E-commerce Vietnam dianggap sebagai salah satu pasar paling dinamis di kawasan ini. Pada tahun 2024, skala ritel daring B2C akan mencapai 25 miliar dolar AS, naik 20% dibandingkan tahun sebelumnya dan menyumbang hampir 10% dari total pendapatan barang dan jasa konsumen di negara tersebut. Dalam satu dekade, dari 2,97 miliar dolar AS pada tahun 2014, pasar ini telah tumbuh rata-rata 20-30% per tahun, menempatkan Vietnam pada posisi ketiga di Asia Tenggara dalam hal skala dan salah satu dari lima negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia .
Ledakan ini telah menciptakan daya tarik besar bagi investor internasional, sekaligus membuka peluang bagi usaha kecil dan menengah. Dengan memanfaatkan platform digital, produk-produk Vietnam dapat langsung menjangkau konsumen global. Pembeli juga diuntungkan dengan dapat mengakses berbagai produk domestik dan asing hanya dengan satu klik.
Namun, seiring meluasnya perdagangan elektronik, dampaknya terhadap lingkungan semakin nyata. Setiap pesanan daring melibatkan kertas, plastik, kemasan busa, dan pengiriman. Seiring bertambahnya pesanan hingga mencapai jutaan, limbah kemasan dan emisi pengiriman menjadi semakin membebani.
Pengalaman internasional menjadi peringatan. Di Korea Selatan, sampah e-commerce 4,8 kali lebih tinggi daripada belanja tradisional. Di AS, belanja online mengonsumsi kardus tujuh kali lebih banyak. Pada tahun 2020, Tiongkok menghasilkan 70 miliar paket, menggunakan 11 juta ton kertas dan kemasan plastik, yang hampir 2 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik.
Forum Ekonomi Dunia telah meramalkan bahwa, tanpa intervensi, pada tahun 2030, emisi CO₂ dari transportasi e-commerce dapat meningkat hingga 6 juta ton, sementara kemacetan lalu lintas perkotaan dapat meningkat lebih dari 21%, yang menyebabkan setiap orang menghabiskan rata-rata 11 menit lebih banyak untuk bepergian setiap hari.
Di negara kita, dalam proses pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan kebijakan dan undang-undang perlindungan lingkungan, Delegasi Pengawas Majelis Nasional telah mengidentifikasi dengan jelas dampak negatif e-commerce terhadap lingkungan. Selain itu, belakangan ini, kebijakan ekonomi digital dan e-commerce masih cenderung mendorong pertumbuhan. Oleh karena itu, merancang kebijakan untuk pengembangan e-commerce yang hijau dan berkelanjutan dalam Rancangan Undang-Undang E-commerce sangatlah penting. E-commerce yang hijau dan berkelanjutan tidak hanya membantu mengurangi tekanan lingkungan tetapi juga meningkatkan reputasi dan daya saing perusahaan Vietnam di pasar internasional. Konsumen global semakin memprioritaskan produk ramah lingkungan dan perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial, sehingga "penghijauan" e-commerce merupakan tren yang tak terelakkan.
Rancangan Undang-Undang tentang Perdagangan Elektronik mendorong proyek-proyek yang memenuhi kriteria ramah lingkungan, mempromosikan solusi perlindungan lingkungan, dan menerapkan tanda identifikasi "hijau" dan "berkelanjutan" pada barang dan jasa yang memenuhi syarat. Selain itu, rancangan Undang-Undang ini perlu melengkapi peraturan kerangka kerja tentang tanggung jawab yang diperluas dari pemasok, perusahaan logistik, dan produsen; sementara Undang-Undang tentang Perlindungan Lingkungan dan dokumen turunannya akan memberikan peraturan yang terperinci dan sanksi penegakan hukum.
E-commerce telah membuktikan kekuatannya dalam mengubah wajah ritel dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, agar momentum ini menjadi fondasi yang langgeng, ia perlu beralih dari "pertumbuhan cepat" menjadi "pertumbuhan hijau". Inilah jalur strategis bagi Vietnam untuk membangun ekonomi yang modern, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Sumber: https://daibieunhandan.vn/thuong-mai-dien-tu-huong-toi-phat-trien-xanh-10388007.html






Komentar (0)