Tak hanya merekam kehilangan, karya ini juga menyimpan arus bawah kemanusiaan, dari kenangan pribadi yang bersinar hingga kenangan bersama tentang masa yang tak terlupakan. Penulis memilih gaya penulisan bak percakapan ramah, membawa pembaca kembali ke masa-masa ketika jalanan sepi, di mana blokade tak kasat mata memunculkan "jembatan" cinta: karung beras tergantung di depan pintu, tabung oksigen yang tepat waktu, pesan-pesan yang menanyakan keadaan di tengah malam.
Buku ini terdiri dari tiga bagian: Saigon Tragis - menghadapi kepedihan untuk memahami; Saigon yang Penuh Kasih - memberi penghormatan kepada orang-orang baik yang datang; Korban-Korban Terakhir - bagaikan jeda yang khidmat, mengingatkan setiap orang untuk mempertanyakan diri sendiri dan berjanji untuk melanjutkan hidup. Selain itu, dokumen-dokumen sistematis diintegrasikan dengan cerdas, membantu menempatkan kisah sehari-hari dalam konteks yang lebih luas tentang perkembangan pandemi dan upaya-upaya komunitas.
Dengan nada yang santai, buku ini tidak hanya menceritakan kejadian-kejadian di masa lalu, tetapi juga mengajak untuk merenungkan: bagaimana sebuah kota yang dinamis tetap mempertahankan jiwa lembutnya; bagaimana kenangan masyarakat tidak pudar; bagaimana trauma dapat menjadi landasan peluncuran yang manusiawi untuk masa depan.
Saigon Bao Thuong hadir kepada para pembaca sebagai pengingat akan kekuatan komunitas dan kemanusiaan di masa krisis, dan merupakan sumber referensi bagi mereka yang ingin lebih memahami tentang ketahanan dan kemanusiaan kota ini.
Sumber: https://www.sggp.org.vn/nha-bao-vu-kim-hanh-ra-mat-sai-gon-bao-thuong-khoi-goi-mach-ngam-yeu-thuong-chua-bao-gio-tat-post812580.html






Komentar (0)