Pemerintahan militer menunjuk perdana menteri, ECOWAS bertemu setelah batas waktu 'ultimatum' adalah beberapa perkembangan penting dalam situasi di Niger.
Bapak Ali Mahaman Lamine Zeine diangkat menjadi Perdana Menteri oleh pemerintahan militer Niger. (Sumber: AFP) |
Pada tanggal 7 Agustus, di televisi nasional, pemerintahan militer di Niger mengumumkan pengangkatan Ali Mahaman Lamine Zeine sebagai Perdana Menteri.
Bapak Ali Mahaman Lamine Zeine menjabat sebagai Menteri Keuangan dari tahun 2002 hingga 2010 di bawah mantan Presiden Mamadou Tandja untuk mengatasi situasi ekonomi dan keuangan yang kacau pada saat itu.
Sebelum ditunjuk sebagai Perdana Menteri baru, Tn. Lamine Zeine, seorang ekonom terlatih, adalah perwakilan tetap Bank Pembangunan Afrika (AfDB) di Chad, Pantai Gading, dan Gabon.
Lahir pada tahun 1965 di Zinder, kota terpadat kedua di Niger, beliau telah bekerja di Kementerian Ekonomi dan Keuangan sejak tahun 1991 setelah menempuh pendidikan di Sekolah Administrasi Nasional (ENA) di Niamey. Beliau juga lulus dari Pusat Studi Keuangan, Ekonomi, dan Perbankan Marseille dan Universitas Paris-I di Prancis.
Langkah terbaru ini diambil di tengah upaya komunitas internasional untuk memulihkan situasi di negara tersebut. Batas waktu ultimatum yang diberikan oleh Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) kepada pemerintahan militer di Niger untuk mengembalikan Presiden Mohamed Bazoum telah berlalu.
Namun, mitra-mitra Niger di Barat dan Afrika masih berselisih pendapat mengenai intervensi militer. Bapak Bazoum telah berada dalam tahanan rumah di kediamannya sejak kudeta.
Sementara itu, pada hari yang sama, juru bicara ECOWAS Emos Lungu mengatakan blok tersebut akan mengadakan KTT di ibu kota Nigeria, Abuja, pada 10 Agustus untuk melanjutkan pembahasan kudeta di Niger.
Sebelumnya, pada 7 Agustus, seorang komandan ECOWAS yang anonim mengatakan bahwa blok tersebut "membutuhkan lebih banyak waktu persiapan" jika ingin melakukan intervensi militer di Niger. Saat ini, pemerintah militer di Niger telah menolak "ultimatum" tersebut, menutup wilayah udaranya, dan siap untuk "merespons dengan tegas dan segera". Negara-negara tetangga, Mali dan Burkina Faso, telah menegaskan bahwa mereka akan mendukung pasukan ini.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Swiss menyatakan sedang berkomunikasi dengan warga negaranya di Niger. Saat ini, Swiss belum berencana mengevakuasi mereka yang masih terlantar di negara Afrika tersebut.
Namun, misi tersebut akan terus memberikan informasi dan dukungan yang diperlukan untuk memastikan keselamatan. Saat ini terdapat sekitar 20 warga negara Swiss di Niger. Tiga belas warga negara Swiss meninggalkan Niger pada 6 Agustus.
Dalam perkembangan terkait, maskapai Swiss mengumumkan penyesuaian rute penerbangan akibat penutupan wilayah udara Niger. Penumpang yang terdampak dapat memesan ulang untuk menemukan rute yang sesuai.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)