GĐXH - Bila seorang anak mengalami kesulitan belajar atau mendapat nilai jelek dalam ujian, penyebabnya belum tentu karena bakat anak tersebut.
Beberapa waktu lalu, di sebuah gedung apartemen di Cina, sebuah pemberitahuan ditempel di lift dengan isi berikut: Jangan ganggu tetangga Anda.
Diketahui, seorang ibu kerap kali membentak dan memarahi anaknya saat membantunya mengerjakan pekerjaan rumah.
Meskipun sudah diingatkan berkali-kali, orang tua ini masih saja "kembali ke kebiasaan lama", sehingga menyulitkan orang-orang di sekitarnya untuk menemukan kedamaian.
Memang, siapa pun yang pernah menjadi guru privat anak akan mengerti mengapa mereka harus "garuk kepala", "mengikat tangan sendiri", atau "memasukkan kepala ke dalam lemari es".
Di forum, topik bimbingan belajar anak selalu hangat, dan banyaknya situasi lucu maupun menyedihkan yang dibagikan selalu mendapat simpati mendalam dari para orang tua lainnya.
Sekalipun saya sudah mengingatkan diri sendiri ribuan kali untuk mengambil napas dalam-dalam dan tetap tenang ketika mengajar anak-anak saya, kadang-kadang saya masih belum mengerti, anak-anak menjadi tidak fokus dan orang dewasa tampak kehilangan seluruh energi mereka dan menjadi marah kepada mereka.
Namun tidak ada anak yang tidak ingin menjadi siswa yang baik, sebagaimana tidak ada orang dewasa yang tidak ingin menghasilkan banyak uang.
Bila seorang anak mengalami kesulitan belajar atau mendapat nilai jelek pada ujian, semakin keras orangtua memarahinya, semakin buruk pula hasilnya.
Anak-anak yang sering mengalami pelecehan verbal akan mengalami penyusutan ukuran hipokampus otak, dan daya ingat serta kecepatan reaksi mereka akan menurun! Foto ilustrasi
Ibu Duong, seorang guru kawakan di Shanghai (Tiongkok), berbagi: Setelah bertahun-tahun menjadi guru, saya sering menerima pertanyaan dari orang tua tentang kesulitan dalam membesarkan anak: "Anak saya selalu menjawab 'Saya tidak tahu', tidak mau bicara"; "Apa pun yang dikatakan orang tua, mereka tidak mendengarkan, tetapi mereka mendengarkan apa yang dikatakan orang lain"; "Jika kami menjelaskan terlalu banyak, anak merasa kesal, jika kami kurang menjelaskan, kami takut anak akan tersesat, sungguh sulit"...
Meskipun ada banyak masalah, semuanya bermuara pada satu akar: masalah komunikasi. Dalam komunikasi antara orang tua dan anak, meskipun niat orang tua baik, seringkali hasilnya tidak sesuai harapan.
Seorang orang tua mengatakan bahwa ia juga memberikan tekanan pada nilai anaknya, memaksa anaknya untuk berada di 3 peringkat teratas di kelas. Namun, dalam pertemuan orang tua dan guru, wali kelas putrinya berulang kali menekankan bahwa pendidikan kehidupan lebih penting daripada pendidikan untuk ujian.
Ketika anak-anak mengalami kesulitan belajar, orang tua hendaknya berempati, mencari tahu masalahnya, dan kemudian menyelesaikannya. Jangan memarahi anak-anak Anda ketika melihat nilai atau jawaban mereka yang salah, karena setiap anak yang gagal ujian pasti sudah sangat khawatir.
Bila orangtua sering mengucapkan dua kalimat ini di rumah, anaknya akan mudah mendapat nilai jelek:
1. "Mengapa saya tidak sebaik orang lain?"
Pikiran yang sebenarnya: "Saya perlu belajar dari kekuatan orang lain." Anak-anak memahami: "Saya tidak sebaik orang lain, di mata orang tua saya, saya selalu lebih rendah."
Pertanyaan populer di Zhihu adalah: "Orang tuaku selalu membandingkanku dengan teman-teman lain, apa aku benar-benar buruk?". Salah satu jawaban menyentuhku: "Tidak, kamu hebat, hanya saja orang tuaku menggunakan cara yang salah dalam memotivasi."
Alih-alih menekankan kelemahan anak Anda, fokuslah pada kekuatannya. Misalnya, jika seorang anak pemalu dan tidak berani mengekspresikan dirinya, tetapi suka membaca, doronglah dia untuk menuliskan apa yang dia baca dan pikirkan, lalu ungkapkan.
Setiap anak memiliki kekuatannya masing-masing, dan kekuatannya dapat dikaitkan dengan metode pembelajaran dalam berbagai cara. Prinsip komunikasi kreatif menyatakan bahwa: Perhatian harus diberikan pada perbedaan psikologis, emosional, dan intelektual setiap individu.
2. "Jika kamu melakukan tes seperti ini lagi, jangan pulang."
Sebenarnya, memperoleh pengetahuan di tingkat dasar tidaklah sulit, asalkan anak-anak memiliki motivasi belajar yang cukup, mereka dapat meraih hasil yang baik. Banyak anak yang tidak berhasil dalam ujian disebabkan oleh kurangnya motivasi dan metode belajar.
Namun orang tua tidak menyadari hal ini, setiap kali melihat anaknya mendapat nilai rendah, mereka langsung memarahinya.
Seiring berjalannya waktu, kata-kata marah yang mungkin tidak disengaja ini diingat oleh anak-anak dan menjadi "simpul" yang tidak dapat dipecahkan.
Hal ini tidak hanya berdampak pada hubungan orangtua dan anak, tetapi juga menyebabkan anak menjadi tidak peduli pada diri sendiri dan nilai-nilai mereka pun menjadi buruk.
Belum lagi, kalimat "Lain kali kalau kamu ikut ujian ini, jangan pulang" akan dipahami anak-anak sebagai "orang tua hanya sayang dan mau membesarkanku kalau aku dapat nilai tinggi. Kalau tidak, aku akan jadi anak yang tidak berguna dan tidak layak diurus."
Selain itu, orang tua yang sering memarahi anak-anaknya sangat berbahaya bagi anak-anak. Ilmu otak juga telah membuktikan bahwa pada anak-anak yang dimarahi orang tua dalam jangka waktu lama, amigdala di otak, yang bertanggung jawab untuk memproses emosi marah dan takut, akan terus terstimulasi, sehingga anak-anak mudah merasa takut kapan pun dan di mana pun. Bagaimana mungkin seorang anak yang dimarahi dalam jangka waktu lama dapat mencapai hasil yang baik?
Penelitian Universitas Harvard juga mengonfirmasi bahwa anak-anak yang sering menjadi korban kekerasan verbal akan mengalami penyusutan ukuran hipokampus otak, dan daya ingat serta kecepatan reaksinya akan menurun!
Inilah sebabnya beberapa orang tua merasa bahwa memarahi dan memukul anak-anak mereka tidak akan meningkatkan nilai mereka. Faktanya, memarahi anak bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah secara mendasar.
3. "Hanya tahu bermain, belajar tanpa semangat"
Pemikiran yang sebenarnya: "Saat belajar, jangan pikirkan bermain, nanti kamu akan maju." Anak-anak memahami: "Di mata ibu, aku hanyalah mesin pembelajaran, beliau hanya puas jika aku hanya belajar."
Sebagai seorang ibu, saya selalu percaya pada prinsip "bermain dengan baik, belajar dengan baik". Ini adalah lingkaran positif: Setelah bermain, Anda bisa beristirahat dengan baik, belajar dengan semangat, belajar lebih efektif, dan kemudian memiliki lebih banyak waktu untuk bermain.
Manajer Stephen Covey menekankan: "Latihan fisik dapat mengatur stres dan mengembangkan inisiatif." Bermain bukan untuk memanjakan anak, melainkan untuk membantu anak menghilangkan stres akibat belajar dan mengisi ulang energi mental mereka.
Baik belajar maupun bermain harus mengikuti prinsip "utamakan yang utama". Utamakan yang utama, bermain dengan giat dan belajar dengan giat, kombinasikan keduanya untuk hasil terbaik.
Semakin banyak hadiah, semakin cepat kemajuan anak; Sebaliknya, ketika diremehkan, semakin besar kemungkinan anak menganggapnya sebagai karakteristik mereka sendiri, dari "bisa melakukan" hingga "sama sekali tidak bisa". Foto ilustrasi
4. "Orang sepertimu hanya bisa menyapu lantai di masa depan"
Pasti banyak orang pernah mengucapkan atau mendengar kalimat ini. Awalnya, anak itu mungkin keberatan: Aku tidak mau menyapu jalan!
Kemudian, ketika orang tua lebih sering berbicara pada mereka, mereka pada dasarnya berhenti menolak dan langsung menyapu jalan jika mereka mau.
Niat awal orang tua mengatakan ini mungkin untuk menggunakan "metode motivasi" untuk merangsang minat belajar.
Sayangnya, mendengar kata-kata ini terlalu sering tidak hanya gagal memotivasi anak-anak, tetapi juga membuat mereka berasumsi bahwa mereka tidak akan menjadi orang hebat saat mereka dewasa.
Anak-anak di sekolah dasar sedang dalam tahap membangun dan mengembangkan harga diri. Kemampuan mereka untuk mengevaluasi dan memahami diri sendiri belumlah sempurna. Jika orang tua selalu mengatakan bahwa ketika mereka besar nanti, mereka hanya boleh menyapu lantai, mereka justru akan menggunakan pekerjaan ini untuk mendefinisikan diri.
Oleh karena itu, ketika anak melakukan kesalahan, menjawab pertanyaan dengan salah, atau gagal ujian, orang tua tidak boleh memarahi anak secara membabi buta. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menemukan cara untuk merangsang motivasi belajar mereka, membimbing mereka dengan bahasa yang positif, bersimpati dengan perasaan mereka, dan membuat mereka percaya bahwa mereka dapat belajar dengan baik.
Kedua, temukan masalah nyata dalam pembelajaran anak Anda, lalu fokuslah pada masalah tersebut dan susun rencana pembelajaran yang dipersonalisasi agar anak Anda dapat terus berlatih. Jangan lupa untuk memuji setiap upaya kecil anak Anda untuk memotivasi mereka.
5. "Lakukan lagi, dasar bodoh!"
Pikiran yang sebenarnya: "Jika aku bekerja lebih keras, aku bisa berhasil." Anak itu mengerti: "Aku pecundang."
Ketika menghadapi beberapa kegagalan, anak-anak mudah merasa kecewa. Jika pada saat itu, orang tua tidak memberikan dorongan, dan perasaan gagal tidak diarahkan dan dilepaskan dengan benar, anak tersebut mungkin menjadi tidak percaya diri, malu, dan enggan mencoba lagi.
Ada pepatah: "Jangan gunakan emosi untuk mengkritik kegagalan anak Anda." Ketika anak-anak gagal, orang tua harus menerapkan prinsip "mulai dari tujuan akhir" dalam komunikasi: Tujuannya adalah membantu anak-anak menghindari kegagalan di lain waktu, menemukan pelajaran dari kegagalan saat ini, dan terus bereksperimen, alih-alih menggunakan emosi untuk berkomunikasi.
Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari, gunakan "kaca pembesar" alih-alih "kacamata rabun jauh" untuk mengabaikan kesalahan kecil anak Anda dan sering memuji: "Saya lihat kamu sudah membaik, apakah kamu mau mencoba lagi?".
Anak-anak adalah individu mandiri yang membutuhkan rasa hormat, pengertian, dan kepercayaan. Mereka membutuhkan komunikasi dan interaksi yang setara untuk mengembangkan harga diri, kepercayaan diri, dan kemandirian. Inilah dukungan terkuat dalam menghadapi masa depan.
[iklan_2]
Source: https://giadinh.suckhoedoisong.vn/chia-se-cua-giao-vien-lau-nam-o-cha-me-thuong-xuyen-noi-5-cau-nay-thi-con-cai-rat-de-bi-diem-kem-17224122817331923.htm
Komentar (0)