanian profesional di dunia yang terus berubah.
Memasuki dekade ketiga abad ke-21, pers dan media Vietnam menghadapi era digital yang berkembang pesat. Kecerdasan buatan, data besar, realitas virtual, teknologi Blockchain, atau model media otomatis sedang mengubah seluruh ekosistem media. Setiap hari, kita menyaksikan kemunculan teknologi baru, pembaharuan metode penyampaian informasi, dan khususnya peran jurnalis dan pekerja media diposisikan ulang dalam konteks tersebut.
Jurnalisme di era digital bukan hanya tentang pemanfaatan teknologi, tetapi juga tentang memahami hakikat teknologi untuk menciptakan nilai baru bagi konten, bagi komunitas, dan bagi masyarakat. Kekuatan kecerdasan buatan sungguh luar biasa.
"Namun, AI tidak dapat menggantikan kualitas inti yang membentuk seorang jurnalis sejati: kecerdasan, keberanian, tanggung jawab sosial, dan keinginan untuk berkontribusi pada kebenaran. AI dapat membantu jurnalis menciptakan konten, menganalisis data, mempersonalisasi informasi - tetapi manusialah yang menentukan arah konten tersebut," tegas Prof. Dr. Hoang Anh Tuan.
Sumber: https://baohungyen.vn/dung-de-chatgpt-sap-khien-ca-cuoc-hop-ngoi-ngan-ngo-3181764.html










Komentar (0)