Sebab, ada dugaan bahwa presiden Asosiasi Sepak Bola Thailand (FAT) terpaksa mengundurkan diri karena adanya campur tangan dari lembaga lain, dalam hal ini Komite Olimpiade Thailand, yang diketuai oleh Bapak Prawit, yang juga menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri negara ini. Prawit adalah tokoh berpengaruh di negeri kuil emas ini. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Staf Umum Angkatan Darat Kerajaan Thailand.
Dalam analisis mereka setelah pergantian kepemimpinan FAT, semua surat kabar besar Thailand mengakui risiko menerima penalti dari FIFA, yang harus ditanggung oleh negara-negara Asia seperti Indonesia dan Kuwait karena campur tangan dalam federasi sepak bola mereka.
Bapak Somyot (kanan) mengundurkan diri karena tekanan dari Bapak Prawit, ketua Komite Olimpiade Thailand dan wakil perdana menteri.
Surat kabar Matichon menulis: "Pengunduran diri presiden FAT atas perintah lembaga lain dapat menyebabkan FIFA mengeluarkan larangan bagi Thailand. Ini dianggap sebagai tindakan intervensi pemerintah terhadap kinerja Federasi Sepak Bola."
Surat kabar Thairath juga mengutip Pasal 19 "Statuta FIFA" yang mengatur independensi Asosiasi Sepak Bola dan dewan direksi. Mereka menyimpulkan bahwa FAT kemungkinan besar melanggar peraturan FIFA.
Insiden di perkampungan sepak bola Thailand ini cukup mirip dengan yang terjadi di Indonesia pada tahun 2015. Saat itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga Indonesia (sebuah badan yang setara dengan Komite Olimpiade Thailand) turun tangan dalam pekerjaan Federasi Sepak Bola Indonesia. Akibatnya, sepak bola di negara kepulauan ini dilarang selama hampir setahun.
Secara umum, situasi sepak bola Thailand cukup kacau. FAT akan melaporkan perubahan mendadak ini kepada AFF, AFC, dan FIFA. Sementara itu, menurut media di negara ini, FAT akan memiliki waktu 90 hari untuk memilih dewan pimpinan baru.
(Sumber: Tien Phong)
Berguna
Emosi
Kreatif
Unik
Kemarahan
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)