Menurut informasi dari Komisi Eropa (EC), yang dikutip oleh koresponden Kantor Berita Vietnam di Brussels, delegasi Uni Eropa (UE) di Vietnam menandatangani Konvensi Hanoi – Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Kejahatan Siber – pada tanggal 25 Oktober atas nama EC.
Acara ini menandai komitmen kuat Uni Eropa untuk memperkuat kerja sama internasional dalam memerangi kejahatan siber, sekaligus menegaskan peran Vietnam sebagai mata rantai penting dalam upaya global untuk memastikan keamanan siber.
Menurut Komisi Eropa, pemberantasan kejahatan siber adalah salah satu prioritas utama Uni Eropa. Kejahatan siber tidak mengenal batas negara, dapat mengganggu layanan penting, menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi individu dan bisnis, serta membocorkan data pribadi dan informasi sensitif.
Partisipasi Uni Eropa dalam penandatanganan Konvensi Hanoi dipandang sebagai langkah untuk memperkuat kerangka hukum internasional di bidang ini, membantu meningkatkan tindakan terkoordinasi dengan mitra global.
Konvensi Hanoi menetapkan standar umum untuk mencegah dan memerangi kejahatan siber, sekaligus mendorong kerja sama internasional dan memastikan bahwa hak asasi manusia dan hak-hak mendasar dihormati.
Konvensi tersebut mengkriminalisasi kejahatan siber serius seperti pelecehan seksual anak, penipuan daring, serangan ransomware, dan akses tidak sah ke sistem komputer.
Selain itu, konvensi tersebut menetapkan mekanisme kerja sama khusus seperti ekstradisi tersangka, berbagi dan pertukaran bukti elektronik, serta peningkatan dukungan teknis dan pelatihan bagi lembaga penegak hukum.
Regulasi ini membantu meningkatkan kemampuan negara-negara untuk menanggapi ancaman siber yang semakin canggih dan terorganisir.
Yang perlu diperhatikan, Konvensi Hanoi dianggap sebagai "mata rantai yang hilang" dalam sistem hukum global untuk memerangi kejahatan siber. Saat ini, lebih dari 115 negara anggota PBB belum meratifikasi Konvensi Budapest tentang Kejahatan Siber, instrumen internasional pertama di bidang ini.
Konvensi Hanoi diharapkan dapat menjembatani kesenjangan kerja sama dan menciptakan landasan bagi negara-negara untuk berkoordinasi secara lebih efektif dalam memerangi kejahatan siber lintas batas.
Menurut Komisi Eropa (EC), antara tahun 2019 dan 2024, lembaga tersebut mewakili Uni Eropa dan negara-negara anggotanya dalam menegosiasikan isi konvensi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tanggal 24 Desember 2024, Majelis Umum PBB mengadopsi teks final konvensi tersebut. Berdasarkan usulan EC, Dewan Uni Eropa menyetujui partisipasi Uni Eropa sebagai penandatangan pada tanggal 13 Oktober.
Setelah penandatanganan, Dewan Uni Eropa akan membahas dan memutuskan proses ratifikasi, dengan persetujuan Parlemen Eropa. Negara-negara anggota Uni Eropa juga akan melanjutkan penandatanganan dan ratifikasi sesuai dengan prosedur nasional mereka masing-masing. Konvensi Hanoi akan resmi berlaku ketika setidaknya 40 negara telah meratifikasinya.
Penandatanganan Konvensi Hanoi tidak hanya memperkuat peran Uni Eropa dalam keamanan siber global, tetapi juga menunjukkan pentingnya Vietnam dalam kerja sama internasional di bidang teknologi digital dan memerangi kejahatan siber.
Hanoi, tempat konvensi tersebut ditandatangani, dipandang sebagai simbol kerja sama multilateral, yang memberikan kontribusi praktis terhadap tujuan membangun ruang siber yang aman dan transparan untuk kebaikan bersama seluruh umat manusia.
(VNA/Vietnam+)
Sumber: https://www.vietnamplus.vn/cong-uoc-ha-noi-khang-dinh-vai-role-of-vietnam-is-an-important-connecting-point-post1073162.vnp






Komentar (0)