
Guru Nguyen Thi Thoa.
Dengan gaya mengajar yang ramah dan kreatif, serta semangat "belajar sambil bermain, bermain sambil belajar", Ibu Thoa tak hanya membantu siswa kembali mencintai Sejarah, tetapi juga menjadi sosok inspiratif yang dicintai komunitas daring.
Kesempatan untuk menabur surat
Terlahir dari keluarga tanpa guru, Ibu Nguyen Thi Thoa, lahir tahun 1994, saat ini mengajar Sejarah di SMA Hieu Tu (dulunya Provinsi Tra Vinh , sekarang Provinsi Vinh Long). Terlahir dari keluarga tanpa guru, sebuah kejadian kecil di masa kecilnya menanamkan benih tekad dan kecintaan pada sastra.
Saat usianya baru dua tahun, sebuah kecelakaan menyebabkan ia kehilangan ibu jari kirinya. Kesedihan itu sempat menyiksa orang tuanya, tetapi kemudian menjadi motivasi bagi mereka untuk berharap putri mereka akan memiliki keterikatan jangka panjang dengan ilmu pengetahuan dan sekolah. Ketika memilih jurusan di universitas, orang tuanya dengan lembut bertanya: "Mau jadi guru? Tak seorang pun di keluarga kita yang menekuni karier ini." Pertanyaan yang tampaknya sepele itu menyentuh lubuk hati gadis muda itu.
Sebagai pribadi yang lembut dan tidak suka bersaing, Thoa menyadari bahwa ia tidak cocok untuk lingkungan ekonomi yang sangat kompetitif. Sementara itu, profesi guru, dengan ketenangannya dan makna menimba ilmu, membuatnya merasa dekat. Keputusan itu membuka perjalanan baru, di mana ia dapat hidup sesuai dengan sifatnya yang lembut dan berdedikasi.
Semasa SMA, meskipun ia belajar di kelas A-level lanjutan (Matematika-Fisika-Kimia), mata pelajaran favorit sekaligus terbaiknya adalah Sejarah, mata pelajaran yang ditakuti banyak siswa saat itu. Ia masih ingat betul perasaannya saat pertama kali mendapatkan nilai 10 dalam Sejarah, sebuah kebahagiaan sederhana namun mendalam, yang membuatnya bangga dan ingin mempelajari lebih lanjut tentang sejarah bangsa. "Mungkin sejak saat itulah saya benar-benar 'jatuh cinta' pada Sejarah," ujarnya.
Lebih dari sepuluh tahun sejak memasuki profesi guru, api kecintaan terhadap profesi dan mata pelajaran masih membara di hati guru muda ini. Setiap hari di kelas, ia menemukan kegembiraan di mata murid-muridnya dan kisah-kisah sejarah "hidup kembali" di setiap halaman buku.

Gambar-gambar hafalan ujian yang lucu dibagikan oleh Ibu Thoa di kanal TikTok miliknya - halaman TikTok "Ibu Thoa Sang Penyihir".
“Sihir” untuk membuat siswa lebih mencintai Sejarah
Bagi banyak mahasiswa, waktu pengumpulan tugas seringkali menjadi "ketakutan berkala", tetapi di kelas Ibu Nguyen Thi Thoa, momen itu justru dipenuhi tawa. Di media sosial TikTok, ia akrab dipanggil oleh para mahasiswanya dengan julukan "Ibu Thoa si Penyihir" - seseorang yang mampu "mengubah" ujian yang membosankan menjadi permainan yang menarik.
Caranya "memanggil takdir" membuat murid-muridnya gugup sekaligus bersemangat. Ketika jumlah murid di kelas mencapai 46, ia langsung mengaitkannya dengan tahun 1946, tahun ketika Presiden Ho Chi Minh mengeluarkan Seruan Perlawanan Nasional, sehingga "seluruh negeri melawan" dan seluruh kelas mengikuti ujian bersama-sama. Atau pada tanggal 18 September, ia menyebutkan tanggal 18 September 1976, tanggal berdirinya kota Dalat di provinsi Lam Dong, dan memanggil semua siswa bermarga Lam untuk menjawab pertanyaan.
Tak hanya kreatif dalam mengaitkan peristiwa sejarah, Bu Thoa juga menggunakan berbagai metode lain seperti "pemeriksaan gigi buaya", "meramal nasib", "lotre ganjil-genap", "mengundi angka keberuntungan"... Setiap pelajaran menghadirkan kejutan, menyenangkan sekaligus menjamin keadilan, membantu siswa mengurangi tekanan namun tetap serius menyerap ilmu.
Sejak magang, saya ingin setiap pelajaran terasa menyenangkan. Sebagai mantan mahasiswa, saya memahami tekanan yang dirasakan mahasiswa. Saya tidak ingin hanya menjadi penyampai ilmu, tetapi juga menjadi pendamping, membantu mahasiswa melihat Sejarah sebagai sesuatu yang dekat, ungkap Ibu Thoa.
Berkat metode "belajar sambil bermain, bermain sambil belajar", murid-muridnya semakin proaktif dan disiplin. Mereka tidak lagi takut dipanggil, bahkan bersemangat menunggu giliran. Jam-jam ujian yang membosankan kini menjadi kesempatan yang ringan dan menyenangkan untuk mengulang pelajaran.
Ibu Thoa mengatakan bahwa ide-ide unik tersebut muncul secara alami. "Terkadang saya hanya melihat sebuah benda di meja, atau tren yang sedang populer di media sosial, dan langsung terpikir cara untuk 'memprosesnya' agar sesuai dengan pelajaran. Yang penting adalah membuat siswa melihat bahwa Sejarah sama sekali tidak asing."
Pelajaran yang diajarkan Bu Thoa tidak hanya membuat siswa menyukainya, tetapi juga mendapat dukungan dari rekan kerja dan orang tua. "Kepala sekolah sangat mendukung, karena beliau mengatakan bahwa dalam sebuah pelajaran, selain mentransfer ilmu, yang penting adalah menciptakan kegembiraan agar siswa dapat menyerapnya dengan lebih efektif," ujarnya.
Kreativitasnya juga membantunya menjadi sosok yang dikenal di media sosial, tetapi ia tetap mempertahankan gaya hidup yang sederhana dan tulus. "Baik daring maupun di dunia nyata, saya tetaplah Ms. Thoa bagi murid-murid saya, sosok yang selalu ingin mereka berkembang, mencintai mata pelajaran mereka, dan lebih mencintai hidup," ujarnya.
Ke depannya, ia berharap dapat terus meneliti dan berinovasi dalam metode pengajaran, sehingga setiap pembelajaran tidak hanya menghafal fakta atau angka saja, tetapi juga menumbuhkan rasa kebangsaan dan rasa bangga siswa terhadap sejarah.
Bagi guru muda Nguyen Thi Thoa, kebahagiaan sederhana adalah ketika para siswa datang ke kelas dengan penuh semangat, mempelajari sejarah negara mereka dengan penuh semangat. Berkat kecintaannya pada profesi ini, dedikasinya, dan kreativitasnya, ia berkontribusi dalam memperbarui cara mengajar dan belajar, sehingga sejarah bukan lagi sekadar lembaran buku yang kering, melainkan kisah nyata masa kini.
Sumber: https://nhandan.vn/co-giao-sang-tao-voi-gio-hoc-lich-su-post916657.html










Komentar (0)