Sebagai bagian dari proyek akhir kami, kelompok kami yang terdiri dari lima mahasiswa jurusan Manajemen Komunikasi Multimedia di UniversitasFPT Hanoi memilih dan berkolaborasi dalam sebuah program pertunjukan dan interaksi musik yang berjudul "Diệu Thanh".
Ide ini muncul dari hasil survei, riset, dan evaluasi dua minggu pertama. Kami melakukan survei mendalam terhadap hampir 200 siswa di dalam dan luar sekolah, melalui kuesioner daring dan wawancara kelompok. Hasilnya mengkhawatirkan sekaligus memberi harapan: 72% anak muda yang disurvei mengetahui tentang alat musik tradisional, terutama seruling dan drum; 92% belum pernah berpartisipasi dalam pertunjukan alat musik tradisional secara penuh. Namun, setelah analisis, kami menemukan tanda positif, 73,6% responden menyatakan rasa ingin tahu dan ingin tahu apakah ada pendekatan yang tepat. Khususnya, 65% responden tertarik dengan gagasan "memadukan" musik tradisional dengan genre modern seperti EDM, Hip-hop, dan Lo-fi.
![]() |
![]() |
Bagan survei kesadaran terhadap alat musik tradisional. |
Secara khusus, 83% responden bersedia berbagi atau menyebarkan konten tentang alat musik tradisional. Hal ini merupakan pertanda positif bagi proyek ini.
Dari angka-angka ini, kita dapat menyimpulkan: Generasi Z tidak menolak budaya tradisional, mereka menolak cara penyampaiannya yang lama, tidak relevan, dan terputus. Mereka menginginkan dialog antar sesama, pengalaman multisensorik, dan yang terpenting, kesempatan untuk menciptakan kembali, bukan hanya mengulang, warisan budaya.
Dengan analisis tersebut, kelompok kami sepakat untuk melaksanakan tujuan: "Mengubah warisan menjadi dialog: Ketika Generasi Z terus menulis kisah suara Vietnam". Dan kami memilih pesan "Pertahankan musiknya - Pertahankan sumbernya" karena singkatnya, ritme yang kaya, dan simbolismenya. Juga karena maknanya memiliki nuansa berbagi, menunjukkan tanggung jawab bersama, lembut namun mendalam.
![]() |
Menampilkan tabel publikasi media program "Dieu Thanh". |
Dari sini kita membangun arsitektur pesan 3 lapis: Lapisan kesadaran: "Seperti apa bunyi alat musik tradisional?", untuk membangkitkan rasa ingin tahu murni tentang suara. Lapisan perasaan: "Wow, suara ini sangat familiar dan indah!", bertujuan untuk menghubungkan emosi, menciptakan empati. Lapisan tindakan: "Saya juga ingin mencoba memainkan/mengubah/berbagi!", mengubah emosi menjadi tindakan konkret.
Seluruh strategi konten yang diterapkan selanjutnya berputar di sekitar arsitektur ini, memastikan bahwa audiens tidak hanya "mengetahui", tetapi juga "merasakan" dan pada akhirnya "berpartisipasi" dalam perjalanan Dieu Thanh. Keberhasilan kami dalam mengundang Letnan Kolonel, Seniman Berprestasi Le Thi Van Mai, seorang seniman terkenal dan sangat selektif, untuk tampil di media adalah sebuah keajaiban.
Kelompok tersebut menyiapkan proposal terperinci, yang kurang berfokus pada angka atau keuntungan media dan lebih pada visi serta semangat proyek tersebut. Ketulusan dan keseriusan ini menyentuh hati sang seniman. Dan kemudian, Seniman Berjasa Lê Thị Vân Mai menerima tawaran tersebut, membuat seluruh kelompok terharu hingga menangis.
![]() |
Letnan Kolonel, Seniman Berjasa Le Thi Van Mai dalam acara "Dieu Thanh". |
Pada tanggal 22 November, di Hanoi , program "Dieu Thanh" secara resmi berlangsung. Ini bukan sekadar pertunjukan, tetapi puncak dari emosi, konvergensi dari semua upaya, dan bukti paling nyata dari kekuatan koneksi.
Acara dibuka dengan melodi rakyat yang sederhana namun menggugah, membawa penonton kembali ke alunan budaya Vietnam yang familiar. Ketika unsur-unsur modern dijalin dengan apik ke dalam pertunjukan, pesan bahwa "tradisi dan modernitas tidak bertentangan, melainkan dapat berpadu menciptakan sesuatu yang indah" tersampaikan dengan jelas. Perpaduan ini tak hanya menyegarkan pengalaman bermusik, tetapi juga menyentuh emosi penonton, membuat mereka merasakan keindahan warisan yang semarak dalam kehidupan masa kini.
![]() |
Kelompok mahasiswa yang membawakan program "Dieu Thanh" dan Letnan Kolonel, Seniman Berjasa Le Thi Van Mai (mengenakan ao dai). |
Ketika Seniman Berprestasi Le Thi Van Mai muncul untuk berinteraksi dengan penonton, seluruh aula menjadi hening. Dia berkata: "Ketika saya menerima undangan Dieu Thanh, saya sangat ragu. Tetapi ketika saya mendengar para siswa berbagi tentang proyek tersebut, tentang unggahan Facebook mereka, tentang tagar tersebut, saya tahu bahwa ini bukan sekadar formalitas."
Seniman berprestasi Le Thi Van Mai meluapkan emosinya saat melihat para siswa memproduksi konten sendiri, belajar memfilmkan, mengedit video, menulis naskah, meneliti dokumen, lalu berdiri di atas panggung untuk memperkenalkan setiap alat musik dengan mata penuh kebanggaan. Ia menyebutnya "penyebaran yang paling tulus", karena berasal dari cinta sejati, bukan paksaan. Lampu panggung baru saja dimatikan, auditorium hanya diliputi kehangatan tepuk tangan, bagai lapisan embun terakhir yang masih tersisa di udara. Kami mengemasi perlengkapan peraga dalam keadaan kelelahan dan kegembiraan, karena semua orang tahu mereka baru saja menyentuh sesuatu yang sangat lama namun juga sangat baru.
Dari momen-momen itu, kami menyadari bahwa proyek pertama grup ini bukan hanya cerita tentang musik, tetapi juga tonggak kedewasaan bagi setiap anggota. Saya mengerti bahwa agar Generasi Z dapat melestarikan budaya, kita harus benar-benar mendengarkan, menghargai, dan melanjutkan dengan tulus.
Di era perkembangan teknologi yang pesat, suara alat musik tradisional akan perlahan menghilang jika tidak dihidupkan kembali dan diperbarui. Dan ketika suara-suara kuno itu kembali ke hati generasi muda saat ini, itulah "Diệu Thanh" (Suara Misterius).
Sumber: https://www.qdnd.vn/van-hoa/van-hoc-nghe-thuat/dieu-thanh-va-hanh-trinh-cham-den-trai-tim-gen-z-1016087















Komentar (0)