Pada tanggal 13 Juni di Paris, Klub Kesehatan Asosiasi Penghormatan Budaya Vietnam (APCV) menyelenggarakan konferensi internasional bertema "Strategi teknologi digital dan Kecerdasan Buatan untuk kesehatan."
Diselenggarakan dalam kombinasi format tatap muka dan daring, acara ini menarik partisipasi banyak pakar terkemuka dari Prancis, Inggris, dan Vietnam.
Acara ini tidak hanya menjadi kesempatan untuk membahas kemajuan terobosan di bidang kesehatan digital dan Kecerdasan Buatan (AI), tetapi juga membuka potensi kerja sama antara Vietnam dan negara lain.
Teknologi digital dan AI menciptakan revolusi nyata dalam industri perawatan kesehatan global.
Menurut para ahli yang menghadiri konferensi tersebut, dunia sedang menyaksikan transisi dari model perawatan kesehatan tradisional menuju "perawatan kesehatan cerdas", di mana data dan algoritma memainkan peran utama dalam mendiagnosis, mengobati, dan mencegah penyakit.
Dr. Tran Van Xuan, Ketua Brain-Life Company (UK), memaparkan teknologi antarmuka otak-komputer (BCI) yang dikombinasikan dengan AI untuk mendeteksi masalah kesehatan mental sejak dini dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
“Otak Anda memiliki suaranya sendiri, dan teknologi BCI-AI dapat mendengarkan sinyal-sinyal tersebut untuk mendukung Anda,” ujar Bapak Xuan, menekankan potensi besar penerapan teknologi ini dalam lingkungan kerja dan pembelajaran.
Di bidang pendidikan kedokteran, Associate Professor, Dr. Nguyen Viet Nhung, Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Kedokteran dan Farmasi, Universitas Nasional Vietnam, Hanoi (VNU), berbagi tentang strategi transformasi digital dalam pendidikan kedokteran di Vietnam.
Ia mengatakan bahwa untuk menjadi negara maju pada tahun 2045, Vietnam telah mengidentifikasi kebutuhan untuk mengintegrasikan AI dan teknologi digital ke dalam pelatihan generasi dokter masa depan.
“AI bukan sekadar alat pendukung, melainkan fondasi yang harus dimiliki para dokter masa depan,” tegas Profesor Nguyen Viet Nhung.
Sebuah survei di VNU menemukan bahwa 68% dosen kedokteran meyakini bahwa AI meningkatkan kualitas pengajaran melalui alat seperti ChatGPT, Tome, dan SlidesAI, namun 72% masih kurang percaya diri dalam menggunakan teknologi ini, yang menunjukkan perlunya pelatihan sistematis.

Dari perspektif praktik klinis, Bapak Alexandre Drezet, Direktur Inovasi di Rumah Sakit Foch (Prancis), mempresentasikan pengalaman praktis penerapan teknologi digital di rumah sakit. Mulai dari pemeriksaan medis daring dengan lebih dari 5.900 pemeriksaan jarak jauh (+9%) dan 6.000 kasus pemantauan jarak jauh (+250%), hingga penerapan AI generatif untuk mengotomatiskan pencatatan rekam medis, Rumah Sakit Foch telah menunjukkan efektivitas praktis teknologi tersebut.
"Inovasi adalah tanggung jawab kita untuk membangun gudang data, menghemat waktu, dan meningkatkan kualitas hidup. Sudah saatnya proyek percontohan memberikan dampak nyata," tegas Bapak Drezet.
Ia juga berbagi tentang model tata kelola "komite AI" yang mencakup perwakilan dari berbagai departemen di rumah sakit, mulai dari medis hingga administratif, untuk memastikan koordinasi dan transparansi informasi saat menerapkan solusi AI.
Di bidang pengembangan obat, Profesor Philippe Moingeon, mantan peneliti di Harvard Medical School, menjelaskan bagaimana AI merevolusi proses pengembangan obat. AI membantu mempersingkat waktu dari 5-7 tahun menjadi hanya 2 tahun untuk fase penemuan obat baru.
“Saat ini terdapat 120-150 obat yang dirancang dengan AI yang sedang dalam uji coba pada manusia, dengan beberapa hasil awal yang menjanjikan,” ungkap Profesor Moingeon.
Meskipun banyak keuntungannya, pembicara juga mengatakan bahwa penerapan teknologi AI dalam perawatan kesehatan masih menghadapi kendala biaya yang besar.
Dr. Tran Van Xuan dengan terus terang menunjukkan bahwa perangkat BCI (Brain-Computer Interface) "termurah" saat ini harganya 1,5 kali lipat gaji bulanan rata-rata di Vietnam, sehingga "siklus kemiskinan-kesehatan mental sulit diputus."
Namun, ia juga optimis bahwa dengan produksi di Vietnam dan optimalisasi teknologi, biaya perangkat BCI dapat ditekan hingga sekitar 100 USD, cocok untuk jutaan orang Vietnam.
Keamanan dan privasi data juga menjadi perhatian utama dalam penerapan teknologi modern ini.
"Hambatan hukum memang penting, tetapi juga terlalu ketat," ujar Alexandre Drezet, merujuk pada peraturan privasi Uni Eropa di bidang ini, menekankan pentingnya menciptakan kerangka hukum yang tepat. Tantangan lainnya adalah sifat konservatif banyak tenaga kesehatan, yang waspada terhadap perubahan.
"Banyak profesional yang skeptis terhadap penggunaan alat baru, dan beberapa enggan mencoba solusi ini," ujar Drezet, berbagi pengalamannya dalam menerapkan teknologi di rumah sakit. Ia mengatakan bahwa mengatasi hal ini membutuhkan strategi informasi dan pelatihan yang komprehensif, serta menunjukkan efektivitas teknologi tersebut di dunia nyata.
Kerja sama Prancis-Vietnam di bidang kesehatan digital memiliki potensi besar berkat komplementaritas sempurna antara kedua negara. Prancis memiliki teknologi canggih, pengalaman yang kaya dalam penelitian, dan sistem layanan kesehatan modern. Vietnam memiliki populasi muda dengan budaya "mobile-first" (memprioritaskan perangkat seluler), yang menciptakan peluang untuk "mendahului" teknologi dengan solusi kesehatan mental berbiaya rendah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Profesor Nguyen Viet Nhung mengatakan bahwa VNU telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Université Paris-Saclay, khususnya dengan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Farmasi.
“Kami memiliki dua kandidat PhD yang akan datang ke Fakultas Farmasi pada bulan September 2025 untuk meneliti dan menerapkan teknologi di universitas kami,” ujarnya tentang langkah-langkah spesifik dalam kerja sama pendidikan.

Profesor Vincent Galand di Sekolah Bisnis ESCP dan Universitas Grenoble-Alpes menekankan pentingnya memperluas kerja sama: "Kami memiliki keahlian yang dapat dibagikan secara luas ke seluruh dunia. Vietnam mulai berinvestasi besar-besaran di bidang ini, dan saya berharap Prancis akan menjadi salah satu mitra utama Vietnam dalam revolusi digital dan kecerdasan buatan ini."
Dr. Tran Van Xuan mengusulkan model kerja sama "Buatan Vietnam-Kualitas Eropa-Pasar dunia", memanfaatkan keunggulan biaya dan bakat muda Vietnam serta pengalaman teknologi dan komersialisasi Eropa.
"Kami berharap dapat menjadi bagian dari kemitraan Prancis-Vietnam di bidang layanan kesehatan digital," tegas Bapak Xuan.
Poin penting yang disoroti selama lokakarya adalah transisi dari Industri 4.0 (yang berfokus pada otomatisasi dan efisiensi) ke Industri 5.0 (yang berpusat pada manusia dan tangguh). Hal ini khususnya penting dalam sektor kesehatan, di mana teknologi harus berperan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Pada kesempatan ini, para ahli mengusulkan kepada pemerintah dan para pemangku kepentingan berbagai rekomendasi mengenai kebijakan dan prospek masa depan, seperti mendukung ekosistem terbuka untuk inovasi neuroteknologi; mendanai inovasi dan pengembangan teknologi mental serta kemitraan publik-swasta; mendorong organisasi untuk berpartisipasi dalam program percontohan BCI; dan membawa teknologi ke garis depan strategi kesehatan digital nasional.
Dalam konferensi tersebut, para pembicara menegaskan bahwa dunia sedang menghadapi titik balik bersejarah dalam industri perawatan kesehatan. Penerapan AI dan teknologi digital bukan lagi visi masa depan, melainkan telah menjadi masa kini, dengan hasil positif pertama yang tercatat dari berbagai negara dan organisasi.
Kerja sama Prancis-Vietnam di bidang ini memiliki potensi besar, tidak hanya mendatangkan manfaat ekonomi tetapi juga berkontribusi dalam memecahkan tantangan kesehatan global. Dengan menggabungkan teknologi canggih Prancis dengan pasar Vietnam yang dinamis, kedua negara dapat menjadi pelopor dalam revolusi kesehatan digital.
Sebagaimana ditegaskan Duta Besar Vietnam untuk Prancis, Dinh Toan Thang, pada konferensi tersebut: "Di dunia yang menghadapi berbagai tantangan kesehatan, pertukaran pengetahuan dan pengalaman menjadi semakin penting. Kerja sama ilmiah dan teknologi merupakan pendorong penting untuk meningkatkan sistem kesehatan, demi kepentingan masyarakat."
Masa depan layanan kesehatan tidak hanya terletak pada teknologi, tetapi juga bagaimana kita memanfaatkan teknologi untuk menempatkan manusia sebagai pusat dari semua solusi layanan kesehatan. Konferensi ini telah membuka babak baru dalam hubungan kerja sama Prancis-Vietnam, menjanjikan terobosan-terobosan penting di masa mendatang.
Sumber: https://www.vietnamplus.vn/toa-dam-phap-viet-ve-ung-dung-cong-nghe-so-va-ai-trong-cham-soc-suc-khoe-post1044255.vnp










Komentar (0)