Pembukaan kembali bandara Toussaint-Louverture di ibu kota Port-au-Prince diharapkan dapat meringankan kekurangan obat-obatan dan kebutuhan pokok lainnya yang parah. Pelabuhan utama negara itu masih lumpuh. Geng-geng menguasai 80% ibu kota.
Foto: Reuters
Sebelumnya, satu-satunya bandara yang berfungsi di Haiti berada di kota pesisir utara Cap-Haitien. Banyak orang berusaha melarikan diri dari negara itu, yang kini tak terkendali.
Pemerintah AS telah mengevakuasi ratusan warga negara dengan helikopter serta organisasi nirlaba dari Port-au-Prince saat geng-geng mengepung wilayah ibu kota.
Serangan dimulai pada tanggal 29 Februari, saat orang-orang bersenjata menguasai kantor polisi, melepaskan tembakan di bandara Port-au-Prince dan menyerbu dua penjara terbesar Haiti, serta membebaskan lebih dari 4.000 narapidana.
Geng-geng tersebut kemudian melancarkan serangan terhadap masyarakat yang sebelumnya damai, menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal.
Lebih dari 2.500 orang tewas atau terluka di Haiti dari Januari hingga Maret, naik lebih dari 50% dari periode yang sama tahun lalu, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Serangan bandara juga mencegah mantan Perdana Menteri Ariel Henry kembali ke Haiti setelah kunjungan resmi ke Kenya. Ia telah mengundurkan diri dan dewan presiden transisi sedang mencari perdana menteri baru. Dewan ini juga bertugas memilih kabinet baru dan menyelenggarakan pemilihan umum.
Dalam beberapa minggu terakhir, pesawat militer AS telah mendarat di bandara Port-au-Prince dengan membawa perbekalan serta kontraktor sipil untuk membantu Haiti mempersiapkan kedatangan pasukan asing yang diharapkan membantu meredakan kekerasan geng.
Cao Phong (menurut AP)
[iklan_2]
Sumber: https://www.congluan.vn/san-bay-quoc-te-chinh-cua-haiti-mo-cua-tro-lai-sau-gan-ba-thang-post296291.html
Komentar (0)