SELURUH SISTEM POLITIK TERLIBAT
Menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib tidak bisa hanya menjadi tugas sektor pendidikan. Ini merupakan tanggung jawab seluruh sistem politik , karena pendidikan adalah kepentingan semua orang. Pemerintah daerah, dunia usaha, dan organisasi sosial perlu bergandengan tangan untuk mendukung dan menciptakan kondisi bagi semua siswa—baik di perkotaan maupun pegunungan, daerah terpencil maupun kepulauan—untuk memiliki kesempatan belajar bahasa asing dengan baik.
Suatu negara hanya dapat benar-benar berkembang ketika anak-anak di dataran tinggi dapat belajar berbahasa Inggris seperti anak-anak di kota; ketika masyarakat di wilayah pesisir dan perbatasan juga dapat menggunakan bahasa asing untuk terhubung, beraktivitas di bidang pariwisata, dan berdagang. Kebijakan ini hanya akan berhasil jika disertai dengan peta jalan implementasi yang ilmiah , sinkron, dan manusiawi—tanpa meninggalkan siapa pun.
YAYASAN UNTUK TEROBOSAN
Vietnam dapat dikatakan memiliki fondasi yang relatif kokoh untuk menerapkan kebijakan ini: Tingkat pengajaran bahasa Inggris dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas telah mencapai mayoritas. Jumlah guru yang berkualifikasi, berkompetensi profesional, dan bersertifikat internasional terus meningkat. Beberapa daerah memiliki guru penutur asli, menciptakan lingkungan belajar yang dinamis dengan pengucapan yang akurat. Sistem internet dan teknologi digital yang berkembang membantu pelajar mengakses sumber daya, kursus, video, dan obrolan daring dengan orang asing—sesuatu yang sebelumnya tak terbayangkan.

Vietnam memiliki landasan yang relatif kuat untuk menerapkan kebijakan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di sekolah.
FOTO: D.N.THACH
Keunggulan-keunggulan ini merupakan landasan bagi reformasi yang komprehensif. Jika diinvestasikan ke arah yang tepat, Vietnam dapat mempersempit kesenjangan bahasa dengan negara-negara maju, terutama dalam pelatihan sumber daya manusia global.
KESULITAN DAN TANTANGAN
Namun, proyek ini tidak akan terwujud jika kita tidak menghadapi dan menyelesaikan paradoks yang ada. Saat ini, meskipun terdapat kekurangan guru bahasa Inggris di banyak daerah, banyak mahasiswa pedagogi bahasa Inggris enggan menekuni profesi ini. Alasannya antara lain pendapatan rendah, terbatasnya kesempatan untuk menjadi tutor, dan kehidupan guru yang sulit.
Selain itu, ujian masuk pegawai negeri sipil terlalu ketat, sementara banyak sekolah kekurangan guru. Kesenjangan antara permintaan dan kebijakan menyebabkan sumber daya manusia tidak dialokasikan dengan baik.
Mempekerjakan guru penutur asli memang sangat efektif, tetapi biayanya sangat tinggi, melebihi kapasitas sebagian besar sekolah negeri, terutama di daerah terpencil. Selain itu, fasilitas—seperti ruang kelas bahasa asing, laboratorium, dan akses internet—masih terbatas di banyak tempat, sehingga penerapan pembelajaran daring atau aplikasi teknologi menjadi tidak efektif.
BIARKAN KEBIJAKAN MENJADI HIDUP
Agar kebijakan ini benar-benar berhasil, bukan hanya dalam bentuk, diperlukan sistem solusi yang sinkron, berkelanjutan, dan kreatif:
Pertama, membangun mekanisme kebijakan insentif khusus untuk guru bahasa Inggris.
Kedua, memperkuat pelatihan dan pengembangan profesional, mendorong guru bahasa Inggris untuk belajar di luar negeri untuk jangka waktu pendek guna meningkatkan metode pengajaran dan memperbarui standar internasional.
Ketiga, dorong sosialisasi pendidikan, mobilisasi sumber daya dari bisnis, organisasi, dan dana beasiswa untuk mengundang guru-guru asli mengajar secara bergiliran di sekolah-sekolah. Tidak perlu merekrut guru jangka panjang, tetapi dapat menerapkan model "mengajar dan berkeliling" - guru asing datang untuk mengajar dalam jangka pendek, bertukar budaya, dan memotivasi siswa.
Keempat, berinvestasilah pada fasilitas fisik dan infrastruktur digital—terutama di daerah terpencil. Setiap sekolah perlu memiliki setidaknya satu laboratorium bahasa asing standar, koneksi internet yang stabil, dan sistem perangkat lunak pembelajaran daring agar pembelajaran dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja.
Kelima, berikan kepala sekolah hak untuk merekrut agar mereka dapat proaktif dan fleksibel dalam mengontrak guru. Ini akan menghemat anggaran (karena biaya kerja kontrak lebih rendah daripada gaji), dan membantu menarik staf yang berbakat dan dinamis, alih-alih menunggu prosedur administratif yang kaku. Ketika para pemimpin dipercaya, mereka akan tahu bagaimana menyeimbangkan sumber daya sesuai dengan realitas lokal.
PETA JALAN IMPLEMENTASI
Kebijakan yang baik hanya bernilai jika diimplementasikan secara adil dan layak. Oleh karena itu, diperlukan peta jalan implementasi yang memadai, yang dikelompokkan berdasarkan wilayah.
Di kota-kota besar, di mana fasilitas dan staf sudah siap, dimungkinkan untuk segera melakukan penempatan secara komprehensif, dengan menggabungkan tes kemampuan internasional (IELTS, TOEFL, CEFR).
Di daerah pedesaan dan pegunungan, perlu mengikuti peta jalan untuk setiap jenjang pendidikan dan setiap gugus sekolah; menggabungkan pembelajaran daring, televisi, dan rotasi guru.
Di daerah perbatasan dan kepulauan, prioritas harus diberikan pada investasi dalam teknologi, membuka kelas bahasa Inggris daring dengan guru jarak jauh, dan melatih guru lokal untuk memastikan keberlanjutan.
Dengan demikian, dari Utara ke Selatan, dari dataran rendah ke dataran tinggi, semua siswa memiliki akses ke bahasa asing dengan kualitas yang setara, mempersempit kesenjangan regional dan menciptakan landasan yang adil bagi peluang pengembangan.
Keputusan untuk menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib sejak kelas 1 membuka pintu menuju masa depan, tetapi untuk mencapainya, kita harus memperoleh konsensus dari seluruh masyarakat.
Jika setiap anak Vietnam dapat berbicara, menulis, dan berpikir dalam bahasa internasional, masa depan negara ini akan berkali-kali lipat lebih cerah.
Pendidikan masa kini tak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan hasrat untuk menjangkau lautan. Setiap pelajaran bahasa asing bukan sekadar pelajaran tata bahasa, melainkan jembatan yang membawa siswa ke dunia—tempat Vietnam berdiri kokoh berdampingan dengan teman-teman dari seluruh dunia.
Berdampak pada sekitar 50.000 institusi pendidikan dengan hampir 30 juta pelajar
Proyek Pemerintah "Menjadikan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Kedua di Sekolah untuk Periode 2025-2035, dengan Visi hingga 2045" diumumkan pada akhir Oktober. Perubahan utamanya adalah bahwa pada jenjang pendidikan umum, semua sekolah harus mengajarkan Bahasa Inggris secara wajib sejak kelas 1.
Menurut perkiraan Kementerian Pendidikan dan Pelatihan, proyek ini akan berdampak pada sekitar 50.000 lembaga pendidikan dengan hampir 30 juta anak, murid, dan sekitar 1 juta manajer dan guru di semua tingkatan, bidang studi, dan sektor pelatihan.
Periode pelaksanaan proyek ini adalah 20 tahun (2025-2045), yang dilaksanakan dalam 3 fase utama. Fase 1 (2025-2030) akan membangun fondasi dan menstandardisasi agar Bahasa Inggris digunakan secara teratur dan sistematis di lingkungan pendidikan. Sasarannya adalah 100% lembaga pendidikan umum mewajibkan Bahasa Inggris sejak kelas 1 (saat ini peraturan ini berlaku sejak kelas 3, tetapi banyak daerah masih kekurangan guru); 100% lembaga pendidikan prasekolah di perkotaan, wilayah urban... agar anak-anak terbiasa dengan Bahasa Inggris...
Tahap 2 (2030 - 2035) diperluas dan diperkuat, mempromosikan penggunaan bahasa Inggris lebih sering...
Tahap 3 (2035 - 2045) adalah untuk melengkapi dan meningkatkan, Bahasa Inggris digunakan secara alami, mengembangkan ekosistem penggunaan Bahasa Inggris di lingkungan pendidikan, komunikasi dan administrasi sekolah...
Sumber: https://thanhnien.vn/tieng-anh-tro-thanh-mon-hoc-bat-buoc-tu-lop-1-mo-canh-cua-cho-tuong-lai-18525111600444965.htm






Komentar (0)