| Melemahnya ekonomi global, dampak pandemi Covid-19, perubahan iklim, kampanye militer khusus di Ukraina, dan konflik di Timur Tengah berdampak pada Ethiopia. (Sumber: DW) |
Tepat sebelum Tahun Baru 2024, berita buruk datang ke Ethiopia ketika pemerintah di Addis Ababakhi tidak dapat membayar bunga sebesar 33 juta USD pada obligasi pemerintah internasional.
Pada akhir 2023, Kementerian Keuangan Ethiopia menyatakan telah berupaya menegosiasikan ulang persyaratan obligasi sebelum batas waktu pembayaran bunga. Namun, kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan mengenai perpanjangan pembayaran bunga dan pembagian pembayaran utang obligasi negara senilai $1 miliar, yang seharusnya jatuh tempo pada Desember 2024.
Negara Afrika itu saat ini tengah berunding dengan Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai paket dana talangan untuk mengatasi resesi negara tersebut.
Akankah perekonomian kembali ke jalurnya?
Pada bulan Agustus 2023, kelompok BRICS yang terdiri dari negara-negara ekonomi berkembang terkemuka mengumumkan bahwa mereka telah menerima lima anggota baru: Mesir, Iran, Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, dan Ethiopia pada tanggal 1 Januari 2024.
Saat itu, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed dengan gembira menyampaikan: "Ini adalah momen penting bagi Ethiopia. Para pemimpin BRICS telah menyetujui keanggotaan kami. Ethiopia siap bekerja sama dengan semua pihak demi tatanan dunia yang sejahtera dan inklusif."
Bergabungnya Etiopia dengan BRICS menawarkan secercah harapan. Menteri Keuangan Etiopia, Ahmed Shide, mengatakan kepada stasiun televisi pemerintah Tiongkok, CGTN, bahwa langkah tersebut merupakan keuntungan diplomatik yang penting bagi negara tersebut.
"Etiopia akan terus bekerja sama dengan mitra tradisional. Namun, negara ini juga akan meningkatkan hubungan secara signifikan dengan mitra baru—seperti negara-negara BRICS—yang ekonominya sedang berkembang pesat," tegasnya.
"Keputusan untuk menerima Ethiopia sebagai anggota baru BRICS sungguh mengejutkan!" - tulis DW .
Dalam prediksi calon anggota potensial, Etiopia jarang disebut. Malahan, ada "nama-nama besar" seperti Arab Saudi, UEA, Iran, Argentina, Aljazair...
Susanne Stollreiter, kepala Yayasan Friedrich Ebert (FES) di ibu kota Addis Ababa, mengatakan negara tersebut memiliki faktor-faktor yang berperan penting dalam bergabung dengan BRICS. Ethiopia penting dari sudut pandang geopolitik. Negara ini memiliki populasi terbesar kedua di Afrika, sehingga ekonominya memiliki potensi pertumbuhan yang kuat di masa depan.
Media internasional juga menilai bahwa sejak awal tahun 2000-an, Ethiopia telah mencapai tingkat pertumbuhan PDB tahunan yang mengesankan (rata-rata lebih dari 10%), menjadikan negara tersebut salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Berkat pertumbuhannya yang "belum pernah terjadi sebelumnya" dan meningkatnya kepentingan strategis di kawasan tersebut, Ethiopia telah menjadi "raksasa" yang sedang berkembang di Afrika Timur. Ethiopia telah mengembangkan hubungan ekonomi yang kuat dengan Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir, sementara perusahaan-perusahaan India secara aktif membeli lahan di Ethiopia.
Namun, pertama-tama, kata Susanne Stollreiter, negara ini harus mengatasi masalah ekonominya. Ethiopia berada di ambang gagal bayar, kekurangan mata uang asing, dan menderita inflasi yang merajalela. Hal ini merugikan rakyatnya.
Melemahnya ekonomi dunia, konsekuensi pandemi Covid-19, perubahan iklim, kampanye militer khusus di Ukraina, dan konflik di Timur Tengah memengaruhi Ethiopia.
Analis Stollreiter berharap upaya Ethiopia untuk terhubung dengan dunia akan mengembalikan perekonomiannya ke jalurnya dengan memperluas perdagangan dan meningkatkan hubungan dengan mitra dagang dan investasi.
Dukungan finansial dari BRICS
Salah satu gagasan pendirian BRICS adalah untuk melawan dominasi Barat dalam keuangan internasional. Hampir 10 tahun yang lalu, mereka mendirikan Bank Pembangunan Baru (NDB) sebagai alternatif dari tiga lembaga internasional, yaitu Bank Dunia (WB) dan IMF. Seiring berkembangnya NDB, Etiopia dapat memperoleh manfaat dari bentuk-bentuk pendanaan baru.
Hal ini dapat membantu negara Afrika tersebut lepas dari ketergantungannya pada pemenuhan persyaratan yang diberlakukan Barat untuk menerima kredit dari IMF dan mengubah situasi sepenuhnya, kata pakar Lukas Kupfernagel, kepala kantor Ethiopia dari Yayasan Konrad Adenauer (KAS).
Sementara itu, Bapak Seife Tadelle Kidane dari Universitas Afrika Selatan juga yakin bahwa NDB memiliki kemampuan untuk mendorong BRICS maju. Dengan dukungan finansial dari bank ini, negara-negara dapat membangun infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan dan stabilitas.
Namun, ia juga memperingatkan: "Tidak ada kemurahan hati seperti itu dalam politik dan ekonomi internasional. Setiap negara hanya mementingkan diri sendiri. Ethiopia harus fleksibel."
[iklan_2]
Sumber






Komentar (0)