
Hal ini menimbulkan kebutuhan mendesak bagi pendidikan untuk tidak hanya mengintegrasikan teknologi, tetapi juga berjalan beriringan dengan pelatihan keterampilan lunak, pemikiran kritis, dan kemampuan untuk menyeimbangkan dunia digital dan kehidupan nyata.
Ketika anak-anak menyentuh dunia AI
Pada suatu malam akhir pekan, Linh Chi (9 tahun) yang tinggal di kelurahan An Hai menunjukkan kepada ibunya gambar yang baru saja ia gambar menggunakan Midjourney (sebuah aplikasi AI yang menghasilkan gambar, memungkinkan pengguna menciptakan karya seni unik dari deskripsi teks). Ketika ditanya tentang perasaan dan pemikirannya tentang gambar tersebut, ia dengan polos berkata: "Ini mudah, Bu, saya hanya perlu beberapa langkah untuk menyelesaikannya."
Ibu Pham Thi Hoang Hai, ibu Linh Chi, mengungkapkan: "Melihat anak saya cepat menguasai teknologi membuat saya senang karena ia memiliki keterampilan dan dapat menerapkan apa yang telah dipelajarinya dengan baik. Namun, saya masih memiliki banyak kekhawatiran karena lukisan yang ia ciptakan menggunakan aplikasi tersebut, tanpa eksplorasi, dorongan, dan kegembiraan akan keindahan, tidak akan memahami nilai dari proses pengasuhan dan penciptaan sebuah karya seni. Teknologi dapat membantu anak saya menyelesaikan karya dengan cepat, tetapi saya tetap ingin anak saya memahami dan memiliki emosi yang nyata terhadap keindahan seni."

Hal ini bukan hanya menjadi kekhawatiran Ibu Hai, tetapi juga kekhawatiran umum banyak orang tua ketika anak-anak mereka diperkenalkan dengan teknologi digital dan aplikasi AI sejak dini. Membiarkan anak-anak merasakan teknologi modern memang penting di era digital, tetapi tanpa bimbingan yang tepat, anak-anak dapat dengan mudah terpisah dari kehidupan nyata dan memengaruhi perkembangan komprehensif mereka.
Secara umum, sekolah-sekolah di kota ini juga memiliki banyak kegiatan pelatihan yang menerapkan AI dalam proses belajar mengajar. Ibu Do Thi Le, Kepala Sekolah Dasar Hung Vuong (Kelurahan Hai Chau), menyampaikan bahwa penerapan AI dalam proses belajar mengajar membuat pembelajaran menjadi lebih hidup. Siswa memiliki akses pengetahuan yang cepat dan beragam, dan pembelajaran pun menjadi lebih menarik.
Namun, Ibu Le hanya mendorong guru sekolah untuk menerapkan AI pada konten yang sulit direproduksi dalam kehidupan nyata. "Pohon, bunga, burung, benda-benda yang familiar... seharusnya dilihat, disentuh, dan dirasakan oleh anak-anak dengan indra mereka. Pengalaman hidup nyata tetap merupakan cara terbaik bagi anak-anak untuk belajar," tegas Ibu Le.
Bagaimana cara membawa AI ke dalam kelas dengan benar?
Ibu Thai Vi Linh, Kepala Sekolah Dasar Chi Lang (Kelurahan An Hai), juga menilai bahwa penerapan AI membawa banyak perubahan positif dalam pengajaran dan pembelajaran. Ia mengatakan bahwa dalam konteks semakin terintegrasinya AI ke dalam pendidikan, peran guru juga secara bertahap berubah, dari penyampai pengetahuan menjadi instruktur, penyelenggara, dan pemimpin kegiatan pembelajaran. Guru perlu mengetahui cara menggunakan AI secara tepat untuk mendukung pengajaran, tetapi tidak boleh bergantung pada konten yang dihasilkan AI. Selain itu, guru sendiri juga harus terus belajar dan meningkatkan pengetahuan profesional serta keterampilan teknologinya.

Ibu Linh juga menekankan bahwa pengenalan AI ke dalam pendidikan sejak dini memang perlu, tetapi juga perlu dikelola dengan ketat. AI tidak sepenuhnya akurat dan selalu memiliki potensi kesalahan jika tidak diverifikasi, terutama bagi siswa yang belum memiliki keterampilan yang memadai untuk membandingkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi.
“AI hanyalah alat bantu, tetapi tidak dapat menggantikan peran guru dalam mengajar, menumbuhkan semangat belajar, atau membimbing siswa mengatasi kesulitan dengan simpati dan dorongan,” ungkap Ibu Linh.
Penerapan AI dalam pengajaran dan pembelajaran memiliki banyak manfaat, tetapi juga penuh tantangan. Dr. Trinh Cong Duy, dosen Fakultas Teknologi Informasi di Universitas Teknologi (Universitas Danang), mengatakan bahwa mahasiswa perlu dibimbing untuk menggunakan AI sebagai alat bantu berpikir, memberi saran, menganalisis, dan mengembangkan masalah, tetapi mereka juga harus bertanggung jawab atas hasil pembelajaran mereka sendiri.
Saya tidak terlalu khawatir AI akan menggantikan peran guru. Karena pendidikan bukan hanya tentang mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang menumbuhkan kepribadian, menginspirasi, mengarahkan nilai-nilai kehidupan, serta mengembangkan kemampuan berpikir dan emosional siswa. Hal-hal ini hanya dapat terwujud sepenuhnya melalui pemahaman, emosi, dan pengalaman hidup manusia, khususnya guru.
Ibu Thai Vi Linh
Kepala Sekolah Dasar Chi Lang
Yang penting bukanlah melarangnya, melainkan mendidik siswa tentang cara belajar dengan AI secara cerdas dan etis. Pada saat itu, peran guru berubah dari penyampai menjadi pembimbing dan pelatih berpikir. Guru perlu membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang AI dengan tepat, membedakan antara informasi dan pengetahuan. Integrasikan kegiatan berbasis pengalaman dan diskusi kelompok untuk melatih emosi, keterampilan kerja sama, dan komunikasi nyata. AI dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran secara kritis dengan membiarkan siswa menggunakan AI untuk menemukan solusi, tetapi kemudian harus menganalisis, membandingkan, dan mengevaluasi sendiri hasil AI tersebut.
"Bagi orang tua, alih-alih khawatir, mereka seharusnya bekerja sama dengan pihak sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang seimbang. AI dapat membantu anak-anak bereksplorasi lebih cepat, tetapi manusia tetap menjadi pusatnya. Hanya manusia yang memiliki emosi, nilai, dan tanggung jawab," tegas Dr. Trinh Cong Duy.
Sumber: https://baodanang.vn/giao-duc-the-he-alpha-3306688.html
Komentar (0)