Para ilmuwan di Universitas Harvard, AS, baru saja menerbitkan sebuah studi yang mengejutkan, yang menunjukkan bahwa pembangunan ribuan bendungan di seluruh dunia sejak 1835 telah menyebabkan kutub-kutub Bumi menyimpang dari sumbu rotasi aslinya.

Penelitian yang diterbitkan pada tanggal 23 Mei di jurnal Geographic Research menemukan bahwa sejumlah besar air yang tersimpan dalam waduk telah mendistribusikan kembali massa secara global, mengubah posisi kerak bumi relatif terhadap mantel dan lapisan tengah planet.
Menurut para ilmuwan, kerak bumi adalah lapisan padat yang dapat meluncur di atas mantel yang fleksibel. Berat air di reservoir telah memengaruhi kerak bumi, menyebabkannya bergerak relatif terhadap mantel, sehingga menggeser posisi kutub-kutub bumi.
"Setiap pergerakan massa di dalam Bumi atau di permukaan Bumi mengubah orientasi sumbu rotasi relatif terhadap kerak, sebuah proses yang dikenal sebagai gerakan kutub sejati," tegas laporan tersebut.
Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa aktivitas manusia, terutama perpindahan sejumlah besar air, dapat menyebabkan pergeseran kutub.
Sebuah studi pada bulan Maret menemukan bahwa pencairan es besar-besaran akibat perubahan iklim dapat menyebabkan kutub bergeser 27 meter pada akhir abad ini. Studi lain pada tahun 2023 menyimpulkan bahwa ekstraksi air tanah antara tahun 1993 dan 2010 menyebabkan pergeseran 80 sentimeter.
Dalam studi terbaru, para ilmuwan menganalisis dampak 6.862 bendungan yang dibangun di seluruh planet antara tahun 1835 dan 2011.
Data menunjukkan bahwa total volume air yang ditampung bendungan-bendungan ini dapat mengisi Grand Canyon di AS dua kali lipat, mengakibatkan penurunan permukaan laut global sebesar 23 mm. Jumlah air ini menyebabkan kutub-kutub Bumi bergeser total 1,1 meter selama periode penelitian.
Ketika air terperangkap di balik bendungan, air tersebut tidak hanya diambil dari lautan, yang menyebabkan penurunan permukaan air laut global, tetapi juga didistribusikan ulang secara berbeda di seluruh dunia , para peneliti menjelaskan.
Hasil berdasarkan perhitungan dan model komputer menunjukkan dua fase pergeseran kutub yang berbeda selama periode penelitian:
Fase 1 (1835-1954): Mencerminkan pembangunan bendungan skala besar di Amerika Utara dan Eropa. Hal ini menyebabkan Kutub Utara bergeser 20 cm ke arah timur meridian ke-103 (garis imajiner yang membentang dari utara ke selatan melintasi Rusia, Mongolia, dan Tiongkok).
Fase 2 (1954-2011): Mencerminkan pembangunan bendungan yang meluas di Afrika Timur dan Asia. Bendungan-bendungan ini menambah massa di sisi-sisi dunia yang berlawanan dari Amerika Utara dan Eropa, mengakibatkan pergeseran sebesar 57 cm ke arah meridian barat ke-117 (yang membentang melalui Amerika Utara bagian barat dan Pasifik Selatan).

Pergeseran kutub bukanlah garis lurus, tetapi membentuk kurva yang tidak stabil, itulah sebabnya total perpindahan bersih di setiap arah tidak berjumlah 1,1 meter.
Meskipun lokasi kutub memiliki pengaruh yang relatif kecil terhadap proses Bumi, dampak bendungan terhadap permukaan laut sangatlah signifikan.
"Kita tidak akan memasuki zaman es baru hanya karena kutub-kutubnya telah bergeser sekitar satu meter total, tetapi hal itu tentu berdampak pada permukaan laut," kata Valencic, mahasiswa pascasarjana di Universitas Harvard dan penulis utama studi tersebut.
Studi ini menyarankan agar para ilmuwan mempertimbangkan bendungan dalam prediksi kenaikan muka air laut mereka, karena bendungan menghalangi banyak air mencapai lautan. Permukaan air laut global telah naik antara 12 dan 17 sentimeter pada abad ke-20.
Sekitar seperempat dari air itu tersumbat oleh bendungan, yang berarti bahwa tergantung di mana di dunia bendungan-bendungan ini berada, dampaknya terhadap permukaan air laut akan terjadi, catat Valencic.
Sumber: https://dantri.com.vn/khoa-hoc/dap-chan-nuoc-khong-lo-lam-dich-chuyen-cac-cuc-cua-trai-dat-20250712000820131.htm
Komentar (0)