Presiden Rusia Vladimir Putin. (Sumber: Reuters) |
Pada tanggal 5 Juni, Kremlin mengeluarkan pengumuman mendesak yang menyatakan bahwa klip video Presiden Rusia Vladimir Putin yang disiarkan di banyak stasiun radio dan televisi di wilayah yang berbatasan dengan Ukraina adalah deepfake yang dibuat oleh peretas.
Video palsu, dampak nyata
Dalam pidato tersebut, suara Presiden Rusia Vladimir Putin yang diciptakan dengan teknologi deepfake mengatakan bahwa keadaan darurat telah diumumkan di wilayah Belgorod, Voronezh, dan Rostov di Rusia akibat serangan yang akan datang dari pasukan Ukraina. Putin palsu tersebut juga meminta penduduk di wilayah tersebut untuk mengungsi dari rumah mereka dan mencari perlindungan lebih dalam di Rusia.
Deepfake adalah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengambil gambar dan suara seseorang, lalu menempelkannya ke dalam video orang lain. Teknologi deepfake mengumpulkan gambar wajah subjek, lalu mengganti wajah tersebut dengan wajah orang lain dalam video. Untuk berkas audio, deepfake menggunakan rekaman suara orang sungguhan untuk melatih komputer agar berbicara persis seperti orang tersebut. |
Radio Mir , salah satu stasiun radio yang terkena serangan, mengatakan insiden itu berlangsung sekitar 40 menit. Sementara itu, cuplikan video palsu Putin di TV juga mulai tersebar di media sosial. Belum ada individu atau organisasi yang mengaku bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Setelah klip itu menjadi viral, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menegaskan bahwa deklarasi darurat militer adalah hasil kerja para peretas.
"Jelas tidak ada (deklarasi darurat militer). Memang ada peretasan di beberapa wilayah. Saya diberitahu bahwa ada insiden peretasan di Radio Mir dan beberapa saluran lainnya. Sekarang semua peretas telah dibasmi dan saluran informasi kembali terkendali," ujar Dmitry Peskov kepada kantor berita Rusia, TASS.
Kyiv Post juga melaporkan bahwa pusat administrasi wilayah Belgorod menyebut pesan video tersebut sebagai deepfake yang bertujuan "menimbulkan rasa takut di kalangan warga Belgorod yang cinta damai."
Hanna Liubakova, seorang jurnalis Belarusia dan peneliti nonresiden di Atlantic Council, membagikan klip TV yang memperlihatkan gambar palsu Tuan Putin.
Menilai insiden tersebut, ilmuwan data Arseny Khakhalin, seorang pakar kecerdasan buatan (AI), mengatakan bahwa peretasan ini bisa jadi merupakan bentuk penggunaan deepfake untuk mempersenjatai konflik Rusia-Ukraina.
Namun, ini bukan pertama kalinya teknologi deepfake digunakan dalam konflik ini. Pada minggu-minggu pertama operasi militer khusus Rusia pada Februari 2022, sebuah video deepfake Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dirilis. Dalam video deepfake tersebut, Zelensky tampak mendesak tentaranya untuk meletakkan senjata dan menyerah. Video tersebut segera dihapus, tetapi telah menjadi viral di media sosial.
Dalam propaganda, teknologi deepfake memiliki efek militer atau politik yang meyakinkan, dan ini adalah senjata yang dapat memberikan dampak besar. (Sumber: socialmediasafety) |
Senjata populer baru
Kolonel Philip Ingram, mantan perwira intelijen militer Inggris dan pembuat kebijakan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO), mengatakan kepada Politico Europe tentang peniruan Putin bahwa unggahan deepfake yang konon dibuat dari data asli merupakan risiko yang berkembang di dunia yang dipengaruhi oleh AI.
Menurut orang ini, dalam propaganda, teknologi deepfake membawa efek militer atau politik yang meyakinkan, ini adalah senjata yang dapat berdampak besar.
"Saya menduga ini adalah senjata baru yang diproduksi massal," tambah Kolonel Philip Ingram. Ia mengutip foto palsu pengeboman Pentagon yang viral di Twitter beberapa minggu lalu, yang menyebabkan pasar saham anjlok $500 miliar sebelum akhirnya pulih.
Profesor Hany Farid dari University of California, Berkeley (AS), seorang pakar media digital, memperingatkan bahwa masyarakat tidak perlu terkejut dengan hal-hal seperti itu dalam konteks saat ini, ketika orang-orang membangun dan menggunakan alat untuk memanipulasi realitas yang dikombinasikan dengan saluran media seperti TV, radio, internet... dapat langsung berdampak pada miliaran dolar. Banyak agen dengan tujuan berbeda akan menyalahgunakan teknologi ini.
“Hal ini terutama berlaku ketika regulator kita belum berupaya memberikan perlindungan yang memadai bagi sektor teknologi, sementara Silicon Valley terus berkembang pesat dan mendisrupsi berbagai hal,” tegas Profesor Hany Farid.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)