Menurut pihak berwenang, bencana tersebut terjadi di Desa Kaokalam, Kota Porgera, Provinsi Enga, sekitar 600 km barat laut ibu kota Port Moresby. Tanah longsor terjadi sekitar pukul 3 dini hari tanggal 24 Mei ketika banyak penduduk desa sedang tidur. Pemimpin komunitas Maip Mulitaka, Andrew Ruing, mengkhawatirkan lebih dari 300 penduduk desa tertimbun. Jumlah ini tiga kali lebih tinggi dari informasi awal mengenai korban jiwa.
"Orang-orang di sini berada di masa tergelap. Mereka tidak bisa menangis atau berbuat apa-apa, tidak bisa berbicara, situasi seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kami meminta dukungan dari pemerintah , pelaku bisnis, dan individu dari mana pun. Kami mencari bantuan dari orang-orang di sekitar sini. Lebih dari 300 jiwa terkubur di bawah reruntuhan, batu, dan tanah. Kami sangat membutuhkan bantuan," kata Bapak Ruing.

Pagi ini (25 Mei), tim tanggap darurat yang terdiri dari staf medis , militer, dan polisi tiba di lokasi bencana setelah perjalanan darat yang rumit akibat medan yang sulit dan jalan-jalan utama yang rusak. Pasukan dikerahkan segera untuk mencari korban.
Serhan Aktoprak, seorang pejabat PBB di ibu kota Port Moresby, mengatakan sejauh ini baru empat jenazah yang berhasil dikeluarkan dari reruntuhan. Banyak rumah terkubur dan tidak dapat diakses oleh tim penyelamat. Selain itu, tanah dan bebatuan masih bergeser, sehingga membuat operasi penyelamatan menjadi berbahaya.
Meskipun wilayah tersebut tidak padat penduduk, jumlah korban jiwa bisa saja tinggi, kata lembaga kemanusiaan CARE, seraya menambahkan bahwa bencana tersebut juga mengubur ternak, tanaman, dan memusnahkan pasokan air bersih desa Kaokalam.
Daerah terjadinya tanah longsor terletak tepat di selatan khatulistiwa, daerah yang sering mengalami hujan lebat. Pada bulan Maret tahun ini, setidaknya 23 orang tewas dalam tanah longsor di provinsi tetangga.
Sumber
Komentar (0)