Sementara kaum muda perkotaan berintegrasi dengan AI setiap hari, orang-orang di daerah terpencil masih kesulitan menemukan sinyal telepon.
Lansia sering kali bingung dengan antarmuka teknologi yang membingungkan, teks yang kecil, dan banyaknya langkah, sehingga mereka cepat menyerah. Bagi para pekerja, tekanan mencari nafkah dan jadwal lembur yang padat menyulitkan mereka mengakses atau mempelajari keterampilan digital, apalagi membiasakan diri dengan perangkat AI.
Bagi orang-orang di daerah terpencil, teknologi adalah barang mewah...
Seberapa berbahayakah kesenjangan digital?
Di era AI, mereka yang tidak tahu cara menggunakan teknologi akan kehilangan akses ke informasi, layanan, dan bahkan peluang mata pencaharian.
Bertani? Harus tahu cara mendaftarkan kode dan mengakses portal untuk menerima dukungan.
Mau ke dokter? Harus bikin janji temu online, cari rekam medis digital.
Belajar? Banyak tempat yang mengajar melalui AI dan daring, tetapi daerah terpencil masih belum memiliki internet yang stabil.
Tidak mengikuti perkembangan teknologi tidak lagi menjadi 'kerugian', tetapi risiko tertinggal dari permainan, tidak dapat memperoleh dokumen, tidak dapat mengakses layanan, dan tidak dapat menerima manfaat yang sah.
Dan yang mengkhawatirkan adalah mereka yang paling rentan tertinggal merupakan sebagian besar populasi, yaitu para lansia, pekerja kasar, dan penduduk pedesaan.
Orang-orang yang 'datang terlambat' bukan hadir karena mereka ingin hadir.
Orang lanjut usia sering kali mengalami kesulitan menggunakan perangkat teknologi karena kurang terbiasa dengan pengoperasiannya, gangguan penglihatan, dan lambatnya kemampuan mengakses pengetahuan baru.
Bagi para pekerja dan buruh berpendapatan rendah, hambatannya terletak pada waktu, kondisi belajar, dan kemampuan memiliki peralatan yang sesuai di tengah hiruk pikuk kehidupan, sehingga memberi ruang bagi teknologi merupakan suatu kemewahan.
Di daerah pedesaan dan terpencil, keterbatasan terbesarnya adalah infrastruktur: sinyal lemah, kurangnya telepon pintar, peralatan tua dan terutama kurangnya orang yang dapat memberikan panduan langsung.
Di daerah pegunungan, perbatasan, dan kepulauan, banyak tempat tidak memiliki jaringan 4G yang stabil. Di kawasan industri, sebagian besar pekerja tidak pernah menerima pelatihan formal dalam keterampilan digital. Bahkan dalam keluarga, tidak selalu ada anak dan cucu yang dengan sabar mengajari orang tua dan kakek-nenek tentang cara menggunakan aplikasi ponsel. Kesenjangan digital bukan salah mereka, tetapi karena mereka tidak memiliki akses yang setara.
Bagaimana memastikan tidak ada yang tertinggal saat AI memperbarui dirinya begitu cepat?
Untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam gelombang AI, kerja sama dari berbagai pihak diperlukan. Di sisi pemerintah, berinvestasi dalam infrastruktur digital untuk daerah terpencil merupakan fondasi penting, di samping menyelenggarakan kelas-kelas untuk memahami teknologi dengan cara yang ramah dan mudah dipahami masyarakat. Standar teknologi baru juga perlu dirancang agar universal dan sesuai untuk lansia, kelompok yang paling mungkin "tertinggal" jika hanya menggunakan antarmuka modern.
Bagi perusahaan teknologi, tanggung jawabnya melampaui produk. Mereka perlu menciptakan antarmuka AI berlapis dan sederhana bagi pengguna baru, mengintegrasikan elemen "dukungan manusia", dan secara proaktif menghadirkan solusi ke area lokal melalui pelatihan langsung.
Seluruh ekosistem teknologi juga perlu menyesuaikan diri, mulai dari membuat AI memahami bahasa lokal dan menggunakan dialog sederhana, hingga menciptakan pengalaman pengguna yang lancar yang menghindari timbulnya kepanikan atau kebingungan bagi pengguna pertama kali.
Komunitas sosial juga memainkan peran penting: ada kemungkinan untuk membentuk tim relawan teknologi, mendirikan "titik teknologi ramah" di desa-desa dan lingkungan sekitar, tempat orang-orang dapat datang untuk belajar dan mencoba perangkat.
Akhirnya, di pihak masyarakat, tidak perlu mempelajari segalanya, tetapi diberdayakan dengan akses dasar terhadap teknologi, didukung untuk memahami dan memilih alih-alih dipaksa untuk beradaptasi sendiri.
AI tidak bisa menjadi ajang perlombaan bagi yang kuat. Masyarakat digital yang beradab menuntut semua orang untuk maju, tanpa meninggalkan siapa pun. Kita perlu ingat: mesin cuci dan kulkas membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk tersedia di setiap rumah. Namun, jika AI tidak "menunggu" yang lemah, ia akan menjadi tembok pemisah masyarakat, alih-alih jembatan penghubung.
Tidak meninggalkan siapa pun di era AI bukan sekadar pepatah, melainkan tanggung jawab wajib pemerintah , pelaku bisnis, dan masyarakat. Karena jika teknologi hanya melayani segelintir orang, teknologi itu akan selamanya tidak lengkap.
DUA PIKIRAN
Sumber: https://tuoitre.vn/ai-tien-bo-tung-ngay-lam-gi-de-khong-ai-bi-bo-lai-phia-sau-20250615231924085.htm
Komentar (0)