Pada tanggal 15 Februari, Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo mengatakan bahwa ketegangan di Laut Cina Selatan tidak seharusnya dilihat sebagai aspek persaingan strategis antara AS dan Cina.
| Pemandangan udara Laut Cina Selatan. (Sumber: VCG/Global Times) |
Menurut Menteri Luar Negeri Manalo, Filipina dan negara-negara lain memiliki hak dan kepentingan yang sah yang perlu dilindungi, dan pandangan yang ia sebutkan di atas "tidak akan membantu dalam memahami situasi di Laut Cina Selatan dengan benar."
Diplomat tersebut juga menegaskan bahwa Filipina berkomitmen untuk melanjutkan negosiasi mengenai Kode Etik (Kode Perilaku) antara China dan negara-negara Asia Tenggara untuk mencegah konfrontasi di Laut China Selatan.
Gagasan untuk membuat kode etik telah muncul selama lebih dari dua dekade, tetapi pihak-pihak terkait baru berkomitmen untuk memulai negosiasi pada tahun 2017. Namun, negosiasi tersebut hanya menghasilkan sedikit kemajuan dalam hal isi kode etik.
Sebelumnya, pada tanggal 14 Februari, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan kantor berita ANI India, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Dr. Kao Kim Hourn, menyatakan bahwa negara-negara anggota ASEAN memiliki pendekatan yang sama terhadap isu-isu yang berkaitan dengan Laut Cina Selatan.
Bapak Kao Kim Hourn menyatakan: “Kami sedang bernegosiasi dengan China mengenai COC. Hanya saja proses ini mungkin membutuhkan waktu. Ada banyak hal yang kami lakukan bersama dengan posisi yang bersatu dan suara yang sama...”
Sekretaris Jenderal ASEAN menyatakan bahwa negara-negara anggota bekerja berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Sumber










Komentar (0)