Perang yang tak pernah berakhir antara manusia dan mikroorganisme
Pada konferensi ilmiah tentang Penerapan Kecerdasan Buatan dan Data Besar dalam Praktik Klinis Penyakit Menular yang diadakan di Rumah Sakit Penyakit Tropis di Kota Ho Chi Minh, Profesor Madya, Dr. Nguyen Van Vinh Chau - Wakil Direktur Departemen Kesehatan Kota Ho Chi Minh - menekankan pentingnya inovasi dalam perang jangka panjang melawan penyakit menular.
Penyakit menular selalu menjadi salah satu tantangan terbesar bagi kesehatan masyarakat global. Di negara-negara tropis seperti Vietnam, yang lingkungannya mendukung pertumbuhan mikroorganisme, pertempuran ini bahkan lebih sengit dan berkelanjutan.
Sepanjang sejarah, dunia telah menderita wabah penyakit parah yang telah menewaskan puluhan juta orang.
Saat ini, manusia terus menghadapi ancaman baru dari penyakit menular, terutama yang ditularkan dari hewan ke manusia seperti flu burung, SARS, MERS dan yang terbaru Covid-19.
Sejak zaman dahulu, manusia terus-menerus menghadapi ancaman baru dari penyakit menular yang disebabkan oleh mikroorganisme yang terus berevolusi.
Keunikan penyakit menular terletak pada kompleksitas dan ketidakpastian patogen penyebabnya. Mikroorganisme terus berevolusi melalui mutasi, yang membantu mereka menghindari serangan sistem kekebalan tubuh atau antibiotik. Yang mengkhawatirkan adalah resistensi antibiotik—konsekuensi mutasi yang tak terelakkan—semakin umum.
Antibiotik ditemukan hampir 100 tahun yang lalu dan mencapai masa keemasan produksi (1940-1960), tetapi jumlah obat baru kini semakin langka. Sementara itu, strain bakteri yang resistan terhadap satu, beberapa, dan bahkan semua jenis antibiotik telah bermunculan, mendorong dunia kedokteran ke dalam kondisi pasif.
Evolusi mikroorganisme berarti bahwa obat atau vaksin apa pun dapat menjadi tidak efektif seiring waktu. Hal ini menuntut manusia untuk tidak hanya bergantung pada alat yang tersedia, tetapi juga terus berinovasi dan berkreasi, mulai dari pendekatan, metode diagnostik, perawatan, hingga strategi pencegahan jangka panjang.
Menurutnya, pendekatan saat ini memerlukan strategi yang sistematis, mengintegrasikan banyak bidang mulai dari analisis genomik, metabolomik, imunologi, hingga pengembangan vaksin (vaksinomi).
Secara khusus, kelahiran vaksin mRNA merupakan terobosan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah medis, karena manusia hanya membutuhkan waktu 12 bulan untuk beralih dari pengurutan virus ke vaksinasi komunitas.
Dr. Chau juga mengutip penelitian oleh para ilmuwan dari Imperial College London (Inggris) yang menunjukkan bahwa jika kampanye vaksinasi Covid-19 dimulai hanya 100 hari setelah genom virus diuraikan, dunia dapat mencegah 8,3 juta kematian dan lebih dari 26 juta infeksi.
Dari perhitungan metodis ini, dunia telah membentuk konsep "Misi 100 Hari" untuk mempersiapkan pandemi di masa depan.
Misi ini bertujuan untuk memiliki solusi diagnostik yang cepat, perawatan awal yang efektif, dan vaksin untuk vaksinasi massal dalam waktu 100 hari setelah mengidentifikasi agen pandemi baru.
“Inovasi adalah senjata yang membantu manusia tidak hanya melawan epidemi tetapi juga hidup dan berevolusi bersama mikroorganisme secara berkelanjutan,” tegas Dr. Chau.
AI memprediksi wabah campak di Kota Ho Chi Minh
Pada konferensi tersebut, Dr. Nguyen Le Nhu Tung - Wakil Direktur Rumah Sakit Penyakit Tropis di Kota Ho Chi Minh - juga berbagi lebih spesifik tentang penerapan kecerdasan buatan (AI) dan aplikasi data besar dalam penelitian, diagnosis, dan peringatan penyakit menular di rumah sakit belakangan ini.
Dr. Tung mengatakan bahwa sejak tahun 2018 hingga sekarang, rumah sakit tersebut telah melaksanakan 22 proyek penelitian yang menerapkan AI dan Big Data, termasuk penelitian tentang perkiraan flu dan demam berdarah, pengenalan tulisan tangan dalam catatan medis menggunakan pembelajaran mesin, pemantauan tanda-tanda vital dari jarak jauh melalui perangkat yang dapat dikenakan...
AI dan data besar membantu rumah sakit meningkatkan kemampuan mereka untuk memprediksi dan memperingatkan epidemi sejak dini.
Sebagai contoh, sistem pengawasan penyakit menular Dinas Kesehatan Kota Ho Chi Minh mencatat peningkatan kasus campak pada tahun 2024, sehingga segera melaksanakan kampanye vaksinasi dan mengumumkan wabah. Sistem informasi imunisasi yang diperluas juga menyediakan data tingkat vaksinasi, yang mendukung prediksi risiko penyakit berdasarkan wilayah dan kelompok populasi.
Di seluruh dunia, sistem seperti BlueDot (Kanada) dan FluMap (AS) telah terbukti efektif dalam memperingatkan tanda-tanda awal penyakit sebelum pandemi Covid-19.
Di Vietnam, AI juga diterapkan untuk menganalisis siklus penyakit, memprediksi durasi dan puncak epidemi, serta membangun model epidemiologi untuk menilai penyebaran berdasarkan faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, dan penyakit yang mendasarinya.
Teknologi ini membantu mengidentifikasi kelompok berisiko tinggi, memprioritaskan strategi vaksinasi, dan memperkirakan kebutuhan persediaan, obat-obatan, dan sumber daya manusia untuk respons cepat.
Namun, proses implementasi AI-Big Data masih menghadapi banyak tantangan seperti kualitas data yang tidak merata, kurangnya personel dengan pemahaman mendalam baik di bidang kedokteran maupun teknologi, serta biaya investasi infrastruktur yang besar.
Sumber: https://dantri.com.vn/suc-khoe/khi-ai-va-big-data-tro-thanh-vu-khi-moi-cua-nganh-y-te-20250529134256420.htm
Komentar (0)