Dongeng dari Toko Tepi Pantai
Mari kita kembali ke tahun 1975, di kota pelabuhan A Coruña, Spanyol Utara. Ketika dunia masih berjalan mengikuti ritme mode yang lambat, seorang pria bernama Amancio Ortega dan istrinya Rosalía Mera mencetuskan sebuah ide revolusioner.
Dengan modal awal hanya $299, mereka membuka sebuah toko kecil. Awalnya mereka ingin menamainya "Zorba", yang terinspirasi dari film klasik tersebut, tetapi sebuah bar di dekatnya sudah lebih dulu memakainya. Tanpa ragu, mereka mengubah susunan huruf-hurufnya dan nama "Zara" pun lahir secara tidak sengaja.
Butik itu tidak menjual barang mewah. Ia menjual mimpi: versi pakaian terjangkau yang meniru penampilan panggung peragaan busana dan gaya selebritas. Ortega menyadari hasrat yang membara di antara masyarakat: semua orang ingin berpakaian bagus, mengikuti tren, tetapi tidak semua orang mampu membeli mode kelas atas.
Namun, sebuah ide akan tetap menjadi ide bagus tanpa "keajaiban" untuk mengeksekusinya. Keajaiban Ortega adalah "fast fashion". Ia mendobrak semua aturan industri. Alih-alih siklus 6 bulan untuk sebuah koleksi, Zara dapat mengubah ide desain menjadi produk yang dipajang di rak hanya dalam 3 minggu.
Untuk mencapai hal ini, Inditex, perusahaan induk yang didirikan pada tahun 1985, telah membangun sistem rantai pasokan yang sangat cepat. Hampir separuh produknya diproduksi "di dekat rumah" di Spanyol, Portugal, Turki, dan Maroko, alih-alih sepenuhnya bergantung pada Asia.
Para desainer bukanlah bintang tunggal, melainkan tim besar yang senantiasa "menafsirkan" selera pelanggan berdasarkan data penjualan dan apa yang mereka lihat di jalan. Barang-barang dikirim melalui pusat distribusi raksasa di Spanyol, dan toko-toko diisi ulang stoknya dua kali seminggu.
Bagi pelanggan, hal ini menciptakan rasa urgensi dan kesegaran yang konstan. Jika Anda melihat gaun yang Anda sukai di Zara, Anda harus segera membelinya, karena minggu depan mungkin gaun tersebut tidak tersedia lagi. Keajaiban ini bekerja dengan sempurna. Dari Spanyol, Zara telah berekspansi ke Portugal, lalu New York, Paris, Meksiko...
Dalam sekejap, Zara telah berkembang dari toko keluarga menjadi merek andalan Inditex, konglomerat mode terbesar di dunia. Hal ini juga telah mengubah Amancio Ortega menjadi salah satu orang terkaya di dunia , seorang taipan yang tidak hanya memiliki pakaian tetapi juga properti mewah yang disewakan oleh Apple dan Amazon.
Amancio mendirikan Zara dari sebuah toko kecil di Spanyol dengan modal awal hanya 2.600 rupee (setara dengan 299 USD saat itu) (Foto: Big Brands).
Krisis paruh baya
Setengah abad kemudian, pesta ulang tahun ke-50 Zara terasa kurang meriah. Kekaisarannya masih kokoh berdiri, dengan lebih dari 5.500 toko dan pendapatan puluhan miliar euro. Namun, data terbaru menunjukkan kisah yang berbeda, yaitu kisah tentang kedewasaan dan sakit kepala di usia paruh baya.
Pertumbuhan penjualan, yang dulu menjadi sumber kebanggaan Inditex, telah melambat drastis, menjadi hanya 1,5% pada kuartal pertama tahun ini. Kapitalisasi pasar grup ini telah "menguap" hampir 40 miliar euro sejak Desember tahun lalu. "Keajaiban" ini tampaknya mulai menunjukkan tanda-tanda memudar.
Masalahnya bukan hanya di Zara. Dunia telah berubah. Kepercayaan konsumen terguncang oleh perang dagang dan konflik geopolitik . Lebih penting lagi, tren jangka panjang sedang membentuk kembali kebiasaan belanja: orang-orang, terutama generasi muda, menghabiskan lebih banyak uang untuk pengalaman—berwisata, makan enak, konser—daripada membeli lebih banyak pakaian.
"Inditex memasuki usia paruh baya, tetapi mengatakan mereka sudah melewati masa jayanya sepenuhnya salah," kata Richard Hyman, konsultan ritel veteran. "Mereka sudah cukup matang. Namun, di usia 50, akan jauh lebih sulit untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan tinggi yang telah mereka alami."
Pasar mode secara keseluruhan juga semakin kurang inovatif. Seiring melemahnya permintaan, perusahaan cenderung lebih konservatif dan enggan mencoba hal baru untuk melindungi penjualan. "Apakah Inditex seinovatif lima tahun lalu? Mungkin tidak," kata Hyman.
Tanggapan dari Tahta
Menghadapi kenyataan itu, orang-orang yang berada di pucuk pimpinan Inditex, CEO Óscar García Maceiras dan Ketua Marta Ortega (putri pendiri), mencoba menulis babak baru dalam cerita.
Dalam wawancara dengan Financial Times, CEO Maceiras, yang lahir di tahun yang sama dengan toko Zara pertama, tetap yakin. Strateginya bukanlah penaklukan besar-besaran, melainkan konsolidasi kekuasaan yang "selektif".
Alih-alih membuka ribuan toko baru, Inditex melakukan yang sebaliknya: menutup toko-toko kecil yang ketinggalan zaman dan menggantinya dengan "toko utama" yang lebih besar dan lebih luas di lokasi-lokasi utama.
Toko-toko baru ini, dengan interior yang apik, galeri seni, dan bahkan kafe di dalamnya, menghasilkan pendapatan per kaki persegi yang jauh lebih tinggi. Ini adalah cara untuk meningkatkan citra merek dan menarik pelanggan kembali ke ruang fisik.
Inditex juga mencari pertumbuhan dari "anak-anaknya" lainnya. Merek-merek seperti Bershka, Pull&Bear, dan Stradivarius, yang sudah terkenal di Eropa, kini mulai merambah pasar yang lebih besar seperti India.
Oysho, yang telah sukses melebarkan sayap dari pakaian dalam ke pakaian olahraga dan pakaian santai, baru saja memasuki pasar Inggris. Maceiras yakin bahwa ini adalah "wilayah yang belum terjamah" dengan potensi besar.
Namun, strategi ini juga membuat banyak orang skeptis. Analis Simon Irwin bertanya terus terang: "Semua orang tahu Zara. Tapi bagaimana dengan Bershka, Stradivarius, atau Pull&Bear? Apakah merek-merek ini benar-benar berbeda atau hanya 'anggur lama dalam botol baru'?"
Ia memperingatkan bahwa peningkatan toko merupakan langkah yang baik, tetapi "Anda tidak bisa melakukannya selamanya." Setelah kepadatan penjualan mencapai titik tertentu, Inditex akan dihadapkan pada pilihan: memperluas penjualan secara online atau kembali membuka lebih banyak toko.
CEO perusahaan induk Inditex yakin Zara masih memiliki banyak ruang untuk tumbuh, meskipun penjualan melambat (Foto: Flickr).
Pertarungan dengan bayangan diri sendiri
Di usianya yang ke-50, Zara tidak berada di ambang kehancuran. Ia bagaikan seorang kaisar yang masih berkuasa, tetapi menyadari kerajaannya takkan pernah berkembang selamanya. Jubah "mode cepat" yang pernah membantunya menaklukkan dunia kini terasa agak usang dan sempit di dunia yang semakin menekankan keberlanjutan, tentang "beli lebih sedikit, gunakan lebih baik".
Krisis Zara bukanlah krisis keuangan akut, melainkan krisis identitas dan momentum pertumbuhan. Keajaiban lama telah membawa mereka ke puncak, tetapi untuk mempertahankan posisi tersebut dan terus berkembang selama 50 tahun ke depan, mereka membutuhkan keajaiban baru.
Inditex memang belum mengalami krisis paruh baya yang serius, tetapi untuk menghindari stagnasi, dorongan baru sangatlah penting. Pertarungan terbesar Zara saat ini mungkin bukan melawan Shein atau H&M, melainkan melawan bayangan raksasanya sendiri, melawan warisan yang telah membentuk namanya, dan melawan hukum waktu yang kejam.
Pencarian percikan itu akan menentukan apakah Zara dapat terlahir kembali dengan cemerlang dalam setengah abad berikutnya, atau akan tetap menjadi monumen indah di masa lalu.
Sumber: https://dantri.com.vn/kinh-doanh/zara-tuoi-50-de-che-thoi-trang-nhanh-truoc-nga-re-song-con-20250627220721868.htm
Komentar (0)