Manchester City diam-diam berpisah dengan Ederson. |
Namun bagi para penggemar dan pakar, kepergian itu menutup babak penting dalam sejarah Liga Primer, di mana Ederson bukan hanya penjaga gawang yang handal, tetapi juga seorang "revolusioner" yang membentuk kembali posisi penjaga gawang selama satu generasi.
Dari perjudian hingga fondasi yang hebat
Pada tahun 2017, Pep Guardiola menghadapi masalah yang sulit. Joe Hart—simbol Man City—tersingkir, Claudio Bravo gagal total. Reputasi Pep terguncang di musim pertamanya.
Ia kemudian menaruh kepercayaannya pada Ederson Moraes, penjaga gawang berusia 23 tahun yang belum pernah bermain untuk Brasil, dengan harga £35 juta. Itu adalah pertaruhan yang berisiko, karena jika gagal, karier Guardiola di Inggris bisa saja berubah suram.
Namun, hanya dalam beberapa bulan, Ederson membuktikan Pep benar. Ia tampil sebagai sosok yang sempurna untuk membantu Man City melesat, memulai perjalanan meraih 100 poin bersejarah.
Tabrakan berdarah dengan Sadio Mane, dan bayangannya kembali berlatih keesokan harinya, menjadi simbol kegigihan. Ederson tak hanya mencatatkan clean sheet, tetapi juga membuka era baru sepak bola dari posisi penjaga gawang.
Sebelum Ederson, penjaga gawang seringkali hanya "penyelamat". Baginya, kaki sama pentingnya dengan tangannya. Pada musim 2017/18, tingkat akurasi umpan Ederson mencapai 85,3%, satu setengah kali lebih tinggi daripada Joe Hart dua tahun lalu. Ia tidak hanya memberikan umpan pendek kepada bek tengah, tetapi juga mampu menendang bola sejauh 50-70 meter dengan akurat kepada rekan satu timnya, membuka rencana serangan secepat kilat.
Ederson pernah dianggap sebagai salah satu penjaga gawang terbaik di dunia . |
Berkat kemampuan ini, Pep menjadikan gol sebagai titik awal setiap serangan. Dari Man City, tren itu menyebar ke seluruh liga.
Pada tahun 2017, 75% penjaga gawang melakukan tendangan jauh, tetapi musim lalu, angkanya terbalik: 62% memilih tendangan pendek. Akurasi umpan rata-rata penjaga gawang juga meningkat dari 54% menjadi hampir 69%. Dengan kata lain, Ederson mengubah ekspektasi para penjaga gawang: mereka tidak hanya harus menangkap bola, tetapi juga memainkannya.
Warisan Seorang Kiper yang Tidak Biasa
Ederson bukan hanya jago "bermain dengan kakinya". Ia tetap kiper berkelas, dengan penyelamatan-penyelamatan krusial: menghentikan Karim Benzema di Bernabéu, menghentikan Romelu Lukaku di final Liga Champions 2023. Menurut data FBRef , Ederson telah menyelamatkan 5,5 gol lebih banyak dari yang diperkirakan selama kariernya di Liga Primer.
Yang membedakan Ederson adalah kombinasi soliditas dan kreativitasnya. 276 pertandingan, 7 assist - lebih banyak daripada kiper lain di generasinya. Bagi Ederson, umpan dapat membuka peluang gol, bukan hanya menghilangkan bahaya. Ia memang seorang kiper, tetapi memiliki pengaruh sebagai playmaker.
Keputusan Guardiola untuk mencadangkan Hart dan menggantinya dengan Ederson lebih dari sekadar keputusan teknis. Itu adalah sebuah pernyataan: prinsip lebih penting daripada reputasi.
Saat itu, Hart dianggap ikonik, bahkan Messi pernah menyebutnya "fenomena". Namun, Pep berani mengorbankan namanya untuk meletakkan fondasi bagi gaya bermain baru. Kesuksesan Ederson mengubah pilihan itu menjadi titik balik bersejarah.
Sejak saat itu, sudah menjadi hal yang lumrah bagi para pelatih untuk memecat pemain terbaik mereka karena alasan taktis. Liga Primer saat ini telah menyaksikan banyak sekali "regu bom" – bintang-bintang yang dikesampingkan hanya karena tidak sesuai dengan filosofinya. Dan semuanya berawal dari "kejutan Ederson".
Ederson meninggalkan Man City, meninggalkan warisan yang hebat. |
Musim panas ini, Pep kembali berganti kiper. James Trafford awalnya dipilih, tetapi Man City akhirnya mendatangkan Gianluigi Donnarumma – yang ditinggalkan PSG karena kakinya yang lemah. Pertanyaannya adalah: apakah Guardiola telah mengubah prioritasnya? Apakah klub sekarang membutuhkan seorang juara berpengalaman, alih-alih seorang "ahli umpan"?
Donnarumma memiliki gelar juara Eropa dan Liga Champions, serta aura seorang superstar. Penampilannya bagaikan cermin: delapan tahun lalu, Pep mengabaikan sang pahlawan untuk memilih "penjaga gawang yang tangguh", kini ia memilih "penjaga gawang yang berani" alih-alih seorang kreator gol.
Sementara itu, Ederson akan melanjutkan kariernya di Fenerbahce, Istanbul - kota yang menyaksikannya bersama Man City menjuarai Piala Eropa. Etihad kini menyambut nama baru, tetapi gawangnya pasti akan "lebih kecil". Karena Ederson membuktikan bahwa gawang bukan hanya tempat untuk berlindung, tetapi juga bisa menjadi landasan bagi filosofi sepak bola secara keseluruhan.
Ederson meninggalkan Etihad dengan tenang, tetapi warisannya tetap terpatri. Ia adalah penjaga gawang dengan statistik impresif, penyelamatan-penyelamatan krusial, dan yang terpenting - sosok yang mengubah definisi peran penjaga gawang. Di dunia sepak bola modern, Ederson akan selalu dikenang sebagai pelopor yang menjadikan gol sebagai titik awal bagi setiap impian menyerang.
Sumber: https://znews.vn/tam-biet-ederson-post1582159.html
Komentar (0)