Bahasa Indonesia: Datang ke Hoai Khao, gambar wanita Dao Tien dalam kostum tradisional masih umum hadir dalam kehidupan sehari-hari. Ketika orang-orang tidak lagi sibuk dengan musim panen, pengunjung dapat dengan mudah melihat wanita dan gadis tua duduk dengan cermat menyulam di pinggir jalan di desa, di beranda atau di samping lempengan batu. Adegan sederhana itu, dijiwai dengan identitas nasional, sulit dilupakan bagi siapa pun yang telah menyaksikannya. Di rumah budaya desa, ruang kelas bordir diterangi oleh kain brokat berwarna-warni. Di atas meja kayu, setiap potong kain ditampilkan dengan pola-pola yang canggih, dijalin dengan nila tua, merah cerah dan kuning cerah. Suara alat tenun berpadu dengan tawa para wanita di desa - dari gadis-gadis muda hingga nenek dan ibu-ibu dengan rambut perak, menciptakan gambaran yang hidup, penuh kehidupan.
Kelas bordir dipimpin oleh perajin Trieu Thi Boi, yang telah berkecimpung di dunia bordir selama lebih dari setengah abad. Tangannya cekatan, dengan sabar membimbing para siswa tentang cara memilih kain, memadukan warna, dan menyulam pola. Baginya, setiap pola adalah sebuah kisah, yang mengandung filosofi hidup dan jiwa masyarakat Dao Tien. "Saya berharap dapat mewariskan keterampilan menyulam, menenun, dan menjahit tradisional kepada masyarakat, terutama kaum muda, untuk melestarikan identitas budaya nasional dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan," ujar Ibu Boi.

Ibu Trieu Thi Tuyet, salah satu siswa termuda, berbagi: Saya ingin membuat produk sulaman yang indah dengan tangan saya sendiri, baik untuk melestarikan tradisi maupun untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi keluarga saya. Para guru sangat antusias dan mudah dipahami. Saya telah belajar cara memilih kain, mencampur warna, dan membuat pola.
Ibu Trieu Thi Lan, seorang perempuan paruh baya di desa tersebut, menceritakan perjalanannya menyulam: Saya belajar menyulam dari ibu saya sejak kecil, tetapi baru setelah kelas ini saya memahami makna setiap pola lebih dalam. Menyulam bukan sekadar pekerjaan, tetapi cara bagi saya untuk merasa terhubung dengan leluhur dan budaya bangsa. Saya ingin anak-anak saya mengenal dan mencintai profesi ini seperti saya. Kisah Ibu Lan tidak hanya menunjukkan kecintaannya pada profesi ini, tetapi juga keinginannya untuk mewariskan budaya kepada generasi mendatang. Khususnya, kelas ini juga memperkenalkan teknik mencetak dan menggambar pola dengan lilin lebah, sebuah ciri khas masyarakat Dao Tien yang membutuhkan kesabaran dan pemahaman mendalam tentang budaya tradisional.
Kostum Dao Tien merupakan perpaduan halus dari berbagai teknik manual: cetak lilin lebah, sulaman tangan, dan tambal sulam kain. Kainnya ditenun dari katun atau linen, tahan lama, sejuk, dan cocok untuk iklim pegunungan. Pola persegi, segitiga, tumbuhan, hewan... mencerminkan pandangan dunia dan filosofi unik masyarakat Dao. Warna nila gelap sebagai latar belakang, dihiasi dengan warna merah terang dan kuning terang, menciptakan keindahan yang kuat yang tidak kalah canggih dan mewah. Tidak hanya terbatas pada pakaian sehari-hari atau kostum pernikahan, produk bordir juga meluas ke jilbab, tas kain, dan panel bordir dekoratif. Dalam konteks pengembangan pariwisata masyarakat setempat, bordir tradisional membuka arah baru bagi ekonomi lokal. Brokat dan kostum Dao Tien tidak hanya produk budaya tetapi juga berpotensi menjadi produk pariwisata, berkontribusi untuk menciptakan mata pencaharian berkelanjutan bagi masyarakat.
Citra perempuan Dao Tien yang tekun bekerja di alat tenun mereka di Hoai Khao merupakan bukti nyata akan vitalitas budaya tradisional. Dalam setiap jarum dan benang, mereka tak hanya menyampaikan kecerdikan mereka, tetapi juga kebanggaan nasional dan harapan akan masa depan di mana identitas budaya dihormati. Kelas menyulam di Hoai Khao bukan hanya wadah untuk mewariskan kerajinan, tetapi juga jembatan antargenerasi, antara masa lalu dan masa kini. Budaya Dao Tien, melalui setiap pola pada brokat, masih ditenun setiap hari – berkilau dan kuat, bagaikan cinta masyarakat di sini terhadap tanah air dan akar mereka. Dalam ritme kehidupan modern, "kelas" khusus ini merupakan penegasan bahwa budaya tak pernah diam, melainkan mengalir tanpa henti, hanya perlu dipupuk dengan cinta dan ketekunan, dan akan terus bersinar seiring waktu.
Sumber: https://baocaobang.vn/giu-gin-hon-sac-dao-tien-qua-tung-duong-kim-mui-chi-3181162.html
Komentar (0)