Kami, para prajurit bunga angkatan bersenjata, turut serta dalam formasi pengibaran bunga di hari-hari terakhir proses latihan menjelang upacara akbar. Meskipun kami hanya mengikuti latihan selama hampir setengah bulan, menjalani 4 sesi latihan, gladi resik, dan gladi akhir, waktu tersebut cukup bagi saya untuk merasakan dengan jelas atmosfer kegembiraan, semangat disiplin, dan rasa tanggung jawab yang membara dalam diri setiap anggota kesatuan. Setiap sesi latihan merupakan tantangan berat bagi kekuatan fisik dan tekad. Kami harus berdiri tegap tanpa henti selama lebih dari tiga jam. Sebagai seseorang yang pernah memfilmkan sesi latihan A80, saya pikir saya memahami semua kesulitannya, tetapi baru setelah mengalaminya secara langsung, saya memahami kesulitan, disiplin baja, dan upaya diam-diam di balik setiap langkah satuan yang berbaris dan berbaris.
Kebanggaan para perwira, dosen, mahasiswa dan karyawan Sekolah Perwira Angkatan Darat 1 saat mengikuti ajang besar nasional. |
Waktu terasa melambat, 5 menit, 10 menit, lalu 30 menit... Para petugas terus memeriksa, mengingatkan, menyemangati, sesekali memainkan melodi mars yang meriah untuk menambah kekuatan. Namun, setiap menit yang berlalu terasa dua kali lebih lama dari biasanya, menguji kegigihan dan tekad setiap orang dalam formasi. Di kantor, 2,5 jam kerja berlalu sangat cepat, dan di tempat latihan, setiap detik seolah menguji batas kemampuan setiap orang. Namun, tak seorang pun goyah. Setiap mata dan senyum dalam kelompok itu masih bersinar dengan bangga, saling mengingatkan untuk menantikan hari besar itu, kepada jutaan orang yang melambaikan bendera dan bunga, menyambut festival besar negara itu; memikirkan saat-saat bergabung dengan kelompok mars, berbaris di Lapangan Ba Dinh yang sakral... Semua orang terus bertahan, berlatih dengan tekun.
Setelah 1,5 jam berdiri tegak, kami baru menyelesaikan setengah sesi latihan. Tak ada yang mengeluh, tak ada yang teralihkan. Seluruh kelompok tetap dalam formasi tegak, tatapan mata terfokus, khidmat, siap menunggu aba-aba melambaikan bunga. Saat aba-aba dikumandangkan, seluruh kelompok mengangkat tangan tinggi-tinggi. Buket bunga warna-warni melambai serempak, mekar di bawah sinar matahari musim gugur yang keemasan bagai gelombang lembut bunga, berpadu dengan langkah heroik barisan di Lapangan Ba Dinh yang bersejarah. Meski kaki terasa kebas dan lengan lelah setelah berjam-jam berlatih, semua orang menahan rasa lelah, mengerahkan segenap semangat dan tenaga untuk menyelesaikan setiap gerakan, tak ada satu gerakan pun yang tak perlu, tak ada satu pun ketukan yang melenceng.
Agar mampu berjalan lebih dari 5 km dan berdiri berjam-jam, setiap pakaian, setiap pasang sepatu, dan setiap pasang sandal dipilih dengan cermat: pas, cukup tinggi, dan cukup nyaman. Para suster mengenakan riasan tipis, mengikat rambut rapi, mengenakan ao dai merah cerah, memegang buket bunga segar, dan membawa bendera merah dengan bintang kuning di pundak mereka, menciptakan kelompok yang seragam, menonjol, anggun, dan karismatik. Dilihat dari kejauhan, formasi yang melambai-lambai bunga itu tampak seperti sehelai sutra yang semarak di tengah Alun-Alun Ba Dinh, lembut sekaligus khidmat, dan dipenuhi semangat nasional.
Selama gladi resik, gladi pendahuluan, dan gladi akhir, ketika Lagu Kebangsaan dikumandangkan, kami berdiri dengan khidmat dan bernyanyi dengan lantang. Di tengah lautan manusia yang dipenuhi semangat membara, saya merasakan jantung saya berdebar, mata saya berkaca-kaca karena haru. Meskipun saya hanyalah individu kecil di antara jutaan manusia, saya tetap ingin suara saya bergema kuat, berkontribusi pada nyanyian heroik sakral bangsa.
Kader, dosen, mahasiswa, dan staf Sekolah Perwira Angkatan Darat 1 berpartisipasi dalam blok sipil Partai. Foto: VU HUYEN |
Saat nama-nama delegasi diumumkan, kami melambaikan bendera dan bunga sebagai ucapan selamat datang—tangan kami terangkat tinggi, melambai serempak bagai gelombang merah dan kuning yang bergulung-gulung di latar belakang ao dai yang mengalir. Saat rombongan pawai, kendaraan militer, dan kendaraan militer melewati panggung, kami melambaikan bunga serempak untuk menyemangati. Rombongan-rombongan tersebut berjalan dengan tegas dan khidmat, menunjukkan hasil dari latihan keras selama berhari-hari; dan kami menambah semangat dengan jabat tangan yang serempak, sorot mata yang berbinar, dengan segala patriotisme, kebanggaan, dan antusiasme rakyat Vietnam.
Tekad, disiplin, patriotisme, dan rasa tanggung jawab setiap orang telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberhasilan sesi pelatihan. Ada hari-hari hujan lebat, lapangan tergenang air, kondisi pelatihan berkali-kali lebih sulit, tetapi tidak ada yang patah semangat. Semua orang masih bersatu, bergabung dengan kekuatan, serius, melihat ke arah Lapangan Ba Dinh - tempat roh suci gunung dan sungai menenangkan, untuk bersama-sama menyelesaikan tugas yang diberikan dengan cara terbaik. Karena kami memahami bahwa setiap lambaian tangan bukan hanya pertunjukan sederhana. Itu adalah simbol semangat nasional, rasa terima kasih yang mendalam yang dikirim kepada generasi ayah dan saudara yang gugur demi kemerdekaan dan kebebasan. Dan lebih dari itu, itu adalah penegasan kuat dari tekad generasi saat ini untuk mengikuti tradisi, dengan sepenuh hati berkontribusi pada tujuan membangun dan dengan teguh melindungi Vietnam yang semakin kaya, beradab, dan kuat.
Sebagai seorang prajurit, sekaligus seorang yang berkecimpung di bidang informasi dan propaganda, saya semakin menyadari nilai dari setiap momen ini. Momen ini tak hanya indah dalam bentuk, tetapi juga mendalam isinya, sarat makna politik dan semangat kebangsaan. Dari pengalaman praktis hari ini, yang membenamkan diri dalam patriotisme dan ketahanan seluruh bangsa, saya semakin yakin akan kekuatan persatuan nasional, pada tekad gigih rakyat Vietnam, pada masa depan cerah di mana setiap warga negara, siapa pun mereka, dalam posisi apa pun, dapat menyumbangkan sekuntum bunga kecil untuk menciptakan taman bunga yang indah bagi Tanah Air Vietnam tercinta.
Berkat perjalanan ini, saya dapat sepenuhnya menjalani cita-cita, profesi, dan kebanggaan seorang prajurit Tentara Paman Ho di era baru. Dan, saya akan terus membawa citra ini—citra perayaan nasional yang agung, solidaritas nasional—untuk disebarluaskan dengan kuat di berita, di setiap siaran radio, agar cinta tanah air senantiasa berkobar di hati setiap kader, dosen, mahasiswa, dan staf Sekolah Perwira Angkatan Darat I khususnya, dan rakyat Vietnam pada umumnya, bergandengan tangan dan sepenuh hati untuk membawa Vietnam berdiri bahu-membahu dengan sahabat dari lima benua, sebagaimana yang selalu dicita-citakan Paman Ho semasa hidupnya.
CHU HUYEN
Sumber: https://www.qdnd.vn/80-nam-cach-mang-thang-tam-va-quoc-khanh-2-9/tu-hao-duoc-gop-mot-bong-hoa-nho-trong-ngay-hoi-lon-cua-dat-nuoc-844231
Komentar (0)