
Profesor Ho-Young Kim, Universitas Nasional Seoul, Korea, berbagi teknologi robot baru di VinFuture Science and Technology Week (Foto: Panitia Penyelenggara).
Pada acara Pidato Inspiratif: Terobosan Teknologi Masa Depan yang diadakan pada pagi hari tanggal 2 Desember, Profesor Ho-Young Kim (Universitas Nasional Seoul, Korea) berbagi konsep yang benar-benar baru "kecerdasan fisik spontan".
Acara ini berada dalam rangka Pekan Sains dan Teknologi VinFuture 2025.
Di era Robot Humanoid dan kecerdasan buatan (AI), umat manusia menghadapi masalah besar terkait biaya energi dan kompleksitas kendali.
Profesor Ho-Young Kim membawa perspektif yang sama sekali berbeda: Biarkan tubuh robot "berpikir" sendiri.
Pelajaran dari semut dan tanaman merambat
Profesor Kim bercerita bahwa inspirasi penelitiannya berasal dari pengamatannya terhadap alam semasa kecil. Ia menghabiskan waktu berjam-jam mengamati tanaman merambat yang melilit atau semut yang mengangkut makanan dengan tertib tanpa "pengawas".
"Robot tradisional mengonsumsi banyak energi dan material, sementara alam memiliki kecerdasan yang sederhana namun efektif. Burung terbang tanpa lampu lalu lintas, dan akar pohon menemukan nutrisi tanpa peta," kutip Profesor Kim.
Optimalisasi inilah yang memunculkan konsep "kecerdasan fisik spontan".
Di laboratorium Universitas Nasional Seoul, sistem buatan dirancang untuk membentuk perilaku cerdas sepenuhnya melalui interaksi fisik antara robot dan lingkungannya, alih-alih pemrograman yang kaku.
LinkBot: Ketika "kawanan" menciptakan kecerdasan
Salah satu contoh paling jelas dari filosofi ini adalah LinkBot - model robot yang mensimulasikan perilaku semut.
Alih-alih menggunakan motor yang rumit untuk setiap sendi, LinkBot bergerak berdasarkan sensor getaran (mirip dengan gerakan ibu jari saat mengetuk). Keistimewaannya terletak pada desain sendinya yang berlekuk berbentuk V.
Pembukaan sudut V ini menentukan amplitudo pergerakan dan perilaku robot: Sudut pembukaan yang besar membantu robot bermanuver dan menyebar; sudut pembukaan yang kecil membantu mereka melewati celah yang sempit.
“Setiap bot bertindak sebagai semut individu, tetapi ketika terhubung bersama, mereka membentuk kecerdasan kolektif,” kata Profesor Kim.
Tanpa memerlukan prosesor pusat yang besar, LinkBot dapat secara otomatis menyesuaikan perilakunya saat menghadapi rintangan: Mempertahankan arah, mengubah arah, atau mengubah kecepatan. Potensi aplikasi teknologi ini sangat besar, terutama di bidang sanitasi lingkungan laut.
Rantai LinkBots dapat secara otomatis mengepung sampah dan menariknya ke pantai tanpa memerlukan kendali manusia yang konstan.
Robot belajar bagaimana tanaman "meregang"
Selain meniru hewan, tim peneliti juga mempelajari mekanisme pertumbuhan tumbuhan dan jamur. Dengan mengamati bagaimana tabung serbuk sari bunga memanjang atau tabung kecambah jamur menembus permukaan daun, Profesor Kim mengembangkan robot yang mampu "menumbuhkan tunas".
Robot jenis ini terbuat dari material khusus yang berbentuk cair dan hanya memadat ketika bersentuhan dengan lingkungan (seperti air) di ujung hidungnya. Mekanisme ini memungkinkan robot untuk mengarahkan dirinya tegak lurus terhadap permukaan kontak, melintasi medan kompleks yang tidak dapat dilakukan oleh robot tradisional (yang berkembang atau bergerak dari dasarnya).
Teknologi ini membuka solusi terobosan bagi industri semikonduktor—di mana robot mikro dibutuhkan untuk membersihkan pipa yang tersumbat dengan bahan kimia. Selain itu, dalam bidang kedokteran , teknologi ini dapat digunakan untuk melokalisasi tumor, atau dalam penanggulangan bencana untuk menyisir reruntuhan dan menemukan korban.
Dalam diskusi tersebut, saat menjawab pertanyaan para tamu tentang kemampuan mengendalikan arah sistem otonom ini, Profesor Kim menjelaskan bahwa meskipun sistem ini beroperasi berdasarkan interaksi fisik, manusia tetap memiliki kendali melalui "robot pusat" atau penyesuaian desain fisik awal (seperti sudut bukaan sendi).
Keuntungan terbesar dari kecerdasan fisik spontan adalah menghilangkan kebutuhan akan perangkat lunak yang rumit dan prosesor yang mahal.
“Kunci menuju arah ini adalah material yang sederhana, ramah lingkungan, dan hemat biaya,” tegas Profesor Kim.
Dengan membentuk material dan permukaan interaktif, para ilmuwan menandai dimulainya era baru – di mana robot tidak hanya cerdas berkat "otak" silikonnya, tetapi juga cerdas berkat "tubuh" fisiknya.
Minggu Sains dan Teknologi VinFuture 2025, berlangsung dari 2 Desember hingga 6 Desember di Hanoi .

Dengan tema "Bersama kita tumbuh - Bersama kita sejahtera", rangkaian acara internasional tahunan tahun ini terus menegaskan misi VinFuture dalam menghubungkan pengetahuan, membangkitkan keinginan untuk melayani, dan meningkatkan posisi Vietnam sebagai pusat promosi sains dan inovasi di dunia.
Minggu ini mencakup 7 kegiatan utama: Pidato inspiratif, diskusi Sains untuk Kehidupan; seri dialog eksplorasi masa depan VinFuture; pameran The Touch of Science, upacara penghargaan VinFuture; pertukaran dengan para pemenang penghargaan VinFuture 2025; VinUni - Forum Kepemimpinan: Konferensi Inovasi Pendidikan Tinggi.
Puncak acaranya adalah Upacara Penghargaan VinFuture 2025, yang berlangsung pada malam tanggal 5 Desember di Teater Hoan Kiem (Hanoi). Acara ini bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada karya ilmiah luar biasa yang telah memberikan dampak positif dan berkelanjutan bagi jutaan, bahkan miliaran orang di seluruh dunia.
Tahun ini, penghargaan akan diberikan kepada karya yang membawa nilai "Bersama kita tumbuh - Bersama kita sejahtera" bagi umat manusia, sebagaimana tema yang telah ditetapkan, menegaskan misi VinFuture untuk menghormati kecerdasan, menyebarkan kemanusiaan, dan melayani kehidupan.
Sumber: https://dantri.com.vn/khoa-hoc/tiem-nang-tu-robot-bay-dan-khong-can-ai-phuc-tap-20251202140502506.htm






Komentar (0)