Laporan ini menganalisis hambatan pembiayaan proyek tenaga angin dan surya berskala besar di Asia, dengan memanfaatkan data dari lebih dari 170 konsultasi dengan pengembang, pemberi pinjaman, investor, asosiasi industri, dan lembaga keuangan pembangunan (DFI) untuk memperoleh wawasan di sembilan wilayah Asia, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Jepang, Korea Selatan, Bangladesh, dan Pakistan.
Berdasarkan penelitian tersebut, para ahli menekankan perlunya mengatasi hambatan kebijakan dan regulasi di beberapa pasar Asia untuk membuka aliran keuangan yang besar bagi proyek tenaga surya dan angin berskala besar.
Total investasi energi terbarukan di Asia Pasifik , tidak termasuk Tiongkok, hanya akan mencapai 14% dari investasi energi terbarukan global pada tahun 2022, menurut data BloombergNEF. Di sebagian besar negara, pendanaan bukanlah hambatan utama, kecuali di beberapa negara berkembang seperti Bangladesh dan Pakistan, di mana likuiditas mata uang umum dan ketidakpastian makroekonomi menghambat investasi.
Laporan tersebut menemukan bahwa investor yang ingin berinvestasi dalam pembiayaan energi terbarukan menghadapi kendala kebijakan dan proses persetujuan proyek. Kendala non-finansial terkait perizinan, proses pembangunan, akuisisi lahan, kurangnya rantai pasokan lokal, dan persyaratan proyek lokal berdampak langsung pada risiko, jadwal, biaya, dan kelayakan bank proyek secara keseluruhan. Hal ini berdampak pada biaya dan persyaratan pembiayaan, dan, tergantung pada tingkat keparahan risikonya, bahkan dapat membatasi akses terhadap pembiayaan yang tersedia.
Asia memiliki potensi angin dan surya yang sangat besar, menurut laporan Peta Jalan Emisi Nol Bersih IEA. Negara-negara Asia Tenggara berpotensi melipatgandakan kapasitas angin dan surya mereka pada tahun 2030, sementara sumber daya angin yang melimpah di Jepang, Korea Selatan, Vietnam, dan Filipina telah menarik minat yang signifikan terhadap potensi angin lepas pantai. Pemanfaatan sumber daya terbarukan di Asia dapat memberikan banyak manfaat, termasuk ketahanan energi, pertumbuhan ekonomi , dan pengurangan emisi.
Banyak investor kini menaruh perhatian khusus pada area-area dengan potensi energi terbarukan yang tinggi di kawasan ini. Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP28) mendatang akan membahas target potensial untuk melipatgandakan instalasi energi terbarukan pada tahun 2030. Ini merupakan peluang bagi negara-negara Asia untuk mempertimbangkan cara-cara menciptakan lingkungan kebijakan dan regulasi yang kondusif guna membuka miliaran dolar dalam pendanaan iklim, investasi hijau, dan mempercepat kemajuan menuju target energi terbarukan.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)