Jejak pasang surut lebih dari seabad telah terukir dalam di setiap sudut dan rumah, menciptakan keindahan kuno yang tak mudah ditemukan di kota yang sedang berkembang. Jalanan di musim gugur memiliki keindahan yang istimewa, sinar matahari keemasan bagai madu, tak lagi menyengat melainkan kering, menyebar di atas atap-atap berlumut.
Di jantung kota berusia seabad itu, berdiri sebuah "saksi" sejarah yang menjulang tinggi dan membanggakan: pohon beringin bersejarah. Nama "pohon beringin bersejarah" menceritakan kisahnya sendiri. Pada tanggal 1 Mei 1940, bendera Partai dikibarkan untuk pertama kalinya di pohon beringin kuno ini, menandai tonggak penting, menunjukkan kepemimpinan Partai dalam proses revolusioner kota. Kemudian, pada tanggal 25 Agustus 1945, di bawah kepemimpinan Partai, rakyat kota bangkit dan berhasil merebut kekuasaan. Meskipun tidak ada yang tahu persis berapa usia pohon beringin tersebut, ia telah menyaksikan momen-momen paling sakral dan gemilang di kota Phu Tho , menjadi simbol dan vitalitas masyarakat di sini.
Bagi mereka yang tinggal jauh dari rumah, gambaran pohon beringin itu tidak saja punya makna sejarah, tetapi juga menjadi bagian kenangan masa kecil yang indah, bermain di bawah naungan pohon beringin tua itu, batangnya yang kasar memperlihatkan ciri-ciri kota tua yang usianya lebih dari seratus tahun.
Setiap hari, pohon beringin itu masih menaungi Rumah Adat – tempat generasi muda dididik tentang tradisi revolusioner heroik para leluhur mereka. Banyak generasi santri tumbuh di bawah naungan pohon beringin bersejarah ini, dan ke mana pun mereka pergi, citra itu tetap terpatri kuat di benak mereka, bagai benang tak kasat mata yang mengikat mereka kembali ke akar.
Datang ke sini di musim gugur, orang-orang tak hanya merasakan keindahan kuno secara visual, tetapi juga mencium aroma kenangan manis. Di banyak jalan, aroma khas, penuh semangat, dan harum akan tercium di kaki siapa pun. Itulah cita rasa kue bulan tradisional, sebuah budaya kuliner unik yang telah ditempa selama hampir 100 tahun.
Kisah profesi pembuat roti berawal dari Tuan Hoang Quy, yang datang dari distrik Thuong Tin (dulunya provinsi Ha Tay) ke kota Phu Tho untuk menetap sebelum tahun 1930, dan membuka toko penganan Quang Hung Long. Melalui berbagai pasang surut sejarah, dari koperasi Tien Bo hingga perusahaan swasta seperti Hoang Van, Ta Quyet, hingga generasi penerus dengan merek Thu Thuy, Tuan Anh, dan Luan Sang, profesi pembuat roti tetap lestari dan berkembang.
Meskipun ada banyak jenis penganan lain, yang paling terkenal adalah kue bulan. Untuk membuat kue bulan yang terkenal ini, sang pembuat kue harus mematuhi rahasia profesional yang ketat. Mulai dari pemilihan bahan hingga seni pengolahan yang halus: kue bulan harus memiliki takaran air gula yang tepat, isiannya harus memiliki semua rasa tradisional (selai labu, biji melon, lemak babi yang diasinkan dengan gula, sosis Cina...), dan kue bulan harus terbuat dari tepung ketan sangrai yang dicampur dengan air gula dan aroma samar bunga jeruk bali.
Bukan sekedar resepnya, tapi juga perawatan dan pengalaman: perbandingan gula dan bubuk, pilihan lemak, waktu untuk merendam gula... semua itu demi menciptakan kue dengan rasa yang sejuk dan harum, kaya rasa namun tidak keras, kenyal namun tidak lembek, berlemak namun tidak membosankan, menciptakan cita rasa nikmat yang hanya bisa ditemukan di sini.
Ke mana pun saya pergi, setiap kali menyebut "koordinat kuliner" kota tua, saya teringat Pasar Me. Nama yang familiar dan sederhana itu telah tertanam dalam kenangan masa kecil banyak generasi. Pasar Me bukan hanya pusat perdagangan yang ramai, tetapi juga "tempat pertemuan kenangan", tempat yang melestarikan cita rasa pedesaan yang kaya akan tanah air.
Dalam kenangan seorang anak yang jauh dari rumah, Pasar Me hadir dengan keindahan yang sederhana namun mendalam. Panggilan merdu nenek dan ibu, warna segar sayur dan buah musiman, menjadi ciri khasnya. Namun, yang terpenting, cita rasa hidangan pedesaan yang tak terlupakanlah yang membentuk merek ini. Kue putih bersih yang dicelupkan ke dalam semangkuk saus asam manis, kaya akan daging dan kuping kayu; roti gulung tipis yang harum dengan aroma bawang goreng yang berlemak; atau lebih sederhananya, semangkuk sup manis campur, sepiring bekicot rebus yang pedas.
Selain area makanan dan kuliner tradisional, pasar ini juga memiliki deretan toko yang menjual aksesori jahit, kain, benang bordir, kancing, ritsleting... yang melayani para perajin terampil atau ibu rumah tangga yang gemar menjahit. Di sudut lain pasar, terdapat kios-kios yang menjual mainan anak-anak, tas sekolah, koper, ransel, sepatu, dan berbagai macam barang berwarna-warni, yang menjadi tempat singgah yang tak asing bagi para orang tua setiap tahun ajaran baru atau liburan Tet.
Berjalan-jalan di Pasar Me pada suatu sore di musim gugur, di tengah teriakan-teriakan akrab dan tawa hangat, kita melihat gambaran sebuah kota kuno yang masih teguh mempertahankan jiwa kunonya di tengah ritme kehidupan modern. Meskipun jalan-jalan telah berubah dan nama-nama administratif telah berubah, di hati masyarakat Tanah Leluhur, Pasar Me masih menjadi kenangan yang dicintai.
Ketiga distrik, Phu Tho, Phong Chau, dan Au Co, kini merupakan kelanjutan dari kawasan perkotaan kuno yang asri. Meskipun kini nama kota Phu Tho tidak lagi "resmi" di peta administratif, "pergi ke kota" masih menjadi panggilan akrab bagi orang-orang di mana pun mereka ingin datang ke negeri ini.
Ini bukan sekadar kebiasaan, melainkan kesadaran akan tanah dengan segala nuansa kuno, lembut, dan sangat familiar, di mana terdapat pohon beringin bersejarah yang megah dan aroma kue bulan yang kuat setiap musim gugur. Phu Tho di musim gugur adalah musim nostalgia dan keterhubungan, mengundang orang-orang untuk kembali menemukan hal-hal yang paling sederhana dan familiar.
Ha Trang - Thuy Trang
Sumber: https://baophutho.vn/mua-hoai-niem-o-do-thi-tram-tuoi-241286.htm
Komentar (0)