Dalam insiden terbaru pada tanggal 21 November, seorang reporter Lebanon untuk saluran TV Al-Mayadeen dan juru kameranya tewas di Lebanon selatan dekat perbatasan dengan Israel tak lama setelah mengakhiri siaran langsung.
Seorang jurnalis tewas dalam pertempuran di Gaza. Foto: CPJ
Lima minggu sebelumnya, seorang jurnalis Reuters Lebanon, Issam Abdallah, juga tewas saat melaporkan kejadian di Lebanon dan beberapa jurnalis lain di lokasi tersebut juga mengalami luka serius.
Israel kemudian mengatakan kepada Reuters dan AFP, yang wartawannya terluka dalam serangan yang sama, bahwa mereka tidak dapat menjamin keselamatan wartawannya di Gaza.
Militer Israel mengatakan dalam sebuah surat bahwa mereka menargetkan Hamas, yang sengaja melakukan aktivitasnya “di dekat jurnalis dan warga sipil.”
Banyak jurnalis Palestina tewas dalam serangan udara, begitu pula banyak anggota keluarga mereka. Selain para jurnalis yang tewas, banyak pula yang tetap bekerja meskipun konflik berdampak pada keluarga mereka.
Istri dan anak-anak kepala biro Al Jazeera di Gaza, Wael Dahdouh, tewas akibat serangan udara Israel pada tanggal 25 Oktober, setelah mereka melarikan diri dari Gaza utara ke selatan atas saran Israel.
Yang lebih luar biasa, jurnalis ini tetap menjalankan tugasnya meskipun nyawanya terancam. Seorang presenter Al Jazeera hampir menangis saat melaporkan kejadian ini.
Al Jazeera menyatakan bahwa pihaknya “sangat prihatin dengan keselamatan dan kesejahteraan rekan-rekan kami di Gaza dan meminta pertanggungjawaban otoritas Israel atas keamanan mereka”.
Hoang Hai (menurut CPJ, Al Jazeera, Press Gazette)
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)