![]() |
Siswa mengunjungi sudut media tentang isu pencegahan dan tanggapan terhadap kekerasan di sekolah. |
Kekerasan di sekolah bukan lagi konflik spontan dan sementara, melainkan tersembunyi di balik kurangnya keterampilan hidup, kurangnya rasa empati, kurangnya rasa berbagi, dan kesenjangan dalam pendidikan kepribadian. Kekerasan di sekolah disebabkan oleh banyak faktor: beberapa siswa berada di bawah tekanan untuk belajar, beberapa kurang perhatian orang tua, dan beberapa meniru perilaku menyimpang di dunia maya. Ketika siswa kurang berorientasi pada nilai-nilai kehidupan, lingkungan sekolah dapat menjadi tempat munculnya perilaku menyimpang.
Dari perspektif sekolah, pendidikan moral dan keterampilan hidup di banyak tempat masih formal, sarat slogan dan minim pengalaman. Koordinasi antara keluarga dan sekolah terkadang hanya sebatas pertukaran informasi, sehingga gagal menciptakan "lingkaran bersama" untuk mendampingi dan membimbing siswa.
Sementara itu, banyak orang tua cenderung menyerahkan pendidikan anak-anaknya ke sekolah, sehingga terjadi kesenjangan dalam manajemen dan orientasi psikologis.
Mencegah kekerasan di sekolah bukan hanya tentang menangani insiden saat terjadi, tetapi yang lebih penting, mengubah pendekatan, dari pencegahan menjadi pencegahan, dari pencegahan menjadi pendidikan dan orientasi. Setiap pelajaran keterampilan hidup, kegiatan ekstrakurikuler, atau percakapan antara guru dan siswa dapat menjadi "vaksin" yang efektif. Ketika siswa dihormati dan didengarkan, mereka juga akan belajar untuk menghormati dan mendengarkan orang lain.
Selain itu, perlu untuk mempromosikan peran organisasi dan tim kepemudaan dalam membangun lingkungan sekolah yang ramah, menyebarkan perilaku baik dan manusiawi. Jejaring sosial juga harus menyediakan ruang positif untuk menyebarkan cerita-cerita positif, alih-alih mempromosikan dan membagikan klip-klip kekerasan.
Badan pengelola pendidikan di semua tingkatan perlu mempertimbangkan untuk memastikan keselamatan sekolah sebagai kriteria penting dalam mengevaluasi persaingan, dan sekaligus meningkatkan tanggung jawab para pemimpin ketika insiden serius terjadi.
Alasan lain yang kurang diperhatikan adalah penilaian perkembangan siswa yang masih bersifat formalitas. Banyak sekolah hanya melakukan evaluasi di akhir semester atau tahun ajaran, dengan komentar umum dan minimnya partisipasi orang tua, sehingga siswa berpikir bahwa prestasi belajar saja sudah cukup, dan sikap serta perilaku tidak penting. Jika ada kriteria khusus untuk kualitas seperti kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, dan ditunjukkan dengan jelas dalam perilaku, sekolah akan segera mengenali penyimpangan dari standar dan segera membantu siswa menyesuaikan perilaku mereka.
Kekerasan di sekolah menunjukkan masih adanya "kesenjangan" dalam pendidikan karakter. Untuk "menutupi kesenjangan tersebut", kita perlu mulai dengan mengajarkan siswa untuk mencintai dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Ketika pendidikan bertujuan untuk membangun karakter dan bukan sekadar memberikan pengetahuan, sekolah dapat benar-benar menjadi tempat untuk menumbuhkan orang-orang yang baik.
Sumber: https://baothainguyen.vn/xa-hoi/202510/boi-dap-nhan-ai-day-lui-bao-luc-hoc-duong-ebe745e/
Komentar (0)