Usulan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk gencatan senjata di Ukraina guna membekukan konflik telah ditolak oleh Amerika Serikat setelah adanya kontak antara perantara, kantor berita Reuters mengutip tiga sumber yang mengetahui masalah tersebut pada tanggal 13 Februari.
Menurut sumber Reuters, ini berarti dunia tengah menyaksikan konflik Rusia-Ukraina yang memasuki tahun ketiga dan seberapa besar kesenjangan antara dua kekuatan nuklir terbesar di dunia itu.
Sebuah sumber AS membantah adanya kontak formal dengan pihak Rusia, dan mengatakan Washington tidak akan terlibat dalam pembicaraan tanpa kehadiran Ukraina.
Sementara itu, sumber-sumber Rusia mengatakan bahwa Putin telah mengirimkan sinyal kepada Washington pada tahun 2023, baik secara publik maupun tertutup, melalui perantara, termasuk melalui mitra-mitra Arab Moskow di Timur Tengah dan di tempat lain, bahwa ia bersedia mempertimbangkan gencatan senjata di Ukraina.
Tuan Putin mengusulkan untuk membekukan konflik pada level saat ini dan tidak bersedia menyerahkan wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia, tetapi hal ini dilihat oleh beberapa orang di Kremlin sebagai jalan terbaik menuju semacam perdamaian .
Tentara Ukraina menembaki posisi Rusia di arah Bakhmut, wilayah Donetsk, November 2023. Foto: NY Times
"Kontak dengan Amerika tidak membuahkan hasil," ujar seorang sumber senior Rusia yang mengetahui diskusi pada akhir 2023 dan awal 2024 kepada Reuters.
Sumber Rusia kedua yang mengetahui kontak tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa Amerika telah memberi tahu Moskow, melalui perantara, bahwa mereka tidak akan membahas kemungkinan gencatan senjata tanpa partisipasi Ukraina, sehingga kontak tersebut berakhir dengan kegagalan.
"Semuanya berantakan dengan Amerika. Mereka tidak ingin menekan Ukraina," kata sumber ketiga yang mengetahui diskusi tersebut.
Informasi tersebut dirilis saat masih ada seruan untuk berhenti menambah bahan bakar ke api di Ukraina untuk "menciptakan kondisi bagi upaya diplomatik yang efektif".
Secara khusus, di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Tiongkok telah memihak Rusia pada masalah Ukraina dan meminta AS untuk berhenti mengirim senjata ke garis depan konflik darat terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.
Duta Besar Tiongkok untuk PBB Zhang Jun mengatakan AS harus berhenti mengirim senjata ke Ukraina agar upaya diplomatik dapat efektif.
"Beberapa negara harus segera berhenti menambah bahan bakar ke dalam api dan berhenti melemahkan upaya diplomatik komunitas internasional," ujar duta besar Tiongkok, khususnya menyebut AS dalam sidang Dewan Keamanan PBB (DK PBB) mengenai Ukraina pada 12 Februari di New York.
Bapak Truong juga menyerukan implementasi Perjanjian Minsk yang dicapai antara Rusia dan Ukraina pada tahun 2014. "Sayangnya, sebagian besar ketentuan perjanjian tersebut belum diimplementasikan hingga saat ini, dan konflik berskala besar meletus setelahnya dan ditunda hingga hari ini. Hal ini sangat disayangkan dan patut dipertimbangkan secara serius oleh semua pihak," ujarnya.
"Keamanan satu negara tidak boleh merugikan keamanan negara lain, dan keamanan regional tidak dapat dijamin dengan memperkuat atau bahkan memperluas kelompok militer. Kepentingan keamanan semua negara adalah setara," lanjut diplomat Tiongkok tersebut.
Duta Besar Zhang terus menyerang NATO, menyerukan aliansi tersebut untuk “berhenti membuat ancaman.”
Duta Besar Zhang Jun, Perwakilan Tetap Tiongkok untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Foto: Global Times
“NATO harus berpegang teguh pada dialog dan konsultasi dalam menyelesaikan perselisihan dan mengikuti arahan umum penyelesaian politik, alih-alih tekanan sepihak, fitnah, dan sanksi…”, kata Truong.
Pada 13 Februari, Senat AS mengesahkan RUU senilai $95,3 miliar, yang mencakup tambahan bantuan sebesar $60,06 miliar untuk Ukraina. Namun, RUU tersebut kemungkinan besar tidak akan segera disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat AS, di mana Partai Republik memegang mayoritas.
Para ahli berpendapat bahwa bantuan AS ke Ukraina sangat penting bagi upaya Kiev untuk memukul mundur militer Rusia.
"Tanpa bantuan militer Barat, Ukraina tidak mungkin berhasil melanjutkan operasi ofensif skala besar untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai Rusia pada tahun 2025. Hal itu membutuhkan strategi jangka panjang yang berbeda bagi Ukraina dan sekutu serta mitranya," ujar Eugene Rumer, direktur Program Rusia dan Eurasia di Carnegie Endowment for International Peace, pada 7 Februari .
Minh Duc (Menurut Reuters, Newsweek)
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)