Dr. Kilian Schober (paling kanan) dan beberapa anggota tim peneliti lainnya - Foto: UNIVERSITAS ERLANGEN-NUREMBERG
Pria itu menerima 217 dosis vaksin COVID-19 untuk "alasan pribadi" selama 29 bulan, menurut tim dari Universitas Erlangen-Nuremberg (FAU).
Pada Maret 2022, polisi setempat memergokinya mendaftar vaksinasi selama dua hari berturut-turut di sebuah pusat vaksinasi di negara bagian Saxony. Ia membeli kode registrasi dari orang-orang yang tidak mau divaksinasi.
Jaksa setempat segera membuka penyelidikan atas insiden tersebut, mengatakan ia menerima sedikitnya 130 suntikan dari delapan vaksin berbeda selama periode sembilan bulan.
Sementara itu, orang ini mengonfirmasi bahwa ia telah menerima lebih dari 200 suntikan dalam 29 bulan.
Tim FAU mengetahui kisah pria tersebut melalui media. Mereka memutuskan untuk menghubunginya dan menawarkan pemeriksaan serta pemantauan kesehatannya.
"Kami menghubunginya dan mengundangnya untuk melakukan berbagai tes di rumah sakit Erlangen. Ia sangat tertarik untuk melakukan ini," ujar Dr. Kilian Schober, anggota tim peneliti.
Pria tersebut menjalani serangkaian tes selama periode berikutnya. Ia juga mengizinkan peneliti mengakses rekam medis pribadinya dan memberikan sampel darah dan air liur secara berkala.
Perlu disebutkan bahwa selama ini, ia juga diam-diam menerima dua suntikan vaksin lagi.
Penelitian awal menunjukkan bahwa 217 suntikan tersebut tidak mengubahnya menjadi "manusia super" atau menyebabkan kerusakan signifikan pada kesehatannya. Selain itu, orang ini tidak pernah terinfeksi COVID-19.
Tim menganalisis respons imunnya dan berkata: “Secara keseluruhan, kami tidak menemukan tanda-tanda melemahnya respons imun.”
Namun, antibodinya meningkat secara signifikan, menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuhnya terus merespons kuat terhadap dosis baru vaksin.
Dr. Schober tidak menganjurkan vaksinasi berlebihan: “Penting bagi kita untuk tidak menganjurkan peningkatan vaksinasi sebagai strategi untuk meningkatkan kekebalan.”
Di situs web resmi Universitas Erlangen-Nuremberg, tim peneliti juga menegaskan bahwa mereka tidak dapat membuktikan bahwa pria tersebut “kebal” terhadap COVID-19 karena telah menerima beberapa vaksinasi.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)