
Dr. Le Hoanh Su - Kepala Departemen Sistem Informasi, Universitas Ekonomi dan Hukum - berbagi tentang 'transformasi digital' dan 'transformasi AI' - Foto: TRONG NHAN
Pada tanggal 27 Oktober, Universitas Ekonomi dan Hukum (UEL) menyelenggarakan seminar "Dari transformasi digital menuju transformasi AI: Model kerja sama antara sekolah dan bisnis" dan lokakarya "Penerapan AI bagi manajer sumber daya manusia", yang menarik banyak pakar dari dalam dan luar negeri untuk hadir.
Dr. Le Hoanh Su - Kepala Departemen Sistem Informasi, Universitas Ekonomi dan Hukum (Universitas Nasional Kota Ho Chi Minh) - mengatakan: "Transformasi digital adalah langkah pertama, tetapi transformasi AI adalah lompatan maju yang sesungguhnya."
Jika transformasi digital membantu organisasi beroperasi lebih efisien, transformasi AI memerlukan langkah maju lainnya, sehingga sistem dapat belajar, menyesuaikan diri, dan membuat keputusan.
Di Vietnam, Dr. Le Hoanh Su mengatakan bahwa banyak unit masih dalam proses transformasi digital, tetapi sekarang harus menghadapi transformasi AI yang terus berlanjut sangat cepat.
Selain penerapan AI dalam operasi, manajemen, dan riset, terdapat pula pelatihan. Di lingkungan universitas, transformasi AI tidak akan terjadi jika mahasiswa tidak belajar memahami dan mendampingi teknologi tersebut.
"AI tidak berhenti pada jenis keterampilan baru, tetapi merupakan bahasa baru dalam belajar dan bekerja," tegas Dr. Le Hoanh Su.
Ia juga menekankan perbedaan antara "melatih" dan "melatih" AI di lingkungan universitas. Pelatihan mengajarkan cara melakukan sesuatu; pembinaan membantu orang mengubah cara berpikir mereka.
Dalam lingkungan AI yang terus berkembang, hanya pembinaan, pembelajaran melalui pengalaman dan umpan balik, yang dapat membantu pelajar mengembangkan pemecahan masalah, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi.
Dari perspektif internasional, Bapak Daryl Chung - Direktur Bisnis JDI Group, Singapura - menambahkan peringatan: "Ancaman terbesar bukanlah AI yang menggantikan manusia, melainkan manusia yang menjadi usang jika tidak belajar tepat waktu."
Menurutnya, pendidikan berada di garda terdepan transformasi AI. Di Singapura, alih-alih memberikan kursus individual, pemerintah menerapkan model "AI untuk Semua", yang mempopulerkan keterampilan AI bagi pelajar, pelaku bisnis, dan pekerja.
Hanya dalam beberapa tahun, lebih dari 95% bisnis di sini telah terdigitalisasi dan hampir 15% telah mulai menerapkan AI pada operasi mereka.
“Yang membuat AI sukses di Singapura bukanlah peralatannya, melainkan pola pikirnya,” ujarnya.
Bagi siswa, kefasihan digital penting bersama dengan kemampuan berpikir kritis, berkolaborasi, dan bersikap fleksibel.
Bagi para pekerja, arah pengembangannya bukanlah "otomatisasi untuk mengurangi sumber daya manusia", tetapi "peningkatan kapasitas manusia", belajar bagaimana bekerja dengan AI untuk membuat keputusan yang lebih cerdas.
Profesor Ki Ryong Kwon dari Universitas Pukyong (Korea Selatan) menyarankan bahwa universitas perlu memasukkan proyek AI praktis ke dalam pengajaran mereka sehingga mahasiswa dapat memahami seluruh proses dari data hingga aplikasi.
"Kita harus mengajarkan siswa tidak hanya untuk mempelajari AI, tetapi juga untuk mempraktikkannya. Itulah cara mengubah pengetahuan menjadi nilai sosial," kata Profesor Ki Ryong Kwon.

Bapak Daryl Chung - Direktur Bisnis JDI Group - berbagi pengalamannya dalam mengembangkan AI di Singapura - Foto: TRONG NHAN
AI menciptakan banyak revolusi dalam pelatihan
Associate Professor Dr. Nguyen Anh Phong, Kepala Fakultas Keuangan dan Perbankan, Universitas Ekonomi dan Hukum (Universitas Nasional Kota Ho Chi Minh), mengatakan bahwa AI menciptakan revolusi dalam industri keuangan.
Ia dan tim penelitiannya menggunakan data dari lebih dari 650 perusahaan terdaftar di Vietnam untuk melatih model pembelajaran mesin guna mendeteksi penipuan pelaporan keuangan.
Hasilnya menunjukkan bahwa jaringan saraf tiruan (ANN) dan XGBoost mencapai akurasi hampir 98%, membuka kemungkinan penerapan AI dalam audit, manajemen risiko, dan transparansi pasar.
Namun yang penting, katanya, adalah mengajarkan siswa untuk melihat AI sebagai metode berpikir pengambilan keputusan, bukan sekadar alat pemrograman.
Bapak Phong mengusulkan pembentukan serangkaian kursus tentang "analisis penipuan dalam keuangan", di mana mahasiswa keuangan belajar cara membaca data, memahami algoritma, dan melampirkan tanggung jawab etis pada teknologi.
Menurutnya, mahasiswa keuangan masa kini perlu dibekali kemampuan membaca dan memahami laporan menggunakan data, serta menganalisisnya menggunakan perangkat AI. Meskipun AI dapat mendeteksi kesalahan, hanya manusia yang dapat menjelaskan alasan di balik kesalahan tersebut.
Sumber: https://tuoitre.vn/chuyen-gia-chuyen-doi-so-chua-qua-chuyen-doi-ai-da-toi-20251027144239506.htm






Komentar (0)