Ditulis dari momen “Tiba-tiba menyadari aroma jambu biji…”, puisi “Awal Musim Gugur” juga merupakan momen sublimasi emosi dan pengalaman Huu Thinh.
Angin musim gugur yang sejuk juga membawa cita rasa... (Foto ilustrasi dari Internet).
Tiba-tiba mengenali aroma jambu biji
Bertiup ke arah angin dingin
Kabut masih menyelimuti gang
Sepertinya musim gugur telah tiba
Sungainya tenang
Burung-burung mulai bergegas
Ada awan musim panas
Di pertengahan musim gugur
Berapa banyak sinar matahari yang tersisa?
Hujan sudah berhenti secara bertahap
Guntur tidak terlalu mengejutkan
Di deretan pohon-pohon dewasa.
Musim gugur 1977
Huynh Thinh
"Sepertinya musim gugur telah tiba." (Foto ilustrasi dari Internet).
Mengungkapkan kepekaan alami terhadap alam dan zaman, puisi ini masih terasa baru, masih indah, dan membangkitkan banyak asosiasi setiap kali dibaca ulang setelah puluhan tahun. Pengarang menciptakan kembali sifat pergantian musim di musim gugur dengan sketsa-sketsa halus, segar, dan emosional melalui tanda-tanda khas: aroma jambu biji, angin dingin, dan kabut musim gugur. Sinyal pertama adalah aroma jambu biji, yang menyebar manis, membangkitkan dengan lembut, membawa kembali pikiran orang-orang ke nostalgia. Angin dingin musim gugur juga meresapi rasa tersebut. Kemudian kabut musim gugur "ragu-ragu", samar-samar berlama-lama di desa. Semua sinyal lembut dan rapuh ini muncul bersamaan, tiba-tiba, tanpa peringatan. Subjek liris terkejut menerima kabar musim gugur: "Sepertinya musim gugur telah tiba". "Sepertinya" adalah perasaan melihat, menyentuh, dan mengenali dengan segera, tetapi begitu mengejutkan, tak berani percaya. Tak berani percaya karena terlalu banyak cinta!
Dalam suasana riang itu, subjek lirik asyik mengagumi pemandangan: "Sungai itu sejenak tenang/ Burung-burung mulai bergegas/ Ada awan-awan musim panas/ Separuhnya condong ke musim gugur". Setelah kesadaran awal itu, penyair mempertahankan gairah dan kepekaannya untuk terus menikmati keindahan puitis saat musim gugur tiba. Ruang terbuka lebar dengan sungai, burung-burung, langit... Sungai musim gugur mengalir dengan tenang, rileks, dan sendu. Burung-burung mulai menunjukkan kesadaran akan urgensi waktu. Dan di sana, awan itu bagaikan jembatan ajaib yang membentang di antara pergantian musim. Pergerakan makhluk yang kaya dan tak kasat mata serta waktu yang rapuh melalui syair Huu Thinh tiba-tiba muncul, ruang menjadi puitis.
Penyair merasakan kerapuhan musim gugur dalam wanginya, dalam anginnya, dalam tanda-tanda musim gugur yang tak terhitung jumlahnya di seluruh desa, bumi, dan langit... dan juga merasakan irama musim gugur dalam matahari, dalam hujan, dalam suara-suara alam semesta: "Masih banyak sinar matahari/ Hujan telah berangsur-angsur reda/ Guntur tak lagi mengejutkan/ Di deretan pohon-pohon dewasa".
Matahari telah terbenam, hujan musim panas telah berhenti, curah dan kekuatan hujan telah berkurang, dan guntur telah menjadi lebih akrab dan lembut. Penerimaan guntur oleh makhluk mati juga terungkap dengan terampil dan mengesankan. Perubahan alam yang paling lembut dan halus pun tertangkap. Huu Thinh tidak hanya mengamati dan merasakan, tetapi juga menyelaraskan diri dengan ritme pergantian musim. Seseorang harus memahami dan menghayati sepenuhnya alam tanah airnya, dan tahu bagaimana melestarikan kenangan murni desanya untuk menghasilkan syair-syair tentang alam yang begitu berbakat dan emosional!
Aroma jambu biji dari pergantian musim menjadi aroma kehidupan yang misterius di pergantian musim. (Foto ilustrasi dari Internet)
Namun, "Sang thu" bukan hanya puisi "peralihan musim" yang istimewa, tetapi juga puisi "peralihan zaman" yang luar biasa, yang menyampaikan perenungan dan keprihatinan mendalam tentang manusia dan kehidupan. Aroma jambu biji di momen peralihan musim menjadi aroma kehidupan yang misterius dalam peralihan zaman. Nuansa dalam tanda-tanda musim gugur, dalam perubahan halus ciptaan, semuanya membawa suasana hati manusia.
Perubahan multidimensi ciptaan tampak sebagai gambaran kehidupan yang penuh pasang surut. Momen ketika alam berubah menjadi musim gugur berkaitan dengan saat manusia memasuki awal musim gugur. Asosiasi itu membangkitkan dalam diri kita pemikiran yang lebih luas tentang negara di masa pascaperang, tentang kehidupan abadi... Aroma jambu biji, angin dingin, atau desahan seseorang yang baru saja melewati masa muda? Kata "ragu-ragu" menyiratkan rasa rileks, "luangkan waktu" bagaikan sikap menikmati kedamaian? Pada burung yang "terburu-buru" itu, ada firasat samar kekhawatiran karena sesuatu yang mendesak. Atau apakah burung itu menyiratkan sesuatu yang lain? Apa yang dikatakan awan itu tentang langkah-langkah yang tertunda? Lalu matahari "masih tersisa", hujan "berangsur-angsur reda", apakah itu berarti masih ada antusiasme, gairah, dan jauh lebih sedikit ketergesa-gesaan dan ketidaksabaran? Sebaliknya, apakah itu ketenangan, ketenteraman, dan kedewasaan manusia sebelum kehidupan?
Setiap orang melewati berbagai tahap kehidupan, dan mungkin cepat atau lambat, setiap orang akan mengalami suasana hati tersebut. Bayangan "pohon-pohon dewasa" membangkitkan gambaran manusia, sementara suara guntur membangkitkan guncangan/perubahan dalam hidup. Berbicara tentang perubahan, kita teringat akan perang, karena "Sang Thu" ditulis ketika perang yang dahsyat baru saja berakhir dan masa damai baru saja dimulai (musim gugur 1977)...
Sebagaimana momen pergantian musim penciptaan dapat berubah, masa transisi kehidupan manusia pun demikian. Asosiasi yang ditimbulkan oleh puisi "Sang thu" bagaikan gelombang, yang terus bergulung dan berpotongan, dengan riak-riak yang menyebar luas. Dapat ditegaskan bahwa justru karena puisi ini menyentuh suasana hati universal takdir manusia, "Sang thu" menjadi begitu penting!
Nguyen Thanh Truyen
Sumber
Komentar (0)